Tuesday, September 08, 2009

September Ceria




PENGANTAR PAMERAN

‘SEPTEMBER CERIA’
Pameran seni visual yang mengedepankan karya patung, instalasi dan toys
Dalam rangka memperingati tahun ke-3 eksisnya Jogja Gallery
Jogja Gallery, Yogyakarta | 8 September – 18 Oktober 2009

Sekilas tentang Jogja Gallery
Di bulan September, tepatnya tanggal 19, Jogja Gallery [JG] telah memasuki usia 3 tahun. Usia yang terbilang muda. Meski demikian, sebagai sebuah representasi ruang pamer dan promosi seniman-seniman Indonesia, kami telah menyelenggarakan 48 event pameran seni sejak kami berdiri. Tentunya bukan perkara yang mudah, di saat menggagas hingga tetap eksisnya galeri ini dengan berbagai pasang surutnya masalah internal dan eksternal yang menyertainya. Mengingat awal galeri ini diresmikan banjir kritik hingga respon sebelah mata menyambut berdirinya Jogja Gallery kala itu. Mulai dari untuk apa sebuah galeri baru berdiri di tengah kondisi stagnannya seni visual Indonesia dari pengaruh pasar atas gencarnya karya-karya seniman China kala itu. Juga perihal tanda tanya publik mengenai siapa saja ‘oknum’ di balik berdirinya Jogja Gallery, akankah menjadi jaminan sebuah galeri bisa diandalkan dan dibanggakan, apalagi menggunakan nama kota sebagai brand-nya. Jogja Gallery merupakan Galeri swasta murni yang dibangun atas dukungan para investor. Seperti sudah jamak kita diketahui, dimana rata-rata pendiri galeri di Indonesia adalah orang asing, tetapi tidak dengan Jogja Gallery. Para pendiri Jogja Gallery yang kesemuanya berasal dari Yogyakarta tersebut adalah KGPH Hadiwinoto, Sugiharto Soeleman, Bambang Sukmonohadi, Soekeno dan KRMT Indro ‘Kimpling’ Suseno. Mereka hadir ditengah-tengah masyarakat Jogyakarta tentunya dengan kepedulian tinggi terhadap seni, khususnya seni rupa. Terwujudnya Jogja Gallery ini selain dari kepedulian mereka juga dukungan dari berbagai pihak yang secara langsung mau pun tidak langsung ikut andil dan support di berbagai event yang diprogramkan hingga saat ini.

Manajemen yang berbenah
Terus-menerus menciptakan inovasi merupakan salah satu bagian dari bentuk survive yang dilakukan Jogja Gallery. Untuk sekadar bisa hidup, merupakan misi awal yang tak terlalu muluk di tengah kompetisi pasar seni rupa Indonesia. Pasar yang penulis nilai sebenarnya tidak cukup sehat baik di Indonesia mau pun global. Pembenahan pada level manajerial terus dilakukan berdasarkan berbagai ‘benturan’ yang ditemui langsung di lapangan. Pujian mau pun komplain diubah menjadi siasat dan strategi yang tak henti dibenahi untuk terus bisa bertahan. Maka manajemen Jogja Gallery sepakat untuk memaknainya sebagai manajemen yang terus berbenah. Suatu kebijakan atau ketentuan bahkan bisa terus diupdate per minggu guna mendapatkan kinerja yang lebih baik.

Seiring meningkatnya aktivitas dan keberhasilan tiap penyelenggaraan pameran di Jogja Gallery, sorotan publik pun semakin kuat. Sorotan tersebut dirasakan menyeluruh, tidak melulu pada tema, muatan mau pun karya dalam tiap kali pameran yang diselenggarakan, juga kepada manajemen internal hingga tiap person yang terlibat di dalamnya. Hal tersebut jelas menyemangati manajemen Jogja Gallery untuk terus meningkatkan kualitas tiap event yang digelarnya dengan dibarengi niatan positif untuk turut memajukan infrastruktur seni rupa Indonesia. Dalam hal ini penulis lebih fokus pada sistem manajemen dan pasar yang berkembang dengan luar biasa mengejutkan dan kadang sangat sulit diprediksi. Di saat lukisan memasuki dunia bisnis yang sebenar-benarnya, maka mungkin kita harus menanggalkan ‘pesan’ dari lukisan tersebut. Siapa yang bermodal besar dia yang menguasai pasar. Modal bahkan bisa membentuk selera. Kita pun terseret berlaku dalam pasar yang sesungguhnya tersebut. Perilaku para pelaku pasar ini kadang membuat penulis gerah. Bahkan ketika seniman ikut terjun di dalam pasar itu sendiri. ‘Permainan-permainan’ dilancarkan para pelaku pasar. Jogja Gallery menyadari hal tersebut dan sebagai salah satu pelaku pasar kita harus jeli dan tidak terjebak dalam ‘permainan’ tersebut. Berani menentukan sikap dan berlaku tegas dengan ketentuan yang disepakati dalam manajemen, menjadi modal untuk menentukan arah misi dan visi galeri di tahun-tahun mendatang.

Hingga selama kurun waktu 2 tahun [sejak 2006-2008], Jogja Gallery bekerja sama dengan kurator tetap [in-house curator]; tercatat pernah bekerja sama dengan kami adalah M. Dwi Marianto [meski kurang lebih 2 bulan setelah Jogja Gallery berdiri, beliau mengundurkan diri] dan Mikke Susanto. Bersama beliau, Jogja Gallery tumbuh, berkembang dan mencatatkan diri dalam konstelasi peta seni rupa Indonesia. Berbagai event penting menjadi tanda sejarah Jogjakarta, seperti: Pada pameran perdana dan launching galeri, dipamerkan karya seniman “perekam sejarah” seni rupa Jogja mulai tahun 1970-2000 an yaitu ICON: Retrospective. Kompetisi Seni Visual The Thousand Mysteries of Borobudur dan Shadows of Prambanan kerjasama dengan UNESCO dan PT. Taman Wisata Candi Borobudur-Prambanan dan Ratu Boko. Di mana pada event ini banyak melibatkan para pelajar dan guru untuk mengikuti berbagai macam kegiatan untuk menambah wawasan dan ilmu bagi mereka, serta menambah nilai apresiasi yang tinggi khusunya dengan sekolah. Yang penting dan selalu dilakukan dalam setiap pameran yang digelar oleh Jogja Gallery adalah selalu menawarkan nilai visual kreatif dan inovatif. Untuk itu, dalam kesempatan yang berbahagia ini, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan atas kerja sama yang saling melengkapi, membangun dan membagi ilmu yang tak terbayarkan oleh apa pun selama bekerja dengan beliau berdua, terutama dengan Mikke Susanto.

Dalam perjalanannya, sejak awal 2009, Jogja Gallery kemudian menerapkan konsep yang lebih terbuka perihal kurasi dan kuratorial. Jogja Gallery mengundang dan membuka peluang kepada konseptor, kurator, galeri dan seniman tanah air untuk bekerja sama memajukan seni rupa kita. Sebagai sebuah penanda atas keberlangsungan cita-cita kami sebagai sebuah ikon budaya, sekaligus sebagai sebuah dedikasi kami, atas segala dukungan, kerja sama, perhatian dan kritik membangun dari rekan, kolega, sahabat dan mitra kerja kami yang turut membentuk dan membangun Jogja Gallery hingga saat ini, sebuah pameran yang berbeda kami hadirkan. Jogja Gallery dengan bangga mempersembahkan presentasi seni dengan kurasi dari tim pameran internal Jogja Gallery sendiri, yakni pameran patung, instalasi dan toys ‘September Ceria’ yang digelar sejak 8 September hingga 18 Oktober 2009.

Pameran 3 dimensi

‘September Ceria’, adalah sebuah pameran yang secara khusus mengetengahkan karya-karya 3 dimensi, berupa patung, instalasi dan toys. Tercatat di Jogja Gallery, pameran seni visual khusus karya 3 dimensi baru kami selenggarakan satu kali, yakni pameran bertajuk ‘Domestic Art Object | D.A.O [kurator: Mikke Susanto], tepatnya Februari 2007 yang lalu. Di luar itu, karya-karya 3 dimensi berbaur bersama dominasi karya 2 dimensi di setiap event pameran di Jogja Gallery. Kenapa September, jelas, karena pameran sebagai kaitan atas bulan berdirinya Jogja Gallery, disamping pameran ini juga diselenggarakan di bulan yang sama. Unsur ‘nakal’, ‘bermain-main’, bersenang-senang, dan happy ingin kami bawa dalam atmosfer pameran ini, untuk itulah kami tambahkan kata ceria pada tajuk pameran. Berharap, para seniman yang kami undang, terangsang untuk menciptakan karya-karya 3 dimensi yang menarik dan seinteraktif mungkin. Jogja Gallery tidak memberikan batasan terhadap ide karya atau pun tema. Karya-karya yang hadir diharapkan dapat memberikan rangsangan untuk terus menggulirkan ide-ide segar, belum pernah di buat karena adanya keterbatasan ruang pamer; namun tentunya tetap berkualitas dalam proses pengerjaan.

