Tuesday, February 06, 2007

Eksisten di tengah Sekaten

Pameran Seni Lukis: EKSISTEN
Jogja Gallery, Yogyakarta, 27 Februari – 25 Maret 2007
Kurator Jogja Gallery: Mikke Susanto
Exhibition Advisor: Heri Pemad

Pameran ini diselenggarakan sebagai respon atas pasar malam sekaligus agenda tahunan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat: SEKATEN. Dalam pameran ini perupa diharapkan dapat memberi sumbangan kreatif berupa karya-karya yang memiliki tema untuk mengingat kembali keberadaan dan sejarah kota Yogyakarta. Hal ini menarik dilakukan agar publik merasakan kembali bagaimana kota Yogyakarta yang telah berusia 250 tahun ini berjalan.

Meski pun pameran ini pada dasarnya mendukung gebyar pasar malam SEKATEN, tetapi juga menyimpan tujuan yang sangat berarti yaitu memberi rangsangan untuk mengingat berbagai kejadian dan situasi yang telah, sedang dan mungkin akan terjadi di Yogyakarta. Gambaran-gambaran tentang berbagai aktifitas (yang menjadi perhatian banyak orang Yogyakarta), polemik (tentang berbagai kebijakan dan kejadian kota), atau ruang-ruang publik Yogyakarta dapat dikaitkan dengan isi dan tema karya yang akan dipamerkan