Tuesday, May 28, 2013

DANCE OF FLOWER TREE | Pameran tunggal lukisan Nur Milisani




Pameran tunggal lukisan
‘DANCE OF FLOWER TREE’
Karya Nur Milisani
1-27 Juni 2013 | Tirana Artspace, Jl Suryodiningratan 55 Yogya
Pembukaan: Sabtu, 1 Juni 2013 | pk 19.00 WIB
TARIAN BUNGA POHON
Tulisan pengantar pameran
oleh Nunuk Ambarwati
Mungkin ini menjadi ‘musim semi’ bagi seorang Nur Milisani. Semi dalam pengertian karyanya yang memang dipenuhi gambaran bunga dan semi dalam artian proses berkeseniannya. Nur Milisani, wanita kelahiran Palembang, 12 Desember 1975; tercatat aktif berkarya sejak tahun 1991 semasa menempuh studi di SMSR (Sekolah Menengah Seni Rupa) di Palembang. Dari tahun 2006 hingga 2012 terdepat jeda panjang ia tak berkarya. Vakum karena pilihan hidupnya untuk fokus mengurus keluarga dan dua putranya. Tetapi jiwa sebagai seniman memanggil dari hati kecilnya, dorongan dan keinginan besar untuk kembali berkarya tak bisa membuat Nur berlama-lama dalam kevakuman. Maka di tahun 2011, Nur Milisani kembali mengikuti berbagai aktifitas pameran untuk kembali menorehkan jejak di medan seni rupa kita. Pameran tunggalnya kali ini merupakan pameran tunggal perdananya dan sebagai penanda berseminya kembali seorang perupa perempuan Nur Milisani. ‘Dance of Flower Tree’ atau Tarian Pohon Bunga, menjadi tema apik dan pas untuk memamerkan 12 judul karya di sepanjang 1-27 Juni 2013 di Tirana Artspace, Jl Suryodiningratan 55 Yogya.
Apa jadinya bila karya beraliran abstrak bersatu dengan aliran dekoratif dalam satu kanvas? Demikianlah yang terlukis pada karya-karya Nur Milisani. Ia sengaja memberikan latar belakang abstrak, baru gambar bunga di bagian layer (lapisan) depannya. Hal ini ia tampilkan karena karya abstrak merupakan perjalanan kekaryaan Nur sebelumnya. Ya memang, sebelum seri atau tema karya bunga ini, karya Nur Milisani beraliran abstrak. Dan ia tak ingin serta merta meninggalkan jejak sejarah proses berkeseniannya begitu saja. Untuk itu, selalu ada karya abstrak sebagai pengantar penikmat seni untuk memasuki dunia dekoratif Nur sekarang ini. Peran sang suami, Deskhairi, yang juga seorang perupa beraliran abstrak, tak ia pungkiri berpengaruh besar dalam membentuk proses berkaryanya. Hal ini tentu saja memberikan masukan penting baginya. Maka lukisan seri bunga yang ia hasilkan belakangan ini, harus dia kerjakan dalam dua tahap. Tahap pertama ketika melukis karya abstrak, berdasarkan spontanitas dalam perwujudannya. Kemudian tahap kedua, bunga-bunga ia tambahkan berdasarkan fantasi dengan kecenderungan menghias (dekorasi) dan menyederhanakan bentuk.
Tepatnya di tahun 2011, Nur Milisani mulai menekuni tema bunga ini dari taksengajaan ketika dia iseng corat coret di kanvas. Tak disangka respon sahabat, suami hingga pecinta seni sangat bagus untuk seri karya bunga ini. Dan kemudian berkelanjutan hingga sekarang yang membuatnya semakin bersemangat melukis. Bunga memiliki nilai artistik keindahan tersendiri bagi sang perupa. Dalam karyanya, bunga menjadi idiom yang dominan. Hampir seluruh kanvas dipenuhi dengan gambar bunga kecil-kecil. Sekilas karya Nur Milisani tersebut seperti karya batik. Seperti deskripsi karya yang berjudul ‘Ukel’. Karya ini terinspirasi dari filosofi padi, semakin matang semakin merunduk. Kemudian dalam proses penciptaan visualnya mengambil bentuk ukel yang ia dapatkan dari salah satu motif batik bernama sama yakni ukel. Lalu divisualisasikan ke dalam bentuk batang bunga yang memiliki arti atau simbol dari perjalanan menuju kerendahan hati kepada Tuhan. Seperti proses membatik, ia menggambar secara repetitif tapi tetap beralur dan indah. Ketika mengerjakan sebuah karya ini pun, menjadi semacam meditasi, memberi rasa nyaman dan menghela nafas disela kesibukan sebagai ibu rumah tangga. Sehingga bukan teknik batik yang ia pakai, tetapi lebih kepada filosofinya.
Dan, bila kita cermati, banyak hal yang ingin Nur sampaikan selain bunga. Latar belakang karya abstraknya dan juga bentuk gerak batang dan ranting yang meliuk kesana kemari seperti sebuah tarian. Maka dari itu, ia ingin agar publik juga menginterpretasi karya dia secara menyeluruh dengan memberi tema ‘Dance of Flower Tree’, ya bunga, ya pohon/ranting yang meliuk-liuk juga karya abstraknya. Berbagai macam bunga ada di alam, tetapi Nur tidak menunjuk satu bunga tertentu untuk mewakili karyanya. Baginya bunga yang ia gambarkan itu hanya inspirasi, fantasi , kesederhanaan bentuk yang dia coba visualkan.
Memang ada seniman yang pernah menggambar senada seperti karya Nur Milisani. Dekoratif, repetitif dan penuh bunga, tema flora. Lalu apa yang membedakan karya Nur ini dengan yang lainnya? Apakah karya ini hanya cocok untuk penghias ruang semata? Apakah ia pengekor karya-karya seniornya? Tentu tidak. Menurut saya, seorang Nur Milisani, yang saya kenal sebagai sosok yang sederhana pun memiliki idealisme yang tinggi. Mempunyai ke-aku-an terhadap karya yang ingin ia kerjakan. Ada simbol menarik yang sering ia lukiskan dalam karyanya, perhatikan pot bunga yang selalu dia gambarkan lebih kecil daripada bunganya. Sementara bunganya sedemikian rimbun dan memenuhi bidang kanvas. Dari simbol itu ia ingin menggambarkan bahwa terkadang sesuatu yang kecil bisa menghasilkan hal yang besar dan banyak, atau dari tempat yang kecil sekalipun kita bisa mengharumkan dunia. Demikianlah seorang seniman sesungguhnya, mampu memberikan inspirasi bagi penikmatnya.
BIODATA
Nama                            : NUR MILISANI
Tempat / tanggal lahir  : Palembang, 12 Desember 1975
Jenis Kelamin               : Perempuan

