Monday, October 29, 2018

Laporan Akustik Asyik

"Akustik Asyik" - Business Project Bintang Tanatimur
Tirana Kitchen | 20.10.2018


Aksi Bintang Tanatimur (13th) seperti ini patut dicontoh, meskipun karena tugas sekolah; Bintang memilih berniaga dengan menggelar aksi musik & menggalang dukungan dana untuk korban bencana di Palu. Teman sekelas Bintang yang lain ada yang memilih berjualan makanan, menjual jasa cuci motor dan cuci piring. Bintang, seperti halnya teman sekelasnya, mendapatkan modal Rp 10rb dari sekolah, dengan modal tersebut ia harus berniaga untuk mendapatkan laba halal Rp 100rb dalam kurun waktu 2 bulan. Uang tersebut digunakan untuk keperluan sekolah. Tugas sekolah ini upaya agar anak mengembangkan jiwa kewirausahaannya.

Begini Bintang membuat aksinya, Bintang menyiapkan lagu yang akan dinyanyikannya sendiri dengan bermain gitar. Bintang juga mengundang sepupunya dan ayahnya menjadi bintang tamu di acara tersebut dengan memainkan beberapa lagu. Selama berlangsungnya acara, sepupu Bintang yang lain membagikan amplop kosong. Setelah acara selesai, amplop dikembalikan. Acara berlangsung sekitar 2 jam, diselingi antara menyanyi dengan sambutan, testimoni dan harapan untuk Bintang. Dihadiri sekitar 50 kolega Bintang dan keluarganya. Ada pula beberapa undangan yang tidak hadir saat acara tersebut dan mengirim uang melalui transfer langsung ke rekening Bintang. Bintang sendiri yang membuka amplop dan cek berapa jumlah uang yang ia terima.

Bagi saya, ini tidak semata-mata tugas sekolah. Kita bisa melihat bagaimana peran orang tua dan keluarga sangat bersinergi agar anak bisa menyelesaikan tugasnya. Orang tua dan keluarga Bintang mendukung penuh upaya niaga ini, menghubungkan ke saya (Tirana) untuk menyediakan ruang, mengundang kolega, menemani latihan, membantu menjadi bagian dari acara tersebut. Terlihat sangat didukung penuh.

Alhamdulillah Bintang mendapat jauh melebihi dari target, yaitu lebih dari Rp 3 Juta. Kelebihan tersebut ia sumbangkan untuk membantu temannya di Palu (lihat posting IG @nemu.buku). Sebuah perpustakaan, penggerak literasi di Palu yang ikut sebagai korban bencana gempa dan tsunami beberapa waktu lalu. Kebetulan penggerak Nemu Buku sudah dikenal oleh keluarga Bintang, sehingga sumbangan kepadanya benar-benar diberikan kepada pihak yang tepat sasaran. 

Saya yakin beberapa sekolah sudah menerapkan hal ini kepada anak didiknya. Membuat upaya-upaya kreatif dan asyik agar anak didiknya memiliki kepekaan entrepreneurship sejak dini.

Aksi Bintang tersebut membuat saya miris ketika beberapa hari setelahnya, saya mendengar cerita ada sebuah organisasi (beranggotakan orang dewasa dan produktif kerja) yang hendak menyelenggarakan acara, kemudian mereka mencari sumbangan dari kafe ke kafe. Cara mereka mencari sumbangan dengan "menjual nama" seseorang (sebut saja Pak X) yang mereka anggap bisa membuat pemilik kafe mengucurkan donasinya. Dari sekian kafe yang disasar, ada beberapa yang belum bisa memberikan donasinya. Dengar kabar, Pak X meminta laporan kafe mana saja yang tidak memberikan donasi. Kemudian kata Pak X, lihat saja nanti kita "mainkan" (artinya: akan kita kasih pelajaran). Trenyuh saya mendengar cerita ini. Sementara Bintang, notabene masih anak usia 13 tahun, dia melakukan upaya sedemikian rupa agar bisa mendapatkan uang Rp 100rb dan kelebihannya disumbangkan. Sementara organisasi yang saya ceritakan diatas melakukan aksi pengumpulan donasi dengan cara yang kurang etis. Semoga generasi-generasi Bintang dan seterusnya bisa mencari laba dengan kerja benar, kerja keras, kerja halal dan bermanfaat bagi banyak orang.




Sunday, October 21, 2018

Seni Abstrak Indonesia

SENI ABSTRAK INDONESIA
Hyatt Regency Yogyakarta, Oktober 2018

Abstrak dalam seni rupa berarti ciptaan-ciptaan yang terdiri dari susunan garis, bentuk dan warna yang sama sekali terbebas dari ilusi atas bentuk-bentuk di alam. Tetapi secara lebih umum, adalah seni dimana bentuk-bentuk alam itu bukan sebagai objek ataupun tema yang harus dibawakan, melainkan sebagai motif saja. Seni abstrak juga disebut sebagai seni nonrepresentasional. (Diksi Rupa, halaman 3).




