Wednesday, September 19, 2007

Summary Pameran Jogja Gallery



TENTANG JOGJA GALLERY [JG]

Daerah Istimewa Yogyakarta [DIY] merupakan kota budaya, bersejarah dan potensial untuk dikembangkan menjadi salah satu pusat tujuan pariwisata internasional. Sebagai kota yang memiliki kekayaan seni dan seniman-seniman bertaraf dunia, Yogyakarta memerlukan gebrakan baru dalam memfasilitasi potensi tersebut, dan hal yang belum dimiliki adalah sebuah galeri seni dengan kualitas dan tekonolgi bertaraf internasional. Untuk itu Jogja Galleru hadir di tengah-tengah pesatnya perkembangan seni visual Indonesia

Jogja Gallery [JG], sebagai ‘Gerbang Budaya Bangsa’ berdiri di Yogyakarta, 19 September 2006. Diresmikan penggunaannya oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta [DIY], Sri Sultan Hamengku Buwono X. Bertempat di 0 (nol) kilometer atau Alun-alun Utara, berada di kawasan heritage, pusat kota Yogyakarta, menempati bekas gedung bioskop Soboharsono (berdiri 1929) yang telah berfungsi sejak jaman penjajahan Belanda. Jogja Gallery sebagai galeri seni visual yang didirikan oleh PT Jogja Tamtama Budaya, bekerja sama dengan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat (selaku pemilik tanah dan bangunan) membawa peran penting yaitu sebagai media pertemuan antara pekerja seni dengan masyarakat luas. Program pelayanan publik yang telah dirancang antara lain pameran berkala, kerja sama non pameran, friends of Jogja Gallery, perpustakaan, art award forum, lelang karya seni, art shop, kafe dan restoran.

STRUKTUR ORGANISASI JOGJA GALLERY
Dewan Pengawas : KGPH Hadiwinoto, Bambang Soekmonohadi
Dewan Penasehat : Dr. Oei Hong Djien, Prof. Soedarso SP, M.A.
Direktur Utama : Sugiharto Soeleman
Direktur Pengembangan : Soekeno
Direktur Eksekutif : KRMT. Indro ‘Kimpling’ Suseno
Kurator : Mikke Susanto
Manajer Program : Nunuk Ambarwati
Manajer Keuangan : Endah Wahyuningsih
Sekretaris : Elly A. Mangunsong, Herdhiningrum Oktya Dewi
Staf Keuangan : Kusuma Febriani Putri
Staf Pameran : R. Daru Artono, Puji Rahayu, Norisma Andi S
Staf Teknis : Nanang Sukriyanto, FX. Dwi Hartanto
Staf Umum : Mudita Arya Kirana, Kuwat
Resepsionis : Suprapti
Staf Keamanan : Soni, Tri, Nur & PT Total Security
Desainer grafis : Dimas Bayu Arfianto
Penjaga pameran : Junia Sriwiwita, Zulfan Siahaan, Jeffer Simangunsong
Office boy & cleaning service : CV Yogya Yatra

Jam buka galeri – Selasa – Minggu; Senin tutup, pukul 09.00 – 21.00 WIB
Tiket masuk – Rp. 3.000,- / orang

Jogja Gallery [JG]Jalan Pekapalan No 7, Alun-alun Utara Yogyakarta 55000
Telepon +62 274 419999, 412021
Telepon/Fax +62 274 412023
Telepon/SMS +62 274 7161188, +62 888 696 7227
Email : jogjagallery@yahoo.co.id
info@jogja-gallery.com
http://www.jogja-gallery.com/


