Wednesday, September 05, 2012

'2nd World of Pandemonium'


THE VIRTUAL SECOND WORLD
Introduction to Isa Panic Monsta’s Solo Drawing Exhibition
Tirana Artspace, Yogyakarta | 15 September - 10 October 2012


Tirana Artspace, Yogyakarta has invited again a young talented artist Mohammad Isa Indra Permana to exhibit his best works. Among his friends he is better known as Isa Panic Monsta. He was born in Surakarta in March 14th, 1989. In 2010 he finished his study in Visual Communication Design Department, University of Sebelas Maret, Surakarta. At present he works an illustrator, bringing the name Isa Panic Monsta as his personal brand identity. For him, it is his first exhibition because previously he focused more on working in the field of graphic design. In the field of illustration, he has made good reputation both for his individual and collaborative works, including for the works he makes for sale. He has made collaborations with, among others, Sleep Party People, Sarasvati, Letter of Memories, Nudist Island, BRANDNA Magazine, Artmedium Concept Store, The Continuing Enigma, TOMCAT Playmate, and Zeec Lable.

Enjoying Isa Indra Permana’s works is like going into a children book of fairy tale, a book that is not wordy but rich of illustrations on each page.  The tales told through his works are so symbolic, classic and surrealistic pop in style. They show his perfectionism; the details of the lines are made precisely.  Based on three drawing exhibitions held in Tirana Artspace from April to September, actually we can take some unique things. Through the works exhibited we can find out the character or personality or even style of certain artist. Just observe these twelve works of Isa, they show that he is an artist who matters so much with details, mechanism and discipline. He was indeed raised in a family with such character. Despite his calmness, he is a very strong-willed and creative person.  He is interested on fashion world, novel and music.  These three things are very influential to his creativity and working.  In addition, he learns in depth psychological terms and things related to symbols.
His twelve drawing works are able to tell much about the theme of “2nd World of Pandemonium” exhibition. He indeed belongs to the global era, as other young people who are so familiar with many types of gadget, social networking and virtual world. He calls virtual world as a second world. The first one is the real world we go through every day, where we really live and socialize. His works represent this global modern phenomenon. He tries to visualize and discuss the hustle and bustle of the virtual world-based social networking onto his works. For him, this life is becoming more and more complex with too many complaints, twitters, and confusions as seen in the virtual world. We can feel the complexity as seeing his drawings with mechanic pencil on papers. 

Let us take a look at the work titled “My Mind is A Cage”; it describes a person with a symptom of “fear-drive”. According to psychology, “fear-drive” is a psychological symptom in which a person creates his/her own fear and tries to keep away from the fear. A person with this symptom is afraid of being cheated in the real world, so that he/she opts to live in virtual world. It is symbolized with the drawing of a golden cage, a safe place for one who is afraid of going to die if he/she steps out of it.

While the work titled “Don’t Trust Anyone” describes a person who becomes skeptical due to his/her distrust in his/her surrounding neighborhood. It is symbolized in the drawing with a body language of crossing arms. It shows an attitude of dismissal or introversion. The skeptical attitude especially is due to news from electronic media (symbolized by a mouth-headed bird) that often obscure the facts.  Individual with skeptical mind may become subject to brainwashing and propaganda other people make using media. Hence, he/she determines not to trust anyone in virtual world but God.     

The visualization of the work titled “Sign Out” more or less tells about the fury of person who has been tired and bored of the hustle and bustle of the virtual world and he is trying to get out of the situation. For him, virtual world is just a world that looks so real with rooms full of artificial pleasure only.

When asked what the difference between manual drawing and digital drawing/painting is, Isa explained that drawing manually is a way of training sensibility to and mastery of the media being used. It is considered the basic technique. Manual drawing also has bigger challenge compared to digital drawing that makes possible repetitions following mistakes.  In digital painting, it is easier to visualize ideas, because there are many supporting tools provided for us.  Drawing as mother of arts in his works is able to appear and prove itself as an essential and independent form of art. Accordingly, the works being exhibited have successfully expressed the wholeness of the artist’s statements.  

Nunuk Ambarwati

DUNIA KEDUA YANG MAYA

Tulisan Pengantar Pameran Tunggal Drawing karya Isa Panic Monsta
Tirana Artspace, Yogyakarta | 15 September – 10 Oktober 2012


Tirana Artspace, Yogyakarta kembali mengundang seorang yang muda dan bertalenta, Mohammad Isa Indra Permana untuk menggelar karya-karya terbaiknya. Bagi teman-temannya M. Isa Indra Permana lebih dikenal dengan panggilan Isa Panic Monsta.  Laki-laki kelahiran Surakarta tepatnya 14 Maret 1989. Tahun 2010, Isa menyelesaikan studi Diplomanya di jurusan Desain Komunikasi Visual, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Saat ini Isa lebih dikenal sebagai seorang illustrator; Isa Panic Monsta pun menjadi brand identity untuk karya-karya ilustrasinya selama ini. Bagi Isa, pameran kali ini merupakan pameran perdananya, karena selama ini Isa lebih banyak malang melintang di dunia desain grafis. Di ranah ilustrasi, Isa cukup banyak menorehkan catatan baik karya komersial, individual maupun kolaborasinya dengan beberapa rekan seperti Sleep Party People, Sarasvati, Letter of Memories, Nudist Island, BRANDNA Magazine, Artmedium Concept Store, The Continuing Enigma, TOMCAT Playmate, & Zeec Lable.