Lebih penting dari itu adalah, gagasan pameran ini juga tercetus dari masukan dari beberapa rekan seniman, ketika mereka melihat ruang pamer Jogja Gallery. Sebuah ruang yang megah dan lapang, serasa mengundang untuk direspon, juga untuk ditaklukkan. Ketika kami gulirkan gagasan ini kepada para seniman undangan, mereka dengan antusias merespon setiap sudut di ruang pamer kami mulai dari lantai, tangga hingga langit-langit. Pameran ini sekaligus memberikan ruang untuk karya-karya 3 dimensi untuk lebih bebas dan dominan tampil di ruang pamer Jogja Gallery. Besar harapan kami karya – karya yang di hasilkan dapat memberikan warna dan nuansa yang lain dari pameran-pameran kami sebelumnya. Karya-karya hadir dengan beda, segar, dan memberikan tantangan dalam ‘kecerdasannya’, ‘kenakalannya’, dan ‘sensitivitasnya’ dapat menemukan ‘bahasa dan bentuk’ yang menggugah dan memberikan pencerahan bagi banyak orang terutama untuk karya-karya 3 dimensi.

Dari ke-39 seniman yang terlibat dalam pameran ini, sebagian besar merespon dengan cerdas melalui karya-karya mereka atas inovasi dan persepsi masing-masing mengenai tajuk ‘September Ceria’. Ada yang bersifat protagonis mau pun antagonis atas bulan September itu sendiri. Meski pun demikian, karya-karya dalam pameran ini ingin kami kategorikan dalam 3 bagian media berkarya. Pertama, yakni karya-karya patung, seperti yang ditampilkan oleh Adi Gunawan, Ali Umar, Arlan Kamil, Candra Eko Winarno, Caroline Rika Winata, Dwita Anja Asmara, Eko Dydik ‘Codit’ Sukowati, Endang Lestari, Erica Hestu Wahyuni, Fransgupita, Grace Tjondronimpuno, Hariadi Nugroho, Hedi Hariyanto, Hendra 'He He' Harsono, Ismanto, I Wayan Upadana, Khusna Hardiyanto, Komroden Haro, M.Rain Rosidi, Rennie 'Emonk' Agustine, Saroni, Timbul Raharjo, Wahyu Santosa, Win Dwi Laksono. Kemudian karya instalasi, sebagai misal adalah karya Afdhal, Agustina Tri Wahyuningsih dan Edo Pillu, Eddi Prabandono, Hestu
(Setu Legi), I Made W. Valasara, I Made Widya Diputra, I Putu Aan Juniartha, Iwan Effendi, Lenny Ratnasari, Trie ‘Iien’ dan Gandhi Eka.

Dan yang terakhir adalah kategori toys, dimana dalam definisi yang kami dapatkan dari Wikipedia; mainan [toy] merupakan suatu obyek untuk dimainkan [play]. Bermain [play] sendiri dapat diartikan sebagai interaksi dengan orang, hewan, atau barang [mainan] dalam konteks pembelajaran [learning] atau rekreasi. Kategori terakhir ini, dalam karya yang dihadirkan kali ini belum cukup banyak direspon oleh seniman kita, terkecuali karya Cahyo Basuki Yopi, Samuel Indratma dan Studio Grafis Minggiran, yang bisa berinteraksi langsung dengan pengunjung dan penikmat pameran.

Tetapi apabila kita amati kembali, sebagian besar seniman ini telah mengadopsi definisi kata toys itu sendiri dan menerapkannya untuk mencipta karya, sehingga kita bisa melihat aura ‘bermain’ dalam masing-masing karya yang terpajang di sini. Seperti jelas terlihat dari karya Eddi Prabandono, ‘After Party’ yang terinspirasi hobinya mengayuh sepeda kemana-mana. Sepeda yang bisa diatur ketinggian sadel juga kemudinya hingga ke langit-langit ruang pamer, atau bisa mau diatur semau kita. Sungguh menarik! Demikian halnya dengan karya I Made Wiguna Valasara, yang mengaplikasikan detail motif pada karya lukisnya di t-shirt yang diproduksi terbatas. Ketika gagasan aplikasi ini diusulkan kepada kami, belum terbayangkan sedemikian uniknya. Setelah menikmati bahkan ‘meraba’nya, karya ini sangat terkesan ‘Valasara banget’!

Atau lihat karya Afdhal yang tampil mengesankan ‘Wake Up’, mengaku karya ini merupakan karya ke empat dari karya tiga dimensi yang pernah dikerjakannya sepanjang karier berkeseniannya. Afdhal memang sedang ‘bermain-main’ di ranah 3 dimensi untuk lebih bisa mengaplikasikan gagasannya secara lebih mantap. Karya ini mengingatkan kita tentang spirit bahwa manusia harus mempunyai peran penting dan mempunyai keyakinan hidup yang kuat, harus selalu bangkit … bangkit … dan terus bangkit. I Nyoman Agus Wijaya dengan pernyataannya ‘banyak hal yang bisa membuat senang, tergantung kita bisa mengolahnya menjadi sesuatu yang menyenangkan dan janganlah pernah melakukan sesuatu dengan terpaksa’; mampu menghadirkan karya ‘Masih Seneng Bermain’ dengan jenaka, meski menggunakan media plat besi yang terkesan ‘berat’. Tak kalah menariknya dengan karya I Made Widya Diputra atau lebih dikenal dengan panggilan Lampung. Karya ‘Bukan yang Terakhir’’, menggambarkan sebuah antrian ruang tunggu. Menunggu apa pun itu, entah… yang jelas menunggu sebuah harapan bukanlah suatu jalan mati dan terakhir. Akan selalu ada harapan dan harapan berikutnya. Maka karya ini sungguh menghenyakkan dan pantas menempatkan Lampung sebagai jajaran seniman yang berdedikasi, mampu memberikan ‘roh’ kuat pada setiap karya yang dihasilkannya.

Pemilihan seniman-seniman yang diundang kali ini, memang tidak saja ditujukan bagi seniman dengan latar belakang minat utama seni patung, seniman senior mau pun promising artist. Terlebih bagi seniman-seniman yang mencatatkan dedikasi mereka atas karya-karya 3 dimensi dalam berbagai misi, kecintaan dan imajinasi mereka. Tak salah memberi ruang dan kesempatan mereka untuk mengajak kita ikut ‘bermain’ dan berkelana dalam persepsi yang bebas. Meski sebagian besar dari sekitar 70 calon seniman yang kami undang tak sempat terlibat dalam pameran kali ini karena alasan padatnya jadual, toh ke-39 seniman yang konfirmasi saat ini bisa memberikan gambaran global perkembangan seni 3 dimensi di Indonesia. Maka kita bisa melihat bagaimana kecenderungan dan pengaruh globalisasi atas batas karya konvensional dan non konvensional, modern mau pun post-modern dalam pameran ini.

Sebagai misal seniman patung yang terbilang senior seperti Timbul Raharjo, Win Dwi Laksono dan Komroden Haro. Karya-karya yang mereka tampilkan meski terkesan karya konvensional tetapi eksistensi dan gagasannya selalu mampu menunjukkan kekiniannya.

Selanjutnya, pameran ini dihasratkan sebagai media retrospektif kami sendiri sebagai representasi ruang pamer selama 3 tahun telah berjalan dan terlebih sebagai rangsangan bagi para seniman yang diundang untuk merespon ruang pamer kami. Ini adalah tantangan baru buat mereka, selain ruang, juga media baru yang harus diolah untuk menjanjikan karya kreatif mereka yang memang layak dan patut diacungi jempol. Bagi para penikmat seni, pameran ini diharapkan bisa memberikan referensi visual, opsi koleksi dan oase di tengah dominasinya karya 2 dimensi. Penuh harap dan optimis ke depan, Jogja Gallery tetap dapat memberikan kontribusi dan warna baru dalam perkembangan seni rupa khususnya karya-karya 3 dimensi melalui pameran ini dan seterusnya. Pameran ini tidak akan berhasil tanpa ada dukungan para seniman yang terlibat di dalamnya, untuk itu kami ucapkan terima kasih tak terhingga atas kerja keras dan kerjasamanya.

Ketika diandaikan sebagai anak-anak yang sedang bertumbuh, Jogja Gallery di usia belia saat ini, menyadari bahwa mainan [toy] dan bermain [play] merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran mengenai dunia dan tumbuh dewasa. Seperti seorang anak yang menggunakan mainan untuk menemukan identitas, membantu tubuh menjadi kuat, mempelajari sebab dan akibat, mengembangkan hubungan, dan mempraktekkan kemampuan mereka. Mainan lebih dari sekadar bersenang-senang, karena mainan dapat digunakan untuk mempengaruhi aspek kehidupan [sumber: www.plazaanak.com]. Teruslah ‘bermain’ untuk menjadi dewasa!