PAMERAN SENI VISUAL DI JOGJA GALLERY
SEPTEMBER 2006 – SEPTEMBER 2007

1+ 2 a. Pameran Seni Visual ‘ICON: Retrospective’ (19 September – 20 November 2006)Sifat pameran: kelompok, undangan
Kurator: M. Dwi Marianto dan Mikke Susanto
Seniman peserta: Affandi, Fadjar Sidik, Widayat, Aming Prayitno, Edhi Sunarso, Nyoman Gunarsa, Made Wianta, G. Sidharta, Sudarisman, Suatmadji, FX. Harsono, Bonyong Munny Ardhi, Hardi, Haris Purnama, Tulus Warsito, Ivan Haryanto, Ronald Manullang, Dede Eri Supria, Moelyono, Studio ‘Brahma Tirta Sari’: Agus Ismoyo & Nia Fliam, Eddie Hara, Heri Dono, Agus Kamal, Boyke Aditya, Nengah Nurata, Ivan Sagita, Sutjipto Adi, Lucia Hartini, Linda Kaun, Nindityo Adipurnomo, Mella Jaarsma, Dadang Christanto, Anusapati, Djoko Pekik, Entang Wiharso, Nasirun, Hedi Hariyanto, Agus Suwage, Agung Kurniawan, Hanura Hosea, Kelompok Seni Rupa Jendela, Made Sumadiyasa, Made Sukadana, Putu Sutawijaya, Nyoman Sukari, Noor Sudiyati, Iwan Wijono, Ugo Untoro, S. Teddy D, I Nyoman Masradi, Kelompok Apotik Komik, Komunitas Seni & Budaya Taring Padi, Ruang MES 56, Eko Nugroho & Daging Tumbuh, Abdi Setiawan, Budi Kustarto, the House of Natural Fiber, Yuli Prayitno, pameran ‘Yogyapan-Jepangkarta’: Seiko Kajiura, Yogyakarta Urban Art Movement, Sigit Santoso.

Pameran ini merupakan penanda berdirinya Jogja Gallery. ‘ICON’ mengetengahkan berbagai fenomena, karya atau person yang menjadi tajuk penting pada era 1970-2000 di Yogyakarta. Melalui pameran yang bersifat retrospektif semi dokumenter ini, Jogja Gallery berharap sebagai bentuk awal dari bentuk penghargaan dan terima kasih kami kepada para perupa yang terlibat dan mewarisi dan mengembangkan seni-budaya yang mewarnai budaya kota Yogyakarta ini.

b. ‘Pallingjang : Salt Water’ (19 September – 20 November 2006)Sifat pameran: kelompok, undangan
Kurator: Peter O’ Neill
Seniman peserta: Jo Davis, Robyn Charles, Charles Wilson, Ben Brown, Kevin Maxwell Butler, Marylin (Mally) Smart, Garry Jones, Reggie Ryan, Leanne Morris, Vicki Slater, David Dunn, Lindy Lawler, Lynette Moylan, Gwendolin Stewart, Val Saunders, Jodi Stewart, Georgina Parson, Mathew Carriage.
Pameran koleksi seni lukis Aborigin bekerja sama dengan Wollongong University, Australia.
Merupakan pameran yang menampilkan karya seniman Aborigin dari Illawarra dan South Coast Australia.

3+4 a. ‘Young Arrows: 40 Perupa Muda Terdepan Indonesia’ (2 Desember – 5 Januari 2007)Sifat pameran: kelompok, undangan dan kompetisi terbuka
Kurator: M. Dwi Marianto dan Mikke Susanto
Seniman peserta: AC. Andre Tanama, Ade Darmawan, Adi Gunawan, Agus Yulianto, Ahmad Sobirin, Ayu Arista Murti, Caroline Rika Winata, Anang Asmara, AT. Sitompul, Dadi Setiyadi, Dewa Ngakan Made Ardana, Dewi Aditya, Dipo Andi, Eddy Sulistyo, Feri Eka Chandra, G. Prima Puspitasari, Heri Purwanto, I Made Gede Surya Darma, I Made Arya Palguna, I Wayan Kun Adnyana, I Wayan Sudarna Putra, I Wayan Upadana, Januri, AG. Kus Widananto a.ka. Jompet, Laksmi Sitharesmi, M. Yusuf Siregar, Moch. Sofwan Zarkasi ‘Kipli’, Nano Warsono, Polenk Rediasa, Samsul Arifin, Saroni, Setu Legi a.k.a Hestu, Suroso [Isur], Teguh Wiyatno, Terra Bajragosha, Wahyu Santosa, Waluyohadi, Wedhar Riyadi, Wibowo Adi Utama, Wimo Ambala Bayang.

