UNDANGAN
Pembukaan Pameran Lukisan
‘ART Joke : Menunggu Godot’
karya YaksaAgus
Minggu , 1 Juni 2014
Pk. 19.00 WIB
Tirana Art Space
Jl Suryodiningratan 55 Yogyakarta
Pameran akan dibuka oleh:
Bapak Mikke Susanto
ART JOKE #2 : Menunggu Godot
Pembukaan Pameran Lukisan
‘ART Joke : Menunggu Godot’
karya YaksaAgus
Minggu , 1 Juni 2014
Pk. 19.00 WIB
Tirana Art Space
Jl Suryodiningratan 55 Yogyakarta
Pameran akan dibuka oleh:
Bapak Mikke Susanto
ART JOKE #2 : Menunggu Godot
Sebuah pameran tunggal Yaksa Agus dengan Tajuk “ART Joke”
tahun 2013 lalu, yang menyajikan parodi dari karya-karya para perupa ternama,
kemudian ditafsir ulang dan dimain-mainkan dengan versi dan gaya Yaksa. ART
Joke--apabila dilihat dari judul pamerannya, sedikit memainkan kata ART Jog ,
sebuah perhelatan seni rupa besar yang diselenggarakan di Yogyakarta dan selalu
dinanti tiap tahunnya.
Pada kali kedua ini, Yaksa mencoba membuat tafsir baru akan
situasi-kondisi dunia seni rupa dalam kacamata sosiologi yang juga coba dikemas
melalui parodi, bahkan menyerempet kritik sosial pada kehidupan masyarakat di sekitarnya.
tetapi ide karyanya diambil dari karya-karya iconic seni rupa Indonesia.
Kali ini, pameran karya-karya Yaksa di kemas dengan tajuk
“ARTJOKE#2: Menunggu Godot”. Di sini Yaksa sengaja meminjam setting dari novel
“Waiting For Godot” karya Samuel Becket , tokoh sastra dari
Irlandia. Dalam novel tersebut secara singkat dikisahkan bahwa sang Godot
setiap hari dinantikan kedatangannya, dan sang Godot itu tak jua datang, yang muncul
hanyalah utusan-utusannya saja. Ini yang coba diangkat Yaksa dalam pameran kali
ini. Banyak orang saat ini sedang menunggu Godot. Tiap orang punya Godot
sendiri-sendiri, sosok yang diharapkan mampu melengkapi. Setiap saat ditunggu
dan diamati petanda-petanda akan kehadirannya. Tetapi sampai saat ini Godot
belum juga menampakkan diri.
Dan dalam pameran ini kita bisa mencoba menerka siapa
‘Godot’ yang ditangkap Yaksa dalam imajinasi masyarakat di sekelilingnya?
Apakah sosok Presiden-kah?
Apakah sosok Kolektor-kah?
Apakah sosok Politisi-kah?
Atau bahkan sosok sang Ratu Adil?
Apakah sosok Presiden-kah?
Apakah sosok Kolektor-kah?
Apakah sosok Politisi-kah?
Atau bahkan sosok sang Ratu Adil?
Mari kita tunggu tanggal 1-30 Juni nanti di Tirana Art
Space, Jl Suryodiningratan 55 Yogyakarta.
Komentar EddiE Hara (seniman, tinggal di Swiss) melalui inbox facebook
26 Mei 2014
"Parodi atau memlesetkan sebuah karya adalah sebuah kejadian biasa. Kususnya pada karya film, musik, sastra bahkan juga visual art. Yaksa sudah memlesetkan karya saya berupa lukisan dari thn awal 90an dan performance saya "seni derita" thn 1986 dengan Ellen Urselmann dari Belanda. Secara visual bolehlah utk dibilang bagus walau belum benar2 menukik plesetannya. Artinya banyak ikon E.h yg lain yg lbh bs diplesetkan sebenarnya. kalau Yaksa mau lebih dalam melakukan studi kasus. Tapi ya biarlah. Cuman saya harapkan plesetan ini takkan berakir menjadi kopian...hahaha. Salam kepleset sampeyan, Yaksa Agus".