Yogyakarta, Mei - September 2009

Konseptor:
Nunuk Ambarwati
Mewakili tim pameran Jogja Gallery

Thursday, June 18, 2009

Decorate the Era


Pameran tunggal lukisan karya Anang Asmara
Kurator Mikke Susanto
Jogja Gallery, Yogyakarta | 20 Juni - 5 Juli 2009

Kekuatan Batik dan Sosok Perempuan dalam Imajinasi Anang
Sejak berdiri pada bulan September 2006, ini merupakan kali ke-8 Jogja Gallery menyelenggarakan pameran tunggal, tercatat diantaranya: Hanafi, AT. Sitompul, Husin, Sujiwo Tejo, Mulyo Gunarso, Soeprapto Soedjono, Solichin dan sekarang Anang Asmara. Dengan berbagai kelebihannya mereka tampil berpameran solo. Bersama Sri Sasanti Gallery sebagai partner kerjasama dan Mikke Susanto sebagai kurator, Jogja Gallery kali ini menggelar karya-karya Anang Asmara dalam pameran tunggalnya yang menampilkan tema ‘Decorate the Era’, 20 Juni – 5 Juli 2009. Anang merupakan seniman yang konsisten dengan karya-karyanya hingga sekarang, bahkan tak jarang kami mengundangnya untuk mengikuti beberapa event pameran di Jogja Gallery.

Busana Jawa terutama batik dan sosok perempuan menjadi ciri khas karyanya. Kebaya, selendang dan aksesorisnya begitu indah melekat pada sosok yang dikaguminya. Melalui kekuatan imajinasi dan kreativitasnya Anang mengabadikannya dalam lukisan. Sebuah perjalanan dan pemikiran panjang tentunya untuk mengungkapnya ke bidang dua dimensional dengan teknik mixed media dan realisnya. Butuh waktu sekitar 2 tahun dia mempersiapkan pameran ini. Semua dilandasi atas kegelisahannya tentang perempuan desa yang hampir ditemuinya setiap saat.

Perjuangan RA. Kartini atas kesetaraan hak bagi perempuan, menurutnya jauh dari harapan mereka. Masih banyak ternyata perempuan Indonesia yang tidak mengenyam dunia pendidikan, bahkan sebagai seorang ibu rumah tangga pun masih banyak yang terabaikan. Sosok ini diungkapkan apa adanya, meski selalu ada kesan yang ditonjolkan pada setiap karya. Potongan figur dalam tampilannya memberikan pesan khusus dengan balutan kain batik khas busana Jawa. Keuletannya dalam tiap ungkap detail baik pada motif batik, draperi (lipatan kain), menjadi daya tarik karya-karyanya.

Melestarikan budaya Jawa adalah salah satu keinginan Anang. Keinginan ini dia padukan dengan keprihatinan perempuan desa yang ditemuinya. Maka terwujudlah karya kombinasi yang sebenarnya sudah awam kita lihat. Dimana biasanya perempuan Jawa yang sudah uzur selalu memakai kebaya, kain panjang [jarik], dan selendang untuk ke pasar, bepergian, bahkan dalam kesehariannya.

Kekhawatiran dan ancaman atas lestarinya budaya batik ini selalu terbias di benak Anang. Sama halnya dengan pudarnya makna dan fungsi atas sosok perempuan tua dan batik pada karyanya. Melalui karya-karyanya, Anang ingin mengusik hati dan pikiran kita, masihkah kita memiliki rasa cinta terhadap apa yang kita miliki dan kita banggakan selama ini? Tak ada kata terlambat tentunya, mari kita apresiasi karya ini dengan penuh cinta dan rasa memiliki apa yang patut kita miliki, sebelum semua pudar, sebelum semua hilang. Melalui pameran ini, semoga kehadiran karya-karya yang di pamerkan di Jogja Gallery bisa di apresiasi dengan baik oleh sesama perupa, pecinta seni, sahabat, kolega dan masyarakat pada umumnya.
Sukses dan selamat berpameran.
Yogyakarta, April 2009
Manajemen Jogja Gallery

Saturday, June 13, 2009

Ayo ke Pasar Sobo Alor!


PASAR SETIAP SABTU DI JOGJA GALLERY
Jogja Gallery [JG], sebuah galeri seni rupa terletak di lokasi strategis, yakni di nol kilometer kota Yogyakarta [tepatnya Alun-alun Utara] terinspirasi membuat pasar kaget, dimana kemudian kami juduli dengan ‘PASAR SOBO ALOR’. Pasar ini hanya berlangsung setiap Sabtu, mulai pukul 15.00 - 21.00 WIB. Rencananya kami akan menggunakan areal selasar, lobby, gazebo dan halaman depan kompleks Jogja Gallery, yang memuat 20 stand yang akan kami sediakan[baik untuk stand kuliner maupun non-kuliner] .
Nama pasar tiap Sabtu ini sendiri diilhami dari lokasi dimana kami berdiri, yakni Sobo, karena gedung yang ditempati Jogja Gallery saat ini merupakan bekas gedung bioskop Soboharsono. Gedung bioskop Soboharsono sangat familiar dengan penduduk kota Yogyakarta, berdiri dan berfungsi sejak jaman penjajahan Belanda [tahun 1929]. Arti kata 'Sobo' dalam bahasa Jawa adalah berkunjung, mengunjungi, atau bisa juga pergi ke suatu tempat. Maka diharapkan pasar ini nanti juga menjadi daya tarik dan tujuan utama masyarakat tiap akhir pekan untuk refreshing, belanja sekaligus mengapresiasi pameran di Jogja Gallery. Dengan penggunaan kata 'Sobo' itu sendiri, Jogja Gallery tidak ingin melupakan sejarah dan kenangan atas gedung bioskop Soboharsono. Sedangkan kata Alor, merupakan akronim dari Alun-alun Lor atau Alun-alun Utara, yang menjadi salah satu ikon kota Yogyakarta dan berdekatan dengan kompleks Alun-alun Utara itu pulalah pasar tersebut terselenggara.
Kami akan memulai event ini hari Sabtu, tanggal 20 Juni nanti bersamaan dengan acara pembukaan pameran tunggal seni lukis Anang Asmara, bertema 'Decorate the Era'. Sebagai penanda penyelenggaraan perdana, kami hanya akan menarik iuran Rp. 30.000,-/Stand/ Minggu.
Dengan fasilitas yang akan kami sediakan sebagai berikut:
- Air
- Listrik
- Space 2 x 3 m
- 2 Kursi dan 2 Meja
- Promosi/publikasi [brosur dan media online]
- Keamanan & Parkir
Pendaftaran Stand
Untuk itu, kami mengundang rekan dan kolega yang memiliki usaha yang unik, berbeda dari yang lainnya dan original untuk mengisi lowongan stand yang kami tawarkan. Pendaftaran lowongan stand kami buka selalu. Formulir pendaftaran dapat diambil di Jogja Gallery, Jalan Pekapalan No 7, Alun-alun Utara Yogyakarta pada hari dan jam kerja [[Selasa-Sabtu, jam 09.00 – 17.00 WIB]. Hubungi Saudara Aji atau Saudari Atik. [Apabila melebihi quota, Jogja Gallery akan menyeleksi stand untuk mendapatkan kesempatan di lain waktu].

Informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Jogja Gallery [JG]

Jalan Pekapalan No 7, Alun-Alun Utara, Yogyakarta 55000, Indonesia
Phone +62 274 419999, 412021, 7161188
Phone/Fax +62 274 412023
Email [1] jogjagallery@ yahoo.co. id | [2] info@jogja-gallery. com
www.jogja-gallery. com

Saturday, May 16, 2009

Mixed Art Management


Sebuah manajemen seni yang terorganisir rapi, open, praktis, cepat dan sesuai dengan budget sangat dibutuhkan setiap saat.
Berdasar itulah dengan kerendahan hati, kami mendirikan Mixed Art Management [MAM]. MAM merupakan manajemen seni [berdiri April 2009] yang dikelola secara independen berbasis di Yogyakarta.
Meski terhitung baru berdiri, tetapi MAM terdiri dari individu-individu yang berpengalaman mengelola event seni dan profesional di bidangnya masing-masing.
Untuk itu MAM berupaya bekerja dengan efektif, tepat waktu dan efisien. MAM akan membantu kebutuhan Anda untuk menyelenggarakan dan mengorganisir event-event kesenian dengan spesifikasi jasa:
DISPLAY
PACKING [Karya dan Non Karya Seni]
MEDIA RELATION [Mengorganisir konferensi pers, promosu dan publikasi event].
Jangan segan segera hubungi kami untuk keperluan event Anda, kontak person:
Nunuk Ambarwati +62 81 827 7073
R. Daru Artono +62 856 4389 8779
email: mixed_artmanagement@yahoo.com


Thursday, April 16, 2009

Kisah di Balik Koleksi



70 Tahun OHD
‘Kisah di Balik Koleksi’
Pameran seni visual yang mengetengahkan sebagian koleksi dari dr. Oei Hong Djien OHD
Jogja Gallery, Yogyakarta 12 April – 3 Mei 2009

Orang bilang, kalau kamu tidak pernah dapat lukisan palsu, lukisan keliru, kamu belum bisa disebut kolektor. Karena belum membayar uang kuliah!