Mengapa diberi judul Young Arrows yang terjemahan harafiahnya ‘anak-anak panah muda’? Frase metaforik ini menerangkan pameran kedua di Jogja Gallery yang mengupayakan hadirnya karya-karya sejumlah perupa yang usianya paling tua 35 tahun. Via pameran ini Jogja Gallery menganggap perlu mengumpulkan karya yang secara menarik merefleksi jaman dari para perupa muda untuk dipamerkan bersama, dilihat secara keseluruhan, guna dimaknai sebagai salah satu fenomena perkembangan kesenirupaan negeri ini.

b. ‘Rhytm and Passion’ (2 Desember – 5 Januari 2007)Sifat pameran: kelompok, undangan
Kurator: M. Dwi Marianto dan Mikke Susanto
Seniman peserta: Askanadi, Made Wiguna Valasara, Beatrix Hendriani Kaswara, Nanda Hanifa Kamal, I Wayan Sudjana ‘Suklu’, Yon Indra, Yunizar.

Pameran ini memperlihatkan kecenderungan lain yang menarik dalam perkembangan seni lukis di Indonesia dewasa ini. Kecenderungan yang digulirkan, meskipun secara kuantitas (jika dibandingkan jumlah perupa di Indonesia) terbilang kecil, namun penting dikemukakan sebagai bukti atas bergeraknya dunia pemikiran seni rupa. Kecenderungan menarik yang dimaksud adalah mengarah ke penggunaan salah satu unsur penting dalam kajian seni rupa: garis.

5. ‘Id : Hanafi’ (13 Januari – 2 Februari 2007)
Sifat pameran: tunggal, pameran keliling
Kurator: Jim Supangkat dan Arief Ash Sidiq
Seniman: Hanafi

Pameran tunggal karya seniman Hanafi yang merupakan kerjaa sama O House Gallery, Jakarta dengan Jogja Gallery. Pameran ini merupakan bagian dari pameran keliling Hanafi, yang dikenal dengan karya abstraknya, dimana sebelumnya diselenggarakan di Galeri Nasional, kemudian ke Jogja Gallery, ke Bali dan selanjutnya ke Barcelona, Spanyol.

6+7 a. ‘Bonding the Brotherhood between Tunisia and Indonesia’ (10 – 20 Februari 2007)Sifat pameran: kelompok
Seniman peserta: Abdelmaksoud Najoua, Belkhodja Nejib, Bellagha Ali, Ben Yahia Basma, Bouderbala Meriem, El Bekri Abdelmajid, Gorgi Abdelaziz, Hajjeri Ahmed, Hnene Mokhtar, Karabibene Halim, Mehdaoui Nja, M’Naouar Asma, Thabouti Adbelhamid, Thabti Neji, Zouari Mohamed.

Kerjasama dengan Kedutaan Besar Republik Tunisia di Jakarta– sebuah pameran seni lukis karya 16 seniman asal Tunisia. Pameran ini bertujuan untuk meningkatkan hubungan antara dua komunitas: negara, bangsa dan rakyat Tunisia dan Indonesia.

b.‘Agraris Koboi!’ (10 – 20 Februari 2007)
Sifat pameran: kelompok, undangan
Kurator: Mikke Susanto
Asisten kurator: Yohanes Sumaryanto Nurjoko
Seniman peserta: Agus Yulianto, Arie Dyanto, Decky ‘Leos’ Firmansyah, Eko Dydik ‘Codit’ Sukowati, ‘Iyok’ Prayogo, Iwan ‘Pandir’ Effendi, Krisna Widyathama, Nano Warsono, Riono Tanggul a.ka. Tatang, Uji ‘Hahan’ Handoko, Wedhar Riyadi.

Pameran ini mengetengahkan fenomena seni rupa kontemporer di Yogyakarta yang konon masih dianggap sebagai bagian dari kultur besar [sub kultur]. Memberi ketegasan untuk menandai mereka, perupa peserta pameran, dalam satu gaya/fenomena yang di sela berbagai kecenderungan yang berkembang di Yogyakarta.

8. Pameran dan bursa seni lukis ‘EKSISTEN’ (27 Februari – 25 Maret 2007)
Sifat pameran: kelompok, undangan
Kurator: Mikke Susanto
Exhibition advisor: Heri Pemad
Seniman peserta: Agus Triyanto BR, Aji Yudalaga, Anang Asmara, Anggar Prasetya, Andy Wahono, Bambang Herras, Dedy Maryadi, Denny ‘Snod’ Susanto, Didik Nurhadi, Erizal AS, Hadi Soesanto, Hamdan, Herly Gaya, I Gusti Ngurah Udiantara, I Nyoman Darya, Iwan Sri Hartoko, Julnaidi MS, Kusmanto, Luddy Astaghis, M. Andi Dwi, Nanang Warsito, Nasirun, Nico Siswanto, Niko Ricardi, Oskar Matano, Robi Fathoni, Saepul Bahri, Riduan, Slamet ‘Soneo’ Santoso, Setyo Priyo Nugroho, Sito Pati, Stefan Buana, Wara Anindyah.