Pameran Seni Abstrak Indonesia kali ini menghadirkan 4 perupa muda dengan latar belakang sosial, pendidikan dan budaya yang berbeda. Latar belakang tersebut akan menjadi bagian dari karakter abstrak mereka masing-masing. Arif Hanung T dengan tema landscape yang syahdu, sementara karya-karya Dedy Sufriadi menghadirkan karya abstrak ekspresionisme yang sangat kuat goresan catnya, nikmati pula karya Seppa Darsono dan Dwi Hariyanta yang lebih berani dengan komposisi warna, menampilkan figur dengan tema naif yang dekat dengan keseharian.

Arif Hanung T, "Homesick", 2016

Arif Hanung TS (Yogyakarta, 1990)
Pendidikan Sarjana Seni Rupa, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)
Tahun 2008-2009 pertama kali Hanung menggunakan media kanvas dan cat akrilik. Hanung memiliki background fotografi, aktif juga seni pertunjukan, penikmat dan pernah bekerja di dunia film.
Karya-karyanya sangat terinspirasi dari pekerjaan yang pernah ia tekuni, yaitu matte painting (teknik layering) di dunia perfilman. Teknik-teknik fotografi tentang landscape sering ia pakai dalam teknik berkarya. Latar belakang Hanung lahir dan tumbuh di Majenang, kawasan agraris kaya landscape pegunungan dan masih sangat kental kekerabatannya. Dua hal ini membuatnya sangat menonjol menampilkan studi landscape pada karya-karyanya. Hanung lebih menyukai tema-tema alam dan dia lebih sering mengeksplorasi tema tersebut. Tak ada tendensi ingin menyuarakan sesuatu melalui karya-karya yang ia tampilkan saat ini. Murni bermain-main dengan bentuk lewat memori yang ia tuangkan dalam kanvas. Maka penikmat seni boleh memaknai karya Hanung dengan persepsi mereka sendiri. Penikmat seni diharapkan bisa mendapatkan ‘pesan rasa’ melalui goresan kuasnya, demikianlah bagaimana menikmati karya abstrak.

Dedy Sufriadi, "Ancient Figure, Mask and Neo Profile", 2016

Dedy Sufriadi (Palembang, 1976)
Pendidikan S2 Insitut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta (2013)
“Membaca perjalanan seni lukis abstrak saya, tidak bisa dilepaskan periode lukis sebelumnya. Karena periode inilah yang membuka ketertarikan dan pemahaman seni lukis abstrak yang sekarang dikerjakan”. (Kutipan pernyataan seniman dari Buku Soulscape: the Treasure of Spiritual Art, halaman 149).
Berasal dari Palembang di Sumatra Selatan, Dedy Sufriadi adalah anak kedua dari enam bersaudara dan mulai melukis dengan serius pada usia 15 tahun, saat masih di Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR). Dari sana, ia melanjutkan belajar di Institut Seni Indonesia (ISI), mengambil jurusan seni lukis. Pada tahun 2013, ia mendapatkan gelar Master dari institusi yang sama.
Dedy serius mengkonsumsi buku sejak ia memulai pendidikan tinggi pada tahun 1995. Karena kesukaannya membaca, maka tak mengejutkan bahwa teks telah menjadi elemen yang sangat penting dalam karyanya. Dedy juga mencatat sifat teks yang ada di mana-mana, sebagai sarana untuk menyampaikan informasi, mengutip fakta yang sering diabaikan bahwa kita diproses menjadi teks, dalam berbagai bentuk dan medium penyajiannya, di hampir setiap momen.
Di awal karirnya, dimana Dedy mendeskripsikan periode Eksistensialismenya (1998-2004), teks digunakan dalam lukisannya dengan cara yang dapat digambarkan sebagai pendamping untuk apa yang disajikan di kanvas.  Teks itu lebih berbeda, dan seseorang dapat secara visual melacak dan mengatakan secara lisan apa yang disajikan dengan mudah, mungkin telah dikaburkan.
Karya seni Dedy pada dasarnya membuat penikmat seni tidak hanya menghargai apa yang mereka lihat secara visual, tetapi tidak mengendalikan pemahaman kontekstual. Atribut ini dicapai dari penempatan teks secara multi layering dan acak, menciptakan kombinasi lintasan visual yang tak terhitung jumlahnya yang dapat dilihat oleh penikmat seni. Berbeda dengan buku, di mana teks disajikan dalam pengaturan penulis, karya seni Dedy memungkinkan pemirsa untuk secara bersamaan "membaca" dan menjadi penulis apa yang "dibaca".