Koleksi yang akan ditampilkan dalam pameran ini merupakan karya-karya dari para perupa berikut ini:
Abas Alibasyah, Affandi, Agus Kamal, Ahmad Sadali, Amrus Natalsya, Arlan Kamil, Andrew Kenneth Jack, Bambang Soegeng, Djoko Pekik, Donald Friend, Earl Lu, Edi Sunaryo, Entang Wiharsa, G. Sidharta Soegijo, H. Widayat, Hendra Gunawan, I Made Wiradana, I Nyoman Gunarsa, I Nyoman Masriadi, Ivan Sagito, Kartika Affandi, Koentjoro, Kwee Ing Tjiong, Mochtar Apin, Nasirun, Pletser, Pupuk Daru Purnomo, Picasso [poster], Raden ‘Salah’, Rudi Mantofani, S. Sudjojono, Santoso, Sidik W. Martowidjojo, Srihadi Soedarsono, Suraji, Sutopo, Syahrizal Koto, Trubus Soedarsono, Ugo Untoro, Yunizar, Yuswantoro Adi.

Pameran ini sebagai penanda kecintaan dr. Oei Hong Djien/ OHD mengoleksi karya-karya perupa Indonesia, juga sebagai upaya sosialisasi akan dibangunnya museum koleksi OHD dan memperingati usia beliau yang ke 70 di tahun ini, Jogja Gallery bersama dr. Oei Hong Djien dan Museum OHD akan menggelar pameran koleksi dr. Oei Hong Djien, di Jogja Gallery, Yogyakarta, 12 April – 3 Mei 2009 dengan tajuk ‘Kisah di Balik Koleksi’. Untuk itu pembukaan pameran akan dibuka bersama-sama oleh beberapa perupa antara lain Djoko Pekik, Nasirun, Heri Dono, Putu Sutawijaya dan Yuswantoro Adi, Samuel Indratma dan Bambang Herras.

Hal ini merupakan kebanggaan dan kesempatan luar biasa bagi Jogja Gallery, dimana untuk kali pertamanya di Indonesia, pameran yang mengkhususkan koleksi dr. Oei Hong Djien. Pameran koleksi ini nantinya akan lebih mengedepankan perihal kisah-kisah di balik proses mengoleksi dan karya itu sendiri. Kisahnya tentu beragam, publik akan mendapati kisah-kisah unik, kisah sedih, kisah lucu, bahkan tragis atas upaya pengkoleksian, merawat karya, bertransaksi dan seterusnya. Sehingga pemilihan karya untuk pameran ini berdasarkan keunikan-keunikan masing-masing karya, tidak semata berdasarkan kualitas, penanda jaman [dekade] atau aliran seni. Publik akan disuguhi 47 karya yang terdiri dari 6 karya patung dan 41 karya lukis. Ke-47 karya tersebut dipilih sendiri oleh OHD khusus untuk pameran ini.

Dari pameran ini diharapkan publik akan lebih memahami bagaimana sebuah hubungan sosial, psikologis hingga ekonomi terjalin antara seorang kolektor dengan koleksi mau pun dengan perupanya sendiri; dengan mengambil contoh kasus-kasus/kisah-kisah unik yang berhubungan dengan proses mengoleksi karya. Publik juga bisa membaca dan mengambil hal positif perihal bagaimana mengoleksi karya seni. Dan terlebih adalah kecintaan yang sesungguhnya dari seorang yang disebut kolektor seni rupa.

Berikut salah satu petikan kisah uniknya, dimana OHD saat itu ingin sekali mendapatkan karya Affandi berjudul ‘Adu Ayam, oil on canvas, 100 x 160 cm tahun 1982.

Mencicil 1 tahunKala itu OHD sudah memiliki cukup uang untuk bisa membeli karya. OHD pun ingin memiliki karya Affandi. Bersama Kwee Ing Tjiong, OHD dan istri, bertandang ke rumah Affandi yang saat itu hendak pameran tunggal. Pada akhirnya ada 3 lukisan Affandi yang hendak dibeli, namun OHD tidak cukup uang. Affandi menyarankan OHD untuk mencicil pembayaran. ‘Berapa lama?’, tanya OHD. ‘Sakgeleme [semaumu, red.]’, timpal Affandi. ‘Kalau mau mencicil, malah saya kasih korting [diskon, red.] 10 persen’, tambah Affandi. Karena dengan cara mencicil tersebut, Affandi sudah tidak pusing memikirkan biaya kebutuhan rumah per bulannya. Dan akhirnya ketiga lukisan tersebut, merupakan lukisan Affandi yang pertama kali dibeli OHD di tahun 1982 dengan cara mencicil pembayaran selama 1 tahun.

Profil dr. Oei Hong Djien
Dr. Oei Hong Djien/OHD lahir di Magelang, Jawa Tengah 5 April 1939, adalah seorang pensiunan dokter. Ia lulus dari Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia tahun 1964 dan, menempuh pendidikan magister Pathological Anatomy di Universitas Katholik Nijmegen, Netherlands [1966-1968]. Menikah dengan Wilowati Soerjanto di tahun 1977 dan dikaruniai 2 putra, yakni Igor [lahir tahun 1978] dan Omar [1980]. Istrinya telah meninggal dunia di tahun 1992. OHD pernah bekerja sebagai dokter sukarelawan di Magelang dan Temanggung, Jawa Tengah, Indonesia [1964-1966, 1968-1991]. Ia juga seorang ahli tembakau dan sebagai mitra bisnisnya sejak tahun 1979, Djarum, salah satu perusahaan rokok kretek terkemuka di Indonesia. Dalam mengkoleksi karya seni sesungguhnya lebih banyak dibiayai dari bisnisnya tembakau dibandingkan dari profesinya sebagai dokter. Ia mulai mengkoleksi lukisan lebih dari dua puluh tahun lalu, dan baru kemudian meluaskan minatnya pada patung. Dr. Oei pernah menjalankan perannya sebagai kurator Museum H. Widayat dalam peresmiannya tahun 1994 meski pun sekarang telah resmi mengundurkan diri. Hingga saat ini masih tercatat sebagai honorary adviser di Singapore Art Museum, Singapura dan anggota dewan penasehat Jogja Gallery, Yogyakarta sejak 2006. Ia juga banyak menulis pengantar dan esai untuk katalog pameran dan buku-buku seni rupa, menjadi juri dalam berbagai kompetisi seni visual dan sering diminta untuk membuka pameran di berbagai tempat. Pada tahun 1997, Dr. Oei membuka sebuah museum milik pribadi di Magelang yang digunakan untuk memajang koleksi-koleksi karya seninya.

Sumber:
- Wawancara dengan dr. Oei Hong Djien, di kediaman beliau, Magelang, Jawa Tengah, tanggal 10 Maret 2009.
- Exploring Modern Indonesian Art: The Collection of dr. Oei Hong Djien, penulis Dr. Helena Spanjaard, penerbit dr. Oei Hong Djien, terbit tahun 2004.
- www.ohd-artmuseum.blogspot.com

In Memoriam Andrew Kenneth Jack

Berbarengan dengan digelarnya pameran koleksi OHD, Jogja Gallery bersama Arwinda Hurip bermaksud memperkenalkan kembali sosok Andrew Kenneth Jack, yang selanjutnya lebih sering dipanggil Andrew Jack atau AJ saja. AJ merupakan perupa kelahiran New Zealand [1963] dan lebih banyak berkarya di Australia. Memang baru pertama kali menggelar beberapa karyanya di pameran bersama Jogja Gallery bulan Januari lalu dengan tema ‘Fresh 4 U’. AJ bahkan tertantang untuk menggelar pameran tunggal di ruang pamer Jogja Gallery suatu hari nanti. Di saat rencana sedang ditata dan pameran ‘Fresh 4 U’ masih berlangsung, kami mendengar kabar meninggalnya AJ di Byron Bay, Australia, tepatnya tanggal 17 Februari 2009. Kabar itu tentu membuat kaget banyak pihak, terutama Arwinda Hurip sebagai istri. Untuk itu, tak ada salahnya kiranya, sebuah gelar sederhana kami hadirkan, untuk mengenang sosok AJ. Berikut petikan kenangan salah satu rekan AJ yang sempat dikirimkan melalui email kepada Arwinda Hurip.


Saya bertemu dengan Andrew Jack dua kali sewaktu ia berkunjung ke Solo sekitar tahun 2006. Sebelumnya saya hanya mengenal dia lewat lukisan, ceritera konyol dan penyakit yang dideritanya. Ketika bertemu, saya punya kesan bahwa ia adalah orang yang rendah hati, peka terhadap keadaan sekitar dan amat mudah memberi apa yang dimilikinya. Kesadaran akan penyakit yang dideritanya, membuat ia menjadi disiplin dalam mengatur ritme hidup. Ia dengan ketat mentaati aturan kapan harus minum obat, makan maupun istirahat.


Tentang lukisannya, saya tidak bisa bicara banyak. Pengetahuan saya hanya sebatas lukisan yang dipasang di kamar tamu Arwinda, album dan lukisan yang dipamerkan di Balai Sujatmaka. Dari apa yang saya lihat, saya mengagumi keberanian dan kehebatannya dalam memilih warna, gaya ke"kanak-kanak"annya dalam menuangkan ide.