Pameran ini diselenggarakan turut merespon pasar malam dan agenda tahunan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat: SEKATEN. Dalam pameran ini perupa diharapkan dapat memberi sumbangan kreatif berupa karya-karya yang memiliki tema untuk mengingat kembali keberadaan dan sejarah kota Yogyakarta. Hal ini menarik dilakukan agar publik merasakan kembali bagaimana kota Yogyakarta yang telah berusia 250 tahun ini berjalan.

Meskipun pameran ini pada dasarnya mendukung gebyar pasar malam SEKATEN, tetapi juga menyimpan tujuan yang sangat berarti yaitu memberi rangsangan untuk mengingat berbagai kejadian dan situasi yang telah, sedang dan mungkin akan terjadi di Yogyakarta. Gambaran-gambar tentang berbagai aktivitas (yang menjadi perhatian banyak orang Jogja), polemik (tentang berbagai kebijakan dan kejadian kota), atau ruang-ruang publik Jogja dapat dikaitkan dengan isi dan tema karya yang akan dipamerkan dalam pameran ini. Adapun secara konsep teknis dan visual, pameran ini membuka peluang terhadap berbagai gaya, pendekatan visual maupun aliran pemikiran.

9+10 ‘Domestic Art Objects & StillLife’ (1 – 15 April 2007)
Sifat pameran: kelompok, undangan dan kompetisi terbuka
Kurator: Mikke Susanto
Asisten kurator: Ronald Apriyan
Exhibition advisor: Eko Agus Prawoto dan Hermanu
Seniman peserta: Yani Mariani Sastranegara, Hardiman Radjab, Eko Agus Prawoto, F. Sigit Santoso, I Wayan Sudjana ‘Suklu’, Awan Simatupang, I Wayan Cahya, Hadi Soesanto, Noor Ibrahim, Probo, M. Pramono Irianto, Ali Umar, Hedi Hariyanto, Kokok P Sancoko, Grace Tjondronimpuno, Sri Maryanto, Alexis, Waluyohadi, Prilasiana, Indrayanti, Aji Yudalaga, Putu Agus Sumiantara, Ketut Moniarta, Dieta Gambiro, Made Dodit Artawan, Eka Kusumatuti, Hariadi Nugroho, Made Gede Wiguna Valasara, I Putu Aan Juniarta, Khusna Hardiyanto, Koes ‘Doyok’ D, Mochammad Jamaludin, Winarso, Yulius Heru P, Vani HR.

Pameran ini adalah sebuah contoh bagaimana perupa menghilangkan sekat-sekat disiplin seninya. Ia bahkan juga bertindak menghilangkan batas-batas konvensi seni. Lalu melahirkan ’kesan antara’ benda seni dan bukan, menghilangkan perbedaan antara benda fungsi dan bukan, atau mencerai-berai status antara benda elite dan massal. Dalam pameran ini, 35 perupa (dari Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Solo, Bali, Surabaya) secara khusus mengolah benda-benda keluarga atau rumah tangga. Mereka boleh mengungkapkan ide-idenya dengan pendekatan yang berbeda. Hasilnya terlihat bahwa pendekatan parodi dan formalisme menjadi pilihan yang sering dipakai. Sehingga yang muncul di sana adalah kesan unik, kontekstual, sekaligus cerdas menyiasati ruang. Dengan begitu, Anda sebagai penonton disuguhi karya-karya yang memiliki spirit belajar dan bermain. Inilah perjalanan proses kreatif ‘baru’ dari refleksi budaya kontemporer. Dimana simplicity, dekonstruktif, interaktif, dan konseptual menjadi nilai investasinya.