Menikmati karya Isa Indra Permana seperti masuk ke sebuah buku dongeng. Buku dongeng yang minim kata tapi kaya dengan ilustrasi fantasi lembar demi lembarnya. Dongeng yang penuh simbol, vintage dan beraliran pop surelias.  Hasil karyanya rapi, tebal tipisnya garis ia perhatikan dengan detail. Dari ketiga pameran drawing yang pernah dipamerkan di Tirana Artspace sepanjang April-September ini, sebenarnya kita bisa mengambil hal unik dari sana. Melalui karya-karya mereka tersebut, kita bisa mengetahui karakter atau kepribadian bahkan relevan dengan style atau penampilan seseorang. Perhatikan saja kedua belas karya Isa ini, menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang memperhatikan hal-hal yang rinci, mekanisme dan disiplin. Demikianlah Isa dilahirkan dalam sebuah  latar belakang lingkungan keluarga yang demikian. Meski terkesan sebagai pribadi yang kalem, namun dibalik itu, Isa juga seorang yang sangat bergejolak dan kreatif . Ia sangat tertarik dengan dunia fashion, buku atau novel dan juga musik. Ketiga hal ini sangat mempengaruhi dalam proses kreatif mau pun proses berkaryanya. Disamping itu, Isa juga menekuni kosakata psikologi dan hal-hal yang berkaitan dengan pembacaan simbol-simbol.

Keduabelas karya drawingnya mampu bercerita banyak tentang tema pameran ‘2nd World of Pandemonium’. Isa memang dilahirkan pada era global, sebagaimana anak-anak muda sekarang sangat familiar dengan gadget, jejaring sosial dan perilaku di dunia maya. Isa menyebutkan dunia maya itu sebagai dunia kedua. Dunia pertama adalah dunia nyata yang kita alami bersama sehari-hari, dimana kita sebenarnya hidup dan bersosialiasi.  Melalui karya-karyanya ini, Isa mencermati hal tersebut. Baginya, hiruk pikuk dan berbagai gesekan di jejaring sosial sangat banyak pembahasan untuk dia visualisasikan dalam karya-karyanya ini. Terlalu banyak keluhan, kicauan, kekacauan yang sesak; menurut Isa, bukannya menjadi lebih baik tapi semakin kompleks. Kompleksitas itu bisa kita rasakan dengan apik pada goresan-goresan pensil mekanik Isa di atas kertas.

Mari kita cermati karya yang bertajuk 'My Mind is A Cage',  yang menggambarkan seseorang dengan gejala 'fear-drive' . Dalam istilah psikologi, ‘fear drive’ adalah gejala psikis dimana individu menciptakan ketakutannya sendiri di dalam pikirannya dan berusaha menjaga diri dari rasa takut  tersebut. Bentuknya bisa bermacam-macam, mungkin dia takut dibohongi atau takut dicurangi ketika dia berada di dunia nyata, kemudian dunia maya adalah pilihan sebagai tempat tinggalnya. Hal ini disimbolkan dengan gambar sangkar emas pada karya Isa. Sangkar emas itu dia ciptakan sebagai ruang aman bagi dirinya dan sebaik mungkin jangan pernah berpikir untuk sekali-sekali melangkah keluar dari zona aman itu atau dia akan mati oleh rasa takutnya.

Sementara pada karya 'Don’t Trust Anyone' menggambarkan tentang individu yang memiliki sikap skeptis yang terbentuk karena rasa ketidakpercayaan akan lingkungan sekitar. Sikap ini digambarkan dengan bahasa tubuh seperti menyilangkan tangan dan memasukan tangan lainnya ke dalam. Hal ini memiliki kesan sebuah penolakan atau kesan tertutup. Sikap skeptis terutama oleh berita dari media elektronik (disimbolkan burung dengan mulut sebagai kepalanya) yang kini kadang mengaburkan fakta sebenarnya. Di dalam pikiran skeptik si sosok tersebut "mungkin segolongan tertentu bisa saja menggunakan media untuk mencuci otak ribuan publik dengan propaganda dan kata-kata mereka" . Dia lebih mengambil sikap untuk tidak percaya siapapun di dunia maya terkecuali Tuhan.

Visualisasi karya yang berjudul ' Sign Out' kurang lebih menceritakan gejolak seorang individu yang  sudah penat dan bosan dengan hiruk pikuk dunia maya dan ia mencoba keluar dari situasi tersebut. Baginya dunia maya hanyalah tempat semu yang tampak begitu nyata dan deretan ruang sebagai tempat untuk  mencari kesenangan fana saja.

Ketika ditanya apa yang membuat berbeda ketika menggambar media manual dengan media digital, Isa menjelaskan ketika menggambar manual sama halnya melatih kepekaan dan penguasaan terhadap media yang sedang digambar sebagai teknik dasar. Menggambar media manual juga memiliki tantangan yang lebih besar dibanding digital painting yang memungkinkan pengulangan bila terjadi kesalahan sewaktu eksekusi karya. Di samping itu  digital painting dengan berbagai macam piranti bantu yang tersedia lebih memudahkan untuk memvisualkan gagasan. Drawing sebagai mother of arts  (dasar bagi segala hal dalam seni rupa) pada karya-karya Isa mampu hadir dan membuktikan dirinya sebagai karya seni yang utuh dan berdiri sendiri. Pada fungsi ini karya-karya Isa Panic Monsta ini telah memperlihatkan kelengkapan pernyataan seniman.

Nunuk Ambarwati