Meski baru bertemu dua kali, saya merasa seperti telah bersahabat lama. Saya begitu terkejut dan merasa sangat kehilangan sewaktu Arwinda memberi tahu bahwa Andrew K Jack meninggal. Semoga arwahnya beristirahat dalam damai setelah ia menderita sakit yang cukup lama di muka bumi ini. Semoga karya-karya yang tersebar di berbagai tempat di muka bumi terus memancarkan sumbangannya dalam dalam dunia seni.


Andrew, selamat jalan.
Cambodia, 2 April 2009
J. Mardiwidayat SJ

Profil Andrew Kenneth Jack
Lahir: New Zealand, 25 Maret 1963
Pendidikan: 1978 – School of Certificate Art. 1979 – University Entrance, Art, New Zealand
Aktifitas pameran: 2009 – ‘Fresh 4U’, Jogja Gallery, Yogyakarta. 2007 – Pameran tetap, 4/15 Grevillea St. Arts and Industry Estate, Byron Bay, Australia 2006 – Mendirikan Andrew K. Jack Fine Art Gallery 2005 – Melbourne Art Show Sydney Art Show Singapore Art Show
Pameran tunggal : 2006 – Art Gallery Collections, Gold Coast Melbourne Art Show. 2005 – Galleries Dauphin / Om Goddess


Terima kasih kami sampaikan kepada:
- Bapak dr. Oei Hong Djien dan keluarga besar.
- Museum Oei Hong Djien, Bapak Aryo Pinandoyo beserta seluruh staf.
- Ibu Arwinda Hurip dan keluarga besar.
- Mr. Sean Flakelar [General Manager Amanjiwo].
- Ibu Andonowati
- Bapak Soekeno
- Perupa yang membuka pameran
- Rekan-rekan jurnalis dan media massa.

Release ini dipublikasikan oleh:Jogja Gallery [JG]
Jalan Pekapalan No 7, Alun-alun Utara Yogyakarta 55000
Phone +62 274 419999, 412021
Phone/Fax +62 274 412023
Email jogjagallery@yahoo.co.id / info@jogja-gallery.com
http://jogja-gallery.com




Wednesday, March 25, 2009

up:DATE 2009

PERS RELEASE
up:DATE 2009
ACARA : up:DATE 2009, HONF Europe tour 2009
TANGGAL : 1 April – 8 Mei 2009
PERUPA : HONF artist
1. Venzha
2. Irene ‘Ira’ Agrivina
3. Tommy Surya
4. Jullian ‘Togar’ Abraham
5. Andreas Siagian
Up:DATE merupakan sebuah proyek seni yang diprakarsai oleh HONF , the house of natural fiber, Yogyakarta Media Art Laboratory. Dalam rangka kiprah 10 tahun HONF berdiri dan berkarya di bidang new media art, HONF membuat serangkaian program dan acara baik scara lokal maupun internasional.
HONF sendiri sebuah bentuk lembaga non profit yang bekerja dengan berbasis komunitas. Pada awal didirikan pada tahun 1999, HONF memulai mencoba menggabungkan seni dan teknologi, yang disebut juga sebagai new media art.
Setelah malang melintang, keberadaannya diterima dengan baik, secara lokal maupun internasional. HONF telah mengikuti beberapa festival bergengsi yang diadakan di seluruh dunia, sedangkan HONF sendiri juga memiliki dua buah festival yang bertaraf Internasional yang diadakan secara berkala setiap tahunnya di Indonesia.
Pada tahun 2009 HONF menerima berbagai undangan dan dukungan untuk melakukan serangkaian festival dan kegiatan di sejumlah negara. Dan HONF juga akan melakukan serangkaian kegiatan yang tercakup dalam CELLSBUTTON #3 Yogyakarta International Media Art Festival yang akan diikuti sejumlah artis berskala internasional.
Up:DATE sendiri adalah sebuah proyek yang merupakan perpanjangan dari Education Focus Program ( EFP), yaitu sebuah program yang dicanangkan oleh HONF sebagai program utama untuk menyikapi situasi yang terjadi di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang. Tujuan utama dari EFP adalah untuk membangun sebuah pola pikir moderen akan masa depan teknologi yang berbasis pada kegunaan, kebutuhan dan pengetahuan. EFP melewati berbagai batasan, strata ataupun golongan untuk mendapatkan hasil yang maksimal di bidang pengetahuan, dengan latar belakang berbagai macam lintas disipliner.
Selaras dengan EFP maka proyek up:DATE ini mengambil moto dan pepatah dari Kerajaan Majapahit untuk diteruskan pada masa kini :
up:DATE obyektif adalah untuk memperkuat kolaborasi antara institusi independen. Mengacu pada hal ini, kolaborasi yang kuat dalam praktisi edukasi di bidang New Media Art antara Eropa dan Asia, Indonesia pada khususnya akan dapat diraih dan memperkaya perkembangan jaringan kerja dalam bidang New Media Art.
Pertukaran pengetahuan dan budaya yang mendasari kerjasama ini sebagai satu komunitas antar seniman di up:DATE, akan membuat sebuah pemahaman yang saling menguntungkan dan perasaan saling memiliki, baik antar personal maupun tingkat institusi.

HONF akan terlibat dan memprakarsai sejumlah kegiatan di beberapa institusi dan festival, yaitu :
  1. Pixelache Festival of Electronic Arts and Subculture – Helsinki (Finland)
Pixel Ache merupakan sebuah festival berskala Internasional .Disini HONF akan melakukan sejumlah performance dan pameran sound instalasi
  1. HONF-Son:da / Slovenia Universities Tour – Maribor, Lljuabna (Slovenia)
HONF bersama sama dengan Son:da akan melakukan workshop dan presentasi pada beberapa universitas
  1. HONF – Avmotional – Bucharest (Romania)
HONF akan melakukan residesi dan open studio, serta melakukan workshop dan performance, dimana warga Romania dapat melakukan interaksi secara langsung terhadap karya dan perupa HONF
  1. HONF – Kitchen BudapestBudapest (Hungary)
HONF akan melakukan artist talk, presentasi dan research selama kunjungan di Budapest yang akan dilakukan di Kitchen Budapest.
  1. Enter Festival - Ciant – Prague ( Czech Republic)
HONF akan melakukan presentasi dan performance selama mengikuti festival ini. Enter Festival adalah salah satu festival bergengsi di Eropa.
  1. HONF-Upgrade Paris – Paris ( France)
Di Paris HONF akan menjadi salah satu pembicara pada acara diskusi yang diadakan oleh Upgrade Paris. Upgrade adalah sebuah open platform yang keberadaannya tersebar di beberapa negara.
  1. HONF – Fablab Amsterdam –Amsterdam ( Netherland)
HONF akan melakukan research dan workshop bekerjasama dengan Fablab Amsterdam. Research ini akan mencoba untuk membuat sebuah inovasi pada kaki palsu, yang nantinya akan diterapkan di YAKKUM rehabilitation centre Yogyakarta.
Untuk kali ini HONF mendapat dukungan dan support dari ASEF Asean Europe Fondation, British Council dan Slovenian Ministry of Culture.
Para perupa yang terlibat pada proyek up:Date ini akan berkolaborasi dengan beberapa perupa dari masing – masing negara yang dituju untuk memaksimalkan kerja kolaborasi dan lebih membuka hubungan mutualisme di masa mendatang.
Adapun perupa-perupa yang terlibat dari HONF adalah :
  1. Venzha, sound dan installation artist, salah satu founder dari HONF .
  2. Irene Agrivina, Artist and independent curator, salah satu fonder dari HONF
  3. Tommy Surya, Video Artist, salah satu founder dari HONF
  4. Jullian’Togar’ Abraham, Artist and Media Activist
  5. Andreas Siagian, Artist dan Environment Activist
Demikian pers release kami,, semoga program ini dapat berkelanjutan dan berjalan dengan baik. Diharapkan proyek ini dapat membawa hasil yang berguna bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia, dan menempatkan bangsa kita pada kedudukan yang terhormat di mata dunia. Kami mengucapkan terimakasih atas dukungan dan kerjasama rekan –rekan pers dan wartawan.
Untuk keterangan lebih lanjut dapat menghubungi saudara/I
  1. Tommy Surya R.
    +62 818469445

    timotius.one@gmail.com
  1. Irene Agrivina
    +62 81915561921

    agrivine@yahoo.com
Untuk keterangan lebih lanjut dapat mengunjungi situs kami
http://www.natural-fiber.com/
Salam
HONF the house of natural fiber

Yogyakarta
Media Art Laboratory
Jl. Wora-wari no A6/80
Baciro Yogyakarta


Saturday, March 14, 2009

Z.z..z... Photography



Pameran tunggal fotografi
‘Z.Z..Z…PHOTOGRAPHY’