11. ‘The Thousand Mysteries of Borobudur’ (20 April – 9 Mei 2007)

Sifat pameran: kelompok, undangan & kompetisi terbuka
Kurator: Mikke Susanto
Seniman peserta: Affandi, Daoed Joesoef, Srihadi Soedarsono, IGN Hening Swasono PH, Pius Sigit Kuncoro, Dani Agus Yuniarta, Ismail, Ismanto, Heri Purwanto, Toni Ja’far, Riduan, I Made Supena, Agung ‘Tato’ Suryanto, Andi Hartana, Arif Sulaiman, Cipto Purnomo, Eko ‘Kota’ Haryono, Endra, Erianto, Erizal AS, Gatot Indrajati, Ismed [SAJO], Mufi Mubaroh, Setiawan Nugroho, Setyo Priyo Nugroho, Ugy Sugiarto, Slamet ‘Soneo’ Santoso, Studio Samuan, M. Faizal R, I Gede Made Surya Darma, Marselli Sumarno, Jay Subiakto, Garin Nugroho, Sigit Ariansyah.

Merupakan pameran seni visual hasil kerjasama dengan UNESCO Office, Jakarta, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI dan Jogja Gallery, yang menggandeng mitra kerja Universitas Gadjah Mada [UGM] Yogyakarta, PT Taman Wisata Candi, Balai Konservasi Peninggalan Borobudur dan Jogja Film Commission. Pameran yang dibuka Jumat, 20 April 2007, menandai bahwa Borobudur telah hidup kembali. Lewat tampilan-tampilan seni visual dari berbagai karya baik lukisan, patung, grafis, fotografi, video dan sebagainya sebagai sebentuk ‘saksi’ atas eksistensi Borobudur. Disamping itu pula, terselenggaranya pameran ini merupakan hasil kerja sama yang harmonis dari berbagai kalangan, baik swasta mau pun pemerintah guna lebih meningkatkan, mendukung dan mempromosikan pariwisata dan kebudayaan Indonesia, yang merupakan tanggung jawab semua pihak.

Dalam kaitan pameran ini, penyelenggara juga menggelar serangkaian program edukasi yang bekerja sama dengan berbagai pihak. Berbagai program edukasi tersebut akan difokuskan pada isu terkini perihal Borobudur dan warisan saujana yang melingkupinya. Program edukasi ini menjadi dianggap poin penting pula dalam rangkaian kegiatan ini oleh pihak penyelenggara, terutama UNESCO, sebagai salah satu bentuk pendidikan alternatif kepada kalangan akademisi untuk lebih mensosialisasikan berkaitan dengan banyak displin ilmu [sejarah, arsitektur, arkeologi, seni rupa, religi dan sebagainya] mengenai Candi Borobudur.

12. ‘Transposisi : Lukisan-lukisan Kolektor Jateng –DIY’ (22 Mei – 26 Juni 2007)Sifat pameran: kelompok, undangan
Kurator: Mikke Susanto
Exhibition advisor: Dr. Oei Hong Djien
Kolektor peserta pameran: Alexander Ming, Butet Kertaredjasa, Bambang Soekmonihadi, Deddy Irianto, Deddy PAW, Harsono, Hasan Berlian/Siswanto HS, Nasirun, Oei Hong Djien, Oki Widiyanto, Rahadi Saptata Abra, Simon Tan Kian Bing, Soekeno, Sugiharto Soeleman.
Seniman peserta pameran: Affandi, Agus Kamal, Anthony David Lee, Anton Huang, Amri Yahya, Bambang Darto, Bagong Kussudiardja, Budi Ubrux, Erica Hestu Wahyuni, Fadjar Sidik, Gusti Alit Cakra, Gusmen Hariadi, Hardi, Handiwirman Saputra, Hendra Gunawan, Ivan Sagita, Liu Guoqiang, Lucia Hartini, Nashar, Otto Djaja, Pupuk Daru Purnomo, S. Soedjojono, Semsar Siahaan, Sugiyo Dwiharjo, Suatmadji, Tulus Warsito, Vincent van Gogh.
Melalui pameran ini diundang sejumlah kolektor. Mereka menampilkan koleksi mereka yang secara khusus mewakili tujuan dari aksi mengoleksinya. Mereka rata-rata tinggal di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta [DIY]. Memamerkan koleksi lukisan para kolektor, merupakan upaya Jogja Gallery untuk memberikan apresiasi kepada para kolektor, betapa kiprah mereka telah memberikan sumbangan besar terhadap kemajuan peradaban seni rupa Indonesia. Sekaligus juga memberikan kesempatan kepada masyarakat umum, untuk memasuki ‘alam’ dunia koleksi, sehingga diharapkan dapat memberikan dorongan terhadap pertumbuhan masyarakat kolektor.