Dwi Hariyanta (Bantul, 1976)
Pendidikan Sarjana Seni, Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta (2004)
Dwi Hariyanta, memulai berkarya sejak tahun 2003. Baginya, seni abstrak adalah media  kebebasan berkarya. Karyanya menghadirkan tema-tema sederhana, perihal kehidupan sehari-hari. Secara umum, karyanya banyak menyuarakan kegelisahan dirinya. Sebelumnya Dwi Hariyanta berkarya dengan aliran realis, sekitar tahun 2017 baru kemudian dia beralih ke seni abstrak. Picasso dan Andy Warhol adalah salah satu seniman yang menginspirasi karyanya.

Seppa Darsono, "Dulu Ikannya Melimpah", 2018

Seppa Darsono (Bantul, 1986)
Pendidikan Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR), Yogyakarta (2006)
Seppa Darsono banyak menempa pengalaman dari pergaulan dirinya dengan berbagai kalangan, baik seniman maupun non seniman. Ia pernah membantu temannya sebagai jurnalis, menjadi artisan seniman patung dan sekarang membuat produksi video berdasarkan pesanan. Sebelumnya, Seppa Darsono berkutat dengan karya beraliran naif. Tahun 2015 baru ia beralih ke abstrak hingga kini.  Masih tampak kecenderungan naif dan abstrak yang menyatu apik dalam sapuan kuas di kanvasnya. Temanya pun tak jauh dari aktifitas yang ditemuinya. Karya berjudul “Penjual Ikan dari Pangandaran” terinspirasi dari Menteri Kelautan, Susi Pudjiastuti, setelah ia mengikuti liputan temannya sebagai jurnalis di Pangandaran. Cy Twombly, seorang seniman abstrak ekspresionisme asal Amerika menginspirasinya dalam berkarya selama ini. Menurutnya, perkembangan seni abstrak Indonesia saat ini sangat bagus dengan warna-warna kuat yang banyak ditampilkan para seniman abstrak Indonesia.




Akustik Asyik

BINTANG TANATIMUR #BusinessProject
“AKUSTIK ASYIK”
Tirana Art House & Kitchen
Jl. Suryodiningratan 55 Yogyakarta
Sabtu, 20 Oktober 2018 | Pk 19.00-20.00 WIB

Bulan Oktober ini, Bintang Tanatimur (13 tahun) mendapat tugas sekolah, SMP Islam Terpadu Alam “Nurul Islam” Godean Yogya (SALYO), berupa “Business Project”. Dengan modal Rp 10 ribu, (modal ini didapatkan dari sekolah) ia harus berniaga hingga mendapatkan laba Rp 100 ribu, dalam kurun waktu 2 bulan. Laba tersebut untuk biaya riset lapangan sebagai salah satu syarat kenaikan kelas. Hal ini berlaku sama untuk semua siswa kelas 7 di SALYO. Sekolah memberlakukan kegiatan ini sebagai bagian dari pendidikan bisnis untuk anak didiknya.

Hampir sebagian besar teman sekelas Bintang, memilih untuk berniaga dengan cara berjualan makanan atau minuman, ada pula yang menjual jasa cuci piring. Menarik dan halal tentu ya.... Sementara Bintang, lebih memilih bisnis entertainment. Apa itu? Ia akan melakukan pergelaran musik. Bintang akan menyanyikan 5 lagu. Kelima lagu tersebut telah dipersiapkan dengan baik. Bintang memilih lagu nasional, lagu daerah, lagu pop, dan lagu khusus didedikasikan bagi korban bencana. Strategi berbisnis telah Bintang pikirkan sebagai gimmick performance-nya, yakni menghadirkan “bintang tamu” dalam pertunjukannya. Siapakah “bintang tamu” tersebut? Adalah Rendra, sepupunya Bintang dan ayahnya sendiri, Mikke Susanto. Mikke Susanto dikenal sebagai kurator Istana Negara Indonesia juga dosen di ISI (Institut Seni Indonesia) Yogyakarta.

Selain bernyanyi, 5 lukisan terbaru Bintang akan didisplai pula sebagai bagian dari pertunjukan tersebut. Sebelumnya, Bintang memang lebih dikenal sebagai pelukis cilik. Beberapa kali pameran tunggal maupun pameran bersama telah ia gelar di Yogyakarta maupun luar kota. Karya-karya lukis Bintang menakjubkan banyak penggemarnya dan memiliki tempat di hati para kolektor. Maka pergelaran hari Sabtu nanti merupakan persembahan terbaik Bintang atas proyek bisnis dan juga atas konsistensinya di dunia seni.




Diharapkan dari pertunjukan ini akan terkumpul dana guna mencapai tujuan proyek ini. Bintang hanya memerlukan Rp 100 rb, jika hasil proyek ini melebihi target, akan didonasikan untuk korban gempa di Palu, demikian tekadnya. Mari dukung, dengan memberikan apresiasi dan donasi terbaik kita.




Guru (Udtazsah) Bintang