Karya Soeprapto Soedjono
Jogja Gallery, Yogyakarta | 21 Maret – 5 April 2009
Pembukaan hari Sabtu, 21 Maret 2009, pkl 19.00 WIB
Pameran akan dibuka oleh Arbain Rambey [fotografer senior SKH Kompas]
Genre karya-karya fotografi ‘human interest’ biasanya menampilkan subjek dengan berbagai aspek tentang manusia dalam beragam aktifitas kehidupan sehari-harinya. Baik itu yang menyangkut kegiatan yang dilakukannya secara sadar sebagai manifestasi sikap, gerak-gerik, dan tingkah lakunya untuk tujuan tertentu maupun yang merefleksikan hal-hal yang dilakukan sebagai kegiatan yang tidak disadari atau ‘ketidaksengajaan’. Namun tidak semua yang terekam oleh kamera karena bersubjek manusia selalu dapat dikategorikan sebagai karya foto ‘human interest’. Hanya yang memiliki nilai ‘interest’ sajalah yang layak dapat dikategorikan sebagai karya foto dalam genre tersebut.
Hal ini juga mendukung pernyataan bahwa ‘manusia suka melihat manusia’ sehingga apapun yang menampilkan manusia dalam berbagai kehidupannya selalu akan menarik untuk dilihat dan diamati karena sebetulnya ‘ia sedang mengamati dirinya juga’. Apalagi bila yang dilihatnya tadi memiliki daya tarik yang unik dan tidak biasanya, ataupun juga karena sering terlihat disekitarnya sebagai sesuatu yang ‘given’ dan setelah ditampilkan kembali dalam lingkup konteks yang berbeda maka tampilannya menjadi lebih ‘appealing’.
Salah satu dari banyak karya foto yang dapat disebut dalam genre tersebut adalah yang menampilkan manusia sedang tidur, namun menampilkan manusia sedang tidur pada saat yang bukan waktunya tidur. Yaitu pada waktu dia sedang melakukan pekerjaan rutinnya dan sempat terlelap sambil berada di tempat yang bukan semestinya untuk tidur. Mereka terekam ‘sedang tidur’ dengan sikapnya yang apa adanya sebagai suatu tampilan ‘snapshot’ tanpa ada upaya rekayasa dan dengan sikap gesture yang alami. Di sinilah daya tarik atau nilai ‘appeal’ dari karya-karya foto tersebut yang menampilkan subjeknya secara alami apa adanya dengan lingkup konteks ‘human interest’. Itulah mengapa tampilan karya-karya foto manusia yang sedang tidur dengan sikap yang berbagai tersebut diberi tajuk “Z.z..z… PHOTOGRAPHY.
Informasi dan kontak selanjutnya:
Jogja Gallery [JG]
Jalan Pekapalan No 7, Alun-alun Utara Yogyakarta
Tel. +62 274 419999, 412021
Tel/fax +62 274 412023
email jogjagallery@yahoo.co.id | info@jogja-gallery.com
http://jogja-gallery.com


Thursday, March 12, 2009

Menyelami Jiwa yang Nyeni


Femina no 11/XXXVII | 14-20 Maret 2009 | halaman 53-54


Nunuk Ambarwati [32]
Profesi: Manajer Galeri
Pengalaman: 5 Tahun

Job Desk
Tugas utama manajer galeri adalah mengelola program pameran di sebuah galeri secara berkala. Program-program tersebut diharapkan bisa mendukung kelangsungan galeri. Ia juga bertanggung jawab atas pencitraan galeri di mata masyarakat luar. Salah satu caranya adalah dengan konsisten menjalankan visi dan misi galerinya.

Pendidikan
Tidak ada latar belakang khusus yang dibutuhkan untuk profesi ini. Memang ada bidang pendidikan khusus yang berkaitan, yakni manajemen seni. Sayangnya, bidang itu masih merupakan salah satu mata kuliah pilihan di jurusan seni rupa, belum menjadi sebuah jurusan tersendiri. Tapi, yang pasti, kemampuan manajerial sangat dibutuhkan dalam profesi ini agar bisa menjalankan tugas manajemen dengan baik.

Pengetahuan dan minat seni juga menjadi modal penting. Kalau pun ia tidak memiliki latar belakang pendidikan di dunia seni, minimal ia punya minat di bidang tersebut dan memiliki kemauan untuk belajar.

Tantangan
Selama ini, tidak sedikit galeri yang terpaksa tutup di tengah jalan karena kehabisan dana. Untuk itu, upaya membuat galeri bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama, menjadi tantangan tersendiri. Agar hal itu terwujud, kombinasi antara ambisi idealisme dan bisnis harus seimbang.

Tantangan lain adalah melakukan edukasi kepada komunitas pecinta seni baru dengan cara menggelar berbagai program menarik. Selain itu, saya pribadi juga masih tertantang untuk menggelar pameran berskala besar atau bahkan internasional, dengan membawa bendera galeri tempat saya bekerja.

Hambatan
Dari internal perusahaan, saya sering ketiban pekerjaan tambahan yang cukup menyita waktu, yaitu memberi edukasi seni kepada rekan kerja baru yang umumnya tidak berlatar belakang pendidikan seni. Sebaliknya, jika rekan yang saya ajak kerja sama berasal dari dunia seni, masalah lain muncul. Saya justru kesulitan menerapkan aturan kerja, karena jiwa mereka yang terlalu nyeni. Hambatan eksternal, salah satunya menyangkut kesulitan akses ketika akan menjalin hubungan dengan pihak pemerintah. Akses yang relatif ribet dan memakan biaya, membuat kami sering merasa frustasi saat bekerja.

Peluang Karier
Terbuka cukup lebar. Banyak pemilik atau pengelola galeri yang mengaku kesulitan mencari tenaga kerja untuk mengisi posisi sebagai manajer galeri. Saya sendiri kerap kesulitan jika diminta merekomendasikan seseorang untuk mengisi posisi itu. Karena, sumber dayanya masih sangat terbatas.

PenghasilanCukup baik, meski jumlahnya biasanya memang masih lebih rendah dibandingkan penghasilan manajer sebuah perusahaan swasta. Tapi, dengan jam kerja fleksibel yang diterapkan di tempat kerja saya, saya masih bisa menambah penghasilan dari beberapa pekerjaan sampingan.

Keunggulan Wanita
Umumnya posisi manajer galeri ditempati seorang wanita. Pasalnya, sisi-sisi kewanitaan [misalnya, kesabaran, kegigihan, ketekunan hingga keluwesan] menjadi nilai lebih dalam melakukan pekerjaan ini.

Ikrima Nurfikria [Redaktur Majalah Femina].

Wednesday, March 04, 2009

Thursday, February 19, 2009

Nc Dream Mb...

Perhiasan terindah adalah kerendahan hati.
Kasih yang terpuji adalah kesetiaan.
Kekayaan terbesar adalah kejujuran.
Senjata terkuat adalah kesabaran.
Pengaman terpenting adalah iman.
Obat termanjur adalah doa.

[SMS dari H. Oktya Dewi, 18 Februari 2009, 22:48 WIB]

AYI 2: Asian Youth Imagination



Pameran Seni Visual Berbasis Performance Art
Jogja Gallery, Yogyakarta | 28 Februari – 11 Maret 2009
Peserta Menampilkan 15 orang performer yang berasal dari negara di Asia, yaitu
Korea : Kim Ji Hee
Sri Lanka : Janani Coornay
Myanmar : Moe Satt
Taiwan : Che Shih Sun a.k.a REDCAT
India : Sapna H.S, Mangala Anobermath
Jepang : Kana Fukushima, Sohei Nomoto
Indonesia : Arif Darmawan, kelompok Harmoni Kota, Angga Wedaswhara, Citra Pratiwi,
Rennie “emonk” Agustine, M. Lugas Sylabus, I Made Suryadarma

PENGANTAR PAMERAN ASIAN YOUTH IMAGINATION 2
[AYI 2]
Asian Youth Imagination 2 (AYI 2), adalah lanjutan dari even performance art serupa yang diadakan Desember 2008 lalu di Jepang. Pada even kedua ini, sifat acara dibedakan dari sebelumnya meskipun mempertahankan elemen utama, penyajian karya-karya performer muda usia yang tinggal di Asia. Muda disini dibatasi dengan rentang umur 33-19 tahun. AYI 2 diinisiasi oleh tim produksi yang anggotanya juga berusia muda, bernama “We Are Imagining”.
AYI 2 menampilkan semua elemen yang ada dalam wacana performance art, kemudian mengumpulkannya menjadi suatu kesatuan yang sama kuat untuk diapresiasi. Yakni, video performance, dokumentasi performance, penampilan langsung (live performance), dan segala kemungkinan ekstensi dari bentuk performance art dalam bentuk bekunya. Seluruh elemen tersebut akan disajikan layaknya pameran visual yang sering diadakan di Yogyakarta dan Indonesia.
Istilah Performance Art dalam kajian seni rupa dicatat sebagai seni penampilan atau seni performa, dimana tubuh menjadi media utama dalam menampilkan pesan atau konsep ingin disampaikan oleh perupa. Performance art dalam pameran ini adalah aksi yang dilakukan seseorang atau kelompok dengan berbagai aspek yang dipersiapkan, direkayasa, kemudian dimanfaatkan. Aspek-aspek ini mencakup pemosisian tubuh performer sebagai subyek yang menghubungkan dirinya dengan sekitar, dalam jangkauan ruang dan kurun waktu tertentu.
Dengan diselenggarakannya pameran ini diharapkan dapat membangun dan memperluas jaringan antar seniman muda Asia, melihat evolusi para performer muda, forum untuk berbagi pengalaman proses kekaryaan, sekaligus sosialisasi penyajian performance art selain melalui format festival.
Tanpa mengurangi rasa hormat kami, ini sekaligus menjadi undangan bagi Anda untuk dapat hadir pada acara pembukaan Sabtu, 28 Februari 2009, pukul.14.00 WIB (2 siang).
KETERANGAN :
Tim Produksi pameran adalah “WE ARE IMAGINING"
Pameran berlangsung hingga 11 Maret 2009
Jam buka Jogja Gallery Selasa-Minggu, 09.00 – 21.00 WIB
1) 6 pendukung acara:
performer dan penyelenggara AYI 1, Jogja Gallery, Indonesian Visual Art Archive (IVAA),
kotakhitam, YORC, Majalah GONG
2) 8 Partner :
Mall Galeria, Toko Buku Togamas, Novotel Hotel, Grand Mercure, PT Dakota Cargo,
Royal Garden Restaurant, Mall Ambarrukmo Plaza dan Jogja Plaza Hotel.
3) 7 Media Partner :
Radio RRI Pro 2 102.5 FM, Jogja TV 48 UHF, Truly Jogja, Kabare Magazine, Kompas, Kedaulatan Rakyat
dan Bernas.