13. Pameran seni visual Post-Kaligrafi - ‘Kalam dan Peradaban’ (7 Juli – 12 Agustus 2007)
Sifat pameran: kelompok, undangan
Kurator: Mikke Susanto
Seniman peserta: Agus Kamal, Arahmaiani, AD. Pirous, Anwar Sanusi, Abay D. Subarna, Alperd Roza, Chusnul Hadi, D. Sirojuddin AR, Erna Garnasih Pirous, Hendra Buana, Is Hendri Zaidun, Ismanto, KH. Mustafa Bisri, M. Pramono Irianto, Meri Suska, Muhammad Zuhri, Nasirun, Nasrul, Rispul, Robeth Nasrullah, Sunaryo, Salamun Kaulam, Syahrizal Koto, Syaiful Adnan, Titarubi, Tulus Warsito, Yetmon Amier, KH. D. Zawawi Imron, Zulkarnaini.
Sepanjang masa, kaligrafi telah dikenal sebagai sebuah kebudayaan tersendiri. Kaligrafi mendapat tempat terhormat dalam perkembangan seni Islam, termasuk yang terjadi dalam bidang arsitektur sampai ke syair. Kaligrafi adalah dasar dari seni perangkaian titik-titik dan garis-garis pada pelbagai bentuk dan irama yang tiada habisnya serta tidak pernah berhenti merangsang ingatan (dzikir) akan situasi hati.
Kaligrafi adalah sebutan yang mengarah pada penjelmaan perasaan seseorang, melewati huruf. Penjelmaan jiwa duniawi yang secara terus-menerus memberi pesan spiritual. Menurut Hossein Nasr, beberapa pokok penting dalam kaligrafi misalnya: pertama, mengenai hubungan atau pertalian asal seni ini antara Ali (wakil par excellece dari esoterisme Islam setelah Nabi) dengan beberapa tokoh spiritual Islam pertama yang dipandang sebagai kutub tasawuf dalam Islam Sunni serta imam-imam Syafi’i. Kedua, kaligrafi ditulis oleh tangan-tangan manusia yang terus dipraktikkan secara sadar sebagai emulasi manusia terhadap Tindakan Tuhan, meskipun “jauh dari sempurna”. Ketiga, kaligrafi tradisional didasari oleh sebuah ilmu pengetahuan tentang seluk-beluk dan irama geometris yang tepat.

14. Pameran seni lukis Creative Drawing Exhibition - karya anak-anak siswa Global Art ‘Bersemangat Meraih Cita-cita’ (10 – 12 Agustus 2007)
Jika kita berbicara tentang pameran lukisan;, pastilah yang terlintas dalam benak kita adalah hasil karya seniman dewasa profesional, dengan seluruh sisi pandang seni dan pola pikir yang mungkin hanya bisa dinikmati oleh golongan tertentu. Atribut aliran; yang dikenakan pada lukisan pun beraneka ragam, seperti: aliran realis, surrealisme, abstrak, dan lain sebagainya.
Namun kapankah kita pernah melihat sebuah pameran lukisan hasil karya anak-anak? Global Art Jogja mengadakan sesuatu yang berbeda dari pameran biasanya, yaitu pameran karya anak; yang menampilkan lukisan siswa-siswi Global Art yang tentu saja sebagai anak-anak, mereka masih polos, naif, namun penuh semangat, disiplin, berdedikasi, dan potensial! Pameran tersebut akan dikemas dengan profesional, termasuk acara lelang lukisan untuk tujuan sosial, sehingga siswa-siswi dapat menjadi insan yang peduli dengan orang lain dan membanggakan orang tua mereka.
Tujuan pameran ini adalah kami mengarahkan aktivitas seni; sebagai jembatan siswa-siswi untuk menapaki kehidupannya. Satu langkah pertama yang penting namun (disayangkan) sering terabaikan adalah membuat CITA-CITA.