PENDIDIKAN
1995                     Tamat SMSR ( Sekolah Menengah Seni Rupa), Palembang
2006                     Lulus dari Jurusan Seni Rupa, Universitas Sarjana Wisata Taman Siswa Yogya

Aktivitas Pameran
TUNGGAL
2013                  ‘DANCE OF FLOWER TREE’, Tirana Artspace, Yogyakarta

BERSAMA
1991 – 1998 Aktif pameran bersama di Palembang dan Yogyakarta

1999             Pameran seni rupa Sanggar ‘BIDAR SRIWIJAYA’, Purna Budaya Yogyakarta

2000             Pameran seni rupa ‘FORUM CELAH RUPA’ di Universitas Sarjana Wiyata
                     Taman Siswa Yogyakarta

2002            Pameran seni rupa ‘KELOMPOK UBLIK’ di Benteng Vredeburg Yogyakarta

2006             Pameran lukisan bersama Lana Gallery di Hotel Melia Purosani Yogyakarta
                     Pameran seni rupa ‘ART FOR JOGJA’ di Taman Budaya Yogyakarta                   

2012                           Pameran bersama di Lana Gallery, Yogyakarta  
Pameran bersama di Tembi Gallery, Yogyakarta
Pameran bersama ‘HARI BUMI’ di Perahu Art Connection, Yogyakarta
Pameran bersama ‘ANNIVERSARY EXPRESSIONS’, di Philo Art Space, Jakarta

Thursday, May 23, 2013

FOLLOW THE NEEDLES | pameran kristik & sulam


 Pameran ini terbilang sederhana, mulai dari persiapan hingga penyelenggaraannya. Konsep pamerannya ringan, temanya juga ringan, karya-karyanya mudah dicerna & dipahami. Simple lah pokoknya. Tetapi...suprise sekali. Pameran ini mendapat banyak respon dari publik. Baik respon di dunia maya maupun yang datang berkunjung melihat pameran. Ngobrol tentang hobi kristik, sulam atau ada beberapa orang yang kemudian mengkonsinyasikan buku teknik sulam hingga karya kristik & sulam mereka. Karya-karya juga banyak terjual. Pokoknya pameran ini punya sisi menarik tak terlupakan untuk saya pribadi sebagai penyelenggara pameran. Personil dari orang-orang dalam kelompok ini, yakni kelompok Seven Needles juga sangat low profile. Mereka sangat mencintai karya mereka masing-masing. Sangat menghargai proses setiap jarum yang mereka tarik demi membuat sebuah karya. Mereka juga tak peduli apakah karyanya akan terjual atau tidak. Bahkan mereka sangat mafhum ketika yang datang saat pembukaan pameran hanya sedikit orang. Demikianlah, sekali lagi saya dibukakan, bahwa karya yang jujur, karya yang datang dari hati yang dalam lah yang benar-benar bisa diterima oleh publik.