PAMERAN SELANJUTNYA DI JOGJA GALLERY :
Pameran Tunggal Fotografi Karya Soeprapto Soedjono (Rektor Institut Seni Indonesia |ISI Yogyakarta)
“Z..Z…Z….Z….PHOTOGRAPHY”
(21 Maret – 5 April 2009)
Genre karya-karya fotografi ‘human interest’ biasanya menampilkan subjek dengan berbagai aspek tentang manusia dalam beragam aktifitas kehidupan sehari-harinya. Baik itu yang menyangkut kegiatan yang dilakukannya secara sadar sebagai manifestasi sikap, gerak-gerik, dan tingkah lakunya untuk tujuan tertentu maupun yang merefleksikan hal-hal yang dilakukan sebagai kegiatan yang tidak disadari atau ‘ketidaksengajaan’. Namun tidak semua yang terekam oleh kamera karena bersubjek manusia selalu dapat dikategorikan sebagai karya foto ‘human interest’. Hanya yang memiliki nilai ‘interest’ sajalah yang layak dapat dikategorikan sebagai karya foto dalam genre tersebut.

Informasi & kontak, silakan hubungi :
JOGJA GALLERY [JG]
Jalan Pekapalan No. 7, Alun-alun Utara 55000 Yogyakarta
Telp. +62 274 419999, 412023
Telp/Fax. +62 274 412023
Telp/SMS. +62 274 7161188, +62 888 696 7227
Email jogjagallery@yahoo.co.id / info@jogja-gallery.com
http://jogja-gallery.com

WE ARE IMAGINING
Email :we.are.imagining@gmail.com
Telp/SMS : +62 888 682 1414 [Cp. Agni]

Sunday, February 15, 2009

Thank you Noris...

Hal yang paling penting dalam hidup ini adalah belajar mencintai
dan membiarkan cinta itu datang.
[Morris 'Morrie' Schwartz | pendidik asal AS | 1916 - 1995]

Wednesday, February 11, 2009

Fresh Equals to Honest



Happy New Year 2009!
New Year is always identified with reflection, contemplation and introspection on what we have achieved during the previous year. It always begins with new hope, dream and spirit, and so does the 39th visual art exhibition in Jogja Gallery. As a mark of our step to enter the beginning of 2009, this exhibition will raise a simple theme and free every artist to explore themselves on their works. What is going on today? Things concerning ourselves, our dreams and hopes, our closest neighborhood, our fine art issues up to the issues about the latest global discourses color the theme of every work that will be exhibited from 23 January to 22 February 2009.
This exhibition wants to start this New Year by exhibiting our artists’ new works, new ideas, new way of exposition and new technique. Theme that seems to be simple is seriously responded by the participating artists. Talking in term of technique, AT Sitompul presents his work that constitutes a revival of his painting work after for a long time he focused on printmaking technique. In his biodata, the last time he made painting exhibition was in 2003. According to him, one of ways to make our minds and souls refreshed is by doing something that is beyond our habits and works.
It is different with Daniel ‘Timbul’ Cahya Krisna who still sticks to printmaking art and expects to be able to bring something new amid the affluence of painting works. Due to his consistence, recently he has been awarded as a young artist who is very dedicated to printmaking (Academic Art Award #2, 2008). It is also important to record the existence of Kelompok Simponi, which was formed in 2007, consisting of 4 female artists who were born in 1980s, and have set off from different backgrounds of art major interests. Simponi, which stands for Sindikat Monster Poni (Syndicate of Monsters with Bangs), explore media of textiles and fibers to create interesting and amusing works that seem not to have distance with the audience.
Similarly, the works of Antoni Eka Putra, Andrew K. Jack, Dedy Sufriadi, I Ketut Teja Astawa, Pramono Pinunggul and Yusron Mudhakir put forward the main elements of artworks, namely color, line, texture, shape, space and composition. Antoni Eka Putra for this occasion is simpler in playing with line and color. Yet his work still looks impressive. Routine at times can imprison us; existence shall live without monotone but with mobility. That is Antoni’s statement. Almost similar, as far as I know, Yusron Mudhakir is consistent in emphasizing and discussing the quality of colors. However, he seems to put softer colors in his work titled Risalah Warna #2. Meanwhile, Dedy Sufriadi and Agus ‘Baqul’ Purnomo put texts as main element in their works. Andrew K. Jack, the only foreign artist, from New Zealand, wants to appear again and enrich the dynamics of Indonesian fine art after his last solo exhibition in the end of 2002 in Jakarta. For those knowing Andrew, theme related to fish is not a new thing for his works, but the way he finishes his works with resin is something that we rarely see in works of painting.
The presence of surrealism work belonging to Gusmen Heriadi and two abstract works belonging to two Balinese artists, I Made Supena and I Made Mahendra Mangku, shows a similar theme. It is about reflection and time. Request to retrospect on the significance of the values of opportunity, space and time is well described in their modest and harmonious works.
Take a look at the works of Agus Yulianto, Ahmad Sobirin, Asmualiawan, Erica Hestu Wahyuni, Heri Purwanto, Ida Bagus Komang Sindu Putra, I Nyoman Triarta, Niko Siswanto, RM Soni Irawan, Solichin, Komroden Haro and “Otje”. They have found and taken their inspirations from what is happening within them and in their closest neighborhoods. They are not boasting and talking about things that are so complicated. They just stick to the daily problems, rotation of the wheel of life, state of when one sustaining the other, and struggle to survive. These are symbolized by one of vehicle parts. Despites its little shape, it is very important because it can move and stop the other parts. See the work of Fransgupita, Engine Stop.
However, some of our artists still have idea to create works departing from political issues that are heating lately like the global economic recession and conflict in Middle East region which has become the world concern. The works of Abdul Fattah, Agus ‘Baqul’ Purnomo, Farhansiki, Khusna Hardiyanto and Robi Fathoni tell about the domination of United States of America, which has impacts on most countries.
This exhibition wants to bring new surprises following the abundance events during 2008 up to the beginning of this year. Surprise or freshness is certainly relative and subjective. My being fresh must be different with yours, and so must be with the freshness of the 31 artists participating in this visual art exhibition, FRESH 4 U. Hence, this exhibition indeed gives us new artworks with new significance. Although most of the artists and I agree that a fresh work is a work that is inspiring for its audience, what is more important is that the work must be honest.
We try to present this FRESH 4 U exhibition due to our anxiety of the situation and development of Indonesian fine art today. We would like to challenge the artists to be able to produce and exhibit artworks that are really different and refreshing. Is it right that our fine art is experiencing stagnancy? Is it right that our art market is depressing following the profusion of transactions in every corner of exhibition space in this country? An installation work of Tisna Sanjaya entitled Mobile Seniman (Mobile Artist) satirizes this assumption. Are we honest when creating work? Are we honest when talking? And, are we honest when doing transaction?
Nunuk Ambarwati
Program Manager of Jogja Gallery