"Parodi atau memlesetkan sebuah karya adalah sebuah kejadian biasa. Kususnya pada karya film, musik, sastra bahkan juga visual art. Yaksa sudah memlesetkan karya saya berupa lukisan dari thn awal 90an dan performance saya "seni derita" thn 1986 dengan Ellen Urselmann dari Belanda. Secara visual bolehlah utk dibilang bagus walau belum benar2 menukik plesetannya. Artinya banyak ikon E.h yg lain yg lbh bs diplesetkan sebenarnya. kalau Yaksa mau lebih dalam melakukan studi kasus. Tapi ya biarlah. Cuman saya harapkan plesetan ini takkan berakir menjadi kopian...hahaha. Salam kepleset sampeyan, Yaksa Agus".
"Selamat pameran, Yaksa! Semoga rejekine enggak
ikut-ikut mleset ke kantongku".
Komentar Bambang ‘Toko’
Witjaksono (seniman, kurator, staf pengajar ISI Yogyakarta) melalui inbox
email 28 Mei 2014
Saya pikir apa yang dilakukan Yaksa melalui lukisan-lukisannya pada pameran ini menarik karena penonton tidak hanya melihat karya lukisan, namun juga akan melihat apa yang dilihat oleh Yaksa. momen-momen yang berhubungan dengan dunia seni rupa diamati oleh Yaksa dan kemudian
dilukiskannya, sembari diimbuhi pandangan kritisnya (bisa juga menjadi parodi). Sebagaimana keseharian Yaksa, yang intens mengamati segala peristiwa di dunia seni rupa lengkap dengan semua rumor dan gossip yang menyertainya, kita seolah diajak untuk "menjadi Yaksa". Kita
diajak menempati posisinya sebagai seorang pengamat. Disinilah kemudian muncul lapisan-lapisan pemaknaan. Yang menjadi menarik adalah ketika pemaknaan sudah berlapis-lapis, maka pesan (hasil pengamatan awal) bisa saja sama, sedikit berbeda, bergeser hingga tidak nyambung
sama sekali dengan yang dilakukan oleh penonton ketika "ikut" mengamati momen-momen tadi lewat lukisan Yaksa. Bagaikan menafsir tafsiran atas tafsiran sebelumnya. Hal yang niscaya
akan dilakukan terus menerus oleh umat manusia.
Selamat pada Yaksa, semoga tetap setia mengamati dan selalu kritis.
Bambang Toko,-
Saya pikir apa yang dilakukan Yaksa melalui lukisan-lukisannya pada pameran ini menarik karena penonton tidak hanya melihat karya lukisan, namun juga akan melihat apa yang dilihat oleh Yaksa. momen-momen yang berhubungan dengan dunia seni rupa diamati oleh Yaksa dan kemudian
dilukiskannya, sembari diimbuhi pandangan kritisnya (bisa juga menjadi parodi). Sebagaimana keseharian Yaksa, yang intens mengamati segala peristiwa di dunia seni rupa lengkap dengan semua rumor dan gossip yang menyertainya, kita seolah diajak untuk "menjadi Yaksa". Kita
diajak menempati posisinya sebagai seorang pengamat. Disinilah kemudian muncul lapisan-lapisan pemaknaan. Yang menjadi menarik adalah ketika pemaknaan sudah berlapis-lapis, maka pesan (hasil pengamatan awal) bisa saja sama, sedikit berbeda, bergeser hingga tidak nyambung
sama sekali dengan yang dilakukan oleh penonton ketika "ikut" mengamati momen-momen tadi lewat lukisan Yaksa. Bagaikan menafsir tafsiran atas tafsiran sebelumnya. Hal yang niscaya
akan dilakukan terus menerus oleh umat manusia.
Selamat pada Yaksa, semoga tetap setia mengamati dan selalu kritis.
Bambang Toko,-
No comments:
Post a Comment