FOLLOW THE NEEDLES
Pameran kristik & sulam
Grup Seven Needles
Tirana Artspace | Jl Suryodiningratan 55 Yogyakarta 55141
1 – 27 Mei 2013




Workshop kristik dan sulam, Sabtu, 18 Mei 2013

FOLLOW THE NEEDLES…
Menjadi tema pameran grup Seven needles kali ini. FOLLOW THE NEEDLES memberi cerita atas proses dan karya 6 perempuan yang gemar bergulat dengan jarum dan benang, yang memiliki hobi menusuk-nusuk dan menarik-narik jarum dengan ekor benang warna-warni. Tentu saja bukan untuk menyakiti
J, namun menjadikan jarum dan benang sebagai medium bergelut dengan diri, dengan kesadaran, dengan kesetiaan, dengan kesabaran, dan cinta untuk menghasilkan sesuatu yang indah.

Embroidery, cross-stitch, sulaman bebas, apa pun needle works adalah proses keintiman diri kami. Adalah proses kolaborasi yang intim antara visi, mata, tangan, jari, perasaan, dan perhitungan/logika/pikir. Jarum ibarat kemudian karena sekali dia menusuk lalu menarik, dia akan membawa serta benang yang akan menorehkan pola yang sudah dirancang dan terukur. Kesadaran atas setiap tarik nafas berbarengan dengan kesadaran atas setiap tusukan dan tarikan jarum. Lalu senyum mengembang bersamaan dengan pola dan warna yang mulai menunjukkan cerita. Sesederhana ini kebahagiaan kami.


Lets enjoy follow the needles!
Mari kita alami dan rayakan proses intimasi bersama jarum-jarum, bersama buah cinta dari Tante Kristi Harjoseputro, Ani Himawati, Nur Cahyati Wahyuni, Rennie Emonk, Lusia Neti Cahyani, dan Titis Lailaningtyas. Semoga kebahagiaan dan kedamaian kecil yang kami rasakan beresonansi di sekitar kami dan menjalar... dan menular…
J


Peace &



Love,
Disusun oleh Ani Himawati.



TENTANG SEVEN NEEDLES
Waktu pertama kali saya mengangkat nama Seven Needles, banyak yang bertanya, mengapa seven, kok bukan five atau ten needles misalnya?

So, this is the story behind The Seven Needles
Berangkat dari kumpul-kumpul bersama teman-teman ( yang nota-bene mereka kebanyakan adalah teman-teman anak perempuan saya, yang menjadi teman saya juga); ngobrol punya ngobrol akhirnya terbentuk kelas menyulam yang sifatnya terbuka dan bebas. Setelah kelas pertama di Kinoki , workshop di LIP dan kelas kedua di Lakibini Resto, dari omongan iseng timbul niatan untuk memamerkan kemampuan para murid saya lengkap dengan hasil karya mereka. Dari berbagai latar belakang aktivitas murid-murid kelas menyulam yang beragam dan jauh dari kegiatan menyulam itu sendiri, terkumpullah tujuh peserta yang ikut pameran.

Kenapa Seven Needles? Yah… memang bukan karena pesertanya tujuh orang, walaupun memang ternyata peserta pameran pertama ini tujuh orang, tapi berdasar dari lamanya saya beraktivitas menyulam ini, saya menyimpulkan bahwa untuk menyulam, apapun, entah cross stitch, atau embroidery misalnya, tidak cukup hanya dengan satu jarum saja. Di bantalan jarum saya selalu tersedia sekurang-kurangnya tujuh jarum, kadang bahkan lebih, dengan berbagai warna benang yang terurai di ujungnya. Ternyata menyiapkan banyak jarum, tujuh misalnya , atau lebih, sangat mempermudah dan mempercepat pekerjaan saya, jadi saya nggak harus selalu bolak-balik melepas dan mengganti benang lain di jarum saya.

Terinspirasi dari “rasa” itu tadi, maka terciptalah nama Seven Needles, semoga nantinya dapat menjadi sebuah komunitas menyulam di Jogja.

Happy Stitching Everyone
Kristi Harjoseputro