15. Pameran Seni Visual dalam rangka turut memperingati 200 Tahun Raden Saleh, dengan tema ‘Ilusi-Ilusi Nasionalisme’ (18 Agustus – 9 September 2007).Sifat pameran: kelompok, undangan & kompetisi terbuka
Kurator: Mikke Susanto
Seniman peserta pameran: Abay D. Subarna, Ahmad Sobirin, AS. Kurnia, Astari Rasjid, Askanadi, Andy Wahono, Anang Asmara, Bambang Pramudiyanto, Bambang Sudarto, Budi Kustarto, KH. D. Zawawi Imron, Denny ‘Snod’ Susanto, Dadi Setiyadi, Dani Agus Yuniarta, Deni Junaedi, Dyan Anggraini Hutomo, Doel AB, Elyezer, Eddy Sulistyo, Eduard [Edo Pop], Eko Didyk ‘Codit’ Sukowati, Gatot Indrajati, Gusar Suryanto, Hanafi, Haris Purnomo, Heri Dono, Ivan Sagito, Imam Abdillah, Made Wiguna Valasara, Melodia, Mulyo Gunarso, Nana Tedja, Nanang Warsito, Nurkholis, Putut Wahyu Widodo, Pius Sigit Kuncoro, Pintor Sirait, R. Aas Rukasa, Riduan, Rosid, Ronald Manullang, Rudi Winarso, S. Teddy D, Samsul Arifin, Suraji, Suroso [Isur], Ugy Sugiarto, Willy Himawan, Wilman Syahnur, Yuswantoro Adi.

Pameran ini dilaksanakan dalam rangka turut menyemarakkan hari Kemerdekaan RI yang ke-62 dan memperingati eksistensi almarhum Raden Saleh Syarif Bustaman. Pameran yang diselenggarakan secara reguler oleh Jogja Gallery kali ini bersifat pameran kelompok, berskala nasional [diikuti oleh kurang lebih 40 perupa Indonesia] dan akan mengetengahkan karya-karya terkini perupa Indonesia yang mengambil inspirasi dari ikon seni Indonesia pertama yang berhasil mempengaruhi dan memperkenalkan Indonesia kepada dunia luar, yaitu Raden Saleh Syarif Bustaman. Dalam pameran ini kami mengajak para perupa ternama Indonesia untuk secara khusus mencermati lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro, bukan yang lain. Karena dengan lukisan ini semangat nasionalisme (oleh sebab itu pameran ini diselenggarakan pada bulan Agustus yang sakral bagi bangsa Indonesia), hendak diuji kembali, dikaji kembali dalam bentuk apa saat ini nasionalisme tersebut berjalan. Dalam beberapa hal, lukisan Raden Saleh ini juga memuat misteri yang tidak saja visual, namun juga dapat melahirkan lagi misteri dan ilusi-ilusi tentang berhagai hal yang lain. Dalam pameran ini juga dipamerkan reproduksi karya lukisan Raden Saleh Syarif Bustaman ‘Penangkapan Pangeran Diponegoro’ yang merupakan koleksi Istana Kepresidenan Republik Indonesia di Yogyakarta [Gedung Agung].

16. Pameran Seni Visual 1st Anniversary of Jogja Gallery ‘Portofolio #1’
(19 September – 21 Oktober 2007)
Sifat pameran: kelompok, terbuka
Kurator: Mikke Susanto
Alexis, Andy Wahono, Antoni Eka Putra, Anthony David Lee, Arie Dyanto, AT. Sitompul, Catur Bina Prasetya, Denny ‘Snod’ Susanto, Deddy PAW, Didik Nurhadi, Dadi Setiyadi, Djoko Pekik, Donna Prawita Arrisuta, Erizal AS, Feri Eka Chandra, Hamdan, Hari Budiono, Heri Purwanto, KRMT. Indro ‘Kimpling’ Suseno, I Gede Made Surya Darma, I Gusti Ngurah Udiantara, I Made Arya Palguna, I Made Supena, Iwan Effendi, I Wayan Cahya, I Wayan Sujana ‘Suklu’, I Wayan Sumantra, Januri, Luddy Astaghis, Mikke Susanto, M. Irfan, Made Wiguna Valasara, Muji Harjo, Mulyo Gunarso, Nanang Warsito, Nasrul, Nasirun, Nadiah Bamadhaj, Nico Siswanto, Niko Ricardi, Puji Rahayu, Riduan, Robi Fathoni, Saftari, Suraji, Syahrizal Zain Koto, Suroso [Isur], Wahyu Santosa, Wibowo Adi Utama, Yani Mariyani Sastranegara.

Pameran reportatif mengenai perjalanan pameran seni visual di Jogja Gallery sepanjang tahun 2007 sekaligus merayakan eksistensi 1 tahun berdirinya Jogja Gallery. Dalam pameran ini akan ditampilkan kembali karya-karya terbaru dari seniman-seniman yang pernah pameran di Jogja Gallery.