Thursday, January 22, 2009

FRESH 4 U




PAMERAN SENI VISUAL
FRESH 4 U
Jogja Gallery, Jalan Pekapalan No 7, Alun-alun Utara Yogyaakarta
Pembukaan hari Jumat, 23 Januari 2009 | Pukul 19.00 WIB
Pameran dibuka oleh Drs. Suwarno Wisetrotomo, M.Hum
Pameran berlangsung hingga 22 Februari 2009
Seniman:
Abdul Fattah | Agus ‘Baqul’ Purnomo | Agus Yulianto | Ahmad Sobirin | Andrew Kenneth Jack | Antoni Eka Putra | Asmuliawan | AT Sitompul | Daniel ‘Timbul’ Cahya Krisna | Dedy Sufriadi | Erica Hestu Wahyuni | Farhansiki | Fransgupita | Gusmen Heriadi | Heri Purwanto | I Made Mahendra Mangku | I Made Supena | I Nyoman Triarta AP | Ida Bagus Komang Sindu Putra | Kelompok Simponi | Ketut Teja Astawa | Khusna Hardiyanto | Komroden Haro | Niko Siswanto | “Oetje” | Pramono Pinunggul | Robi Fathoni | Solichin | RM Soni Irawan | Tisna Sanjaya | Yusron Mudhakir
‘SEGAR sama dengan JUJUR’
Selamat tahun baru 2009!
Tahun baru dicatat dengan refleksi, kontemplasi dan introspeksi atas apa saja yang telah kita capai sepanjang tahun lalu dan diawali dengan harapan, cita dan semangat baru. Demikian halnya dengan gelaran pameran seni visual ke-39 di Jogja Gallery kali ini. Pameran sebagai penanda memasuki awal tahun 2009 kali ini, sengaja mengusung tema sederhana dan membebaskan perupa-perupanya untuk mengeksplorasi diri atas karya-karya mereka. Apa yang sedang terjadi saat ini? Pada diri kita sendiri, tentang mimpi dan harapan kita, lingkungan terdekat, isu seni rupa kita hingga isu perkembangan wacana global terkini, mewarnai tema karya yang digelar dari tanggal 23 Januari hingga 22 Februari 2009.
Niatnya mengawali tahun baru ini dengan menampilkan karya-karya baru dari para perupa kita, baru di gagasan, cara ungkap mau pun di teknik. Tema yang terkesan sederhana ini, disikapi kritis oleh perupa peserta pameran ini. Antara lain, ketika berbicara dari segi teknik berkarya, karya AT Sitompul menghadirkan kembali karya lukisnya setelah sekian lama berkutat pada teknik seni grafis. Dalam catatan biodatanya, AT Sitompul terakhir kali menggelar pameran lukisan di tahun 2003. Karena menurutnya, salah satu cara agar pikiran dan jiwa kita segar kembali adalah melakukan sesuatu yang di luar kebiasaan atau pekerjaan kita selama ini.
Lain halnya dengan Daniel ‘Timbul’ Cahya Krisna yang masih bertahan pada seni grafis dan berharap bisa memberikan sesuatu yang baru di tengah maraknya karya-karya lukis. Atas konsistensinya tersebut, baru saja penghargaan atas dedikasinya sebagai perupa muda bidang seni grafis berhasil diraihnya [Academic Art Award #2, 2008]. Perlu dicatat pula hadirnya kelompok Simponi [dibentuk tahun 2007], terdiri dari 4 perupa perempuan, yang lahir rata-rata di tahun ’80-an dan berangkat dari berbagai latar belakang minat utama seni. Simponi yang merupakan akronim dari Sindikat Monster Poni berolah media dengan basis kain dan serat, untuk kemudian menjadi karya-karya yang menarik, menggelitik dan terasa tak berjarak dengan audiensnya.
Demikian halnya dengan karya Antoni Eka Putra, Andrew K. Jack, Dedy Sufriadi, I Ketut Teja Astawa, Pramono Pinunggul dan Yusron Mudhakir yang mengedepankan perihal unsur-unsur utama dalam sebuah karya yakni warna, garis dan tekstur mau pun bentuk, ruang dan komposisi. Antoni Eka Putra untuk kali ini lebih simple bermain di garis mau pun warna dan terkesan impresif. Keteraturan terkadang menjadi penjara diri sendiri, eksistensi tidak dengan kemonotonan tapi dengan pergerakan, demikian pertanyaan Antoni. Hampir senada dengan karya Yusron Mudhakir di sepanjang pengetahuan saya, tetap konsisten menggulirkan penekanan dan pembahasan kualitas warna . Namun cenderung lebih soft pada karya Risalah Warna #2-nya kali ini. Sedangkan Dedy Sufriadi dan Agus ‘Baqul’ Purnomo mengetengahkan teks sebagai elemen utama karya mereka. Sementara Andrew K. Jack, satu-satunya perupa asing, kelahiran New Zealand, ingin hadir kembali mewarnai dinamika seni rupa Indonesia, setelah pameran tunggal terakhirnya tahun 2002 lalu di Jakarta. Bagi yang mengenal Andrew, tema ikan bukan hal baru untuk karyanya, namun olah finishing karya dengan media resin merupakan hal yang jarang kita temui untuk sebuah karya seni lukis.
Hadirnya karya surealis milik Gusmen Heriadi serta dua karya abstrak milik perupa asal Bali, I Made Supena dan I Made Mahendra Mangku lebih memilih tema yang sama yakni soal refleksi dan waktu. Ajakan untuk merenungi kembali akan berharganya sebuah kesempatan, ruang dan waktu sangat pas melalui karya-karya mereka yang minimalis harmonis.
Tengok juga karya-karya Agus Yulianto, Ahmad Sobirin, Asmualiawan, Erica Hestu Wahyuni, Heri Purwanto, Ida Bagus Komang Sindu Putra, I Nyoman Triarta, Niko Siswanto, RM Soni Irawan, Solichin, Komroden Haro dan “Otje”. Mereka menemukan dan mengambil inspirasi dari apa yang sedang terjadi dalam diri mau pun lingkungan terdekat guna eksplorasi karya. Tidak muluk-muluk memang dan tidak sedang berbicara makna yang terdengar sangat pelik. Berkutat masalah sehari-hari, naik turunnya roda kehidupan, satu menopang yang lain, demikian seterusnya untuk tetap bertahan. Hal tersebut disimbolkan dari salah satu bagian mesin kendaraan, meski kecil tetapi penting dan mampu menggerakkan atau menghentikan yang lainnya, lihat karya Fransgupita, Engine Stop.
Meski demikian, toh beberapa perupa kita tetap tak pelak terpercik gagasan berkarya yang berangkat dari isu-isu politis yang sedang hangat saat ini. Seperti krisis ekonomi global hingga konflik bersenjata di kawasan Timur Tengah, yang menjadi keprihatinan masyarakat dunia. Karya Abdul Fattah, Agus ‘Baqul’ Purnomo, Farhansiki, Khusna Hardiyanto dan Robi Fathoni mengungkap dominasi kuasa negara Amerika yang memiliki multi efek bagi hampir di penjuru negara.
Demikianlah, pameran ini diniatkan ingin memberikan kejutan-kejutan baru di tengah padatnya undangan perhelatan di sepanjang 2008 lalu hingga awal tahun. Kejutan atau kesegaran jelas relatif dan sangat subyektif ukurannya. Segar menurut saya pastinya berbeda dengan segar menurut Anda. Begitu pula dengan ke-31 perupa yang berpartisipasi dalam pameran seni visual FRESH 4 U kali ini. Untuk itu, pameran ini memberikan penawaran-penawaran atas makna dan karya yang segar itu sendiri. Meski saya sendiri dan hampir sebagian besar ke-31 perupa ini sepakat bahwa karya yang segar adalah karya-karya yang inspiratif bagi penikmatnya dan lebih penting adalah jujur.
Pameran FRESH 4 U ini coba dihadirkan karena berangkat dari kegelisahan atas situasi dan perkembangan seni rupa Indonesia saat ini. Menantang para perupa untuk bisa menghadirkan karya-karya yang benar-benar berbeda, benar-benar menantang, benar-benar mengajak kita berpikir kembali, dan benar-benar menyegarkan! Apakah benar seni rupa kita stagnan, apakah benar pasar seni rupa kita sedang lesu pasca riuhnya berbagai transaksi karya di tiap sudut ruang presentasi di tanah air ini. Karya instalasi Tisna Sanjaya, Mobile Seniman, satir menanggapi hal ini. Jujurkah kita berkarya, jujurkah kita berwacana dan jujurkah kita bertransaksi?
Nunuk Ambarwati
Program Manager Jogja Gallery
Terima kasih kepada
Sponsor :
Calista Photo Studio dan Mirindo Rent Car
Partner : Mall Galeria, Toko Buku Togamas, Novotel Hotel, Grand Mercure, PT Dakota Cargo, Royal Garden Restaurant, Mall Ambarrukmo Plaza dan Jogja Plaza Hotel.
Media Partner : Radio Eltira 102.1 FM, Radio Global 107.6 FM, Radio RRI Pro 2 102.5 FM, Radio Rakosa 105.3 FM, Jogja TV 48 UHF, Truly Jogja, Kabare Magazine, Kompas, Kedaulatan Rakyat dan Bernas.
Pameran selanjutnya – Asian Youth Imagination #2 [28 Februari – 11 Maret 2009]
Asian Youth Imagination #2 adalah lanjutan dari acara pertama yang sudah terlaksana di Jepang pada bulan Desember 2008 lalu. Pameran ini bertujuan untuk menyajikan karya-karya seniman muda performans se-Asia dan berbagi dalam pengalaman proses berkarya.

Peserta pameran terdiri dari 10 negara di Asean [India, China, Singapore, Taiwan, Philipina, Thailand, Myanmar, Vietnam, Sri Lanka, dan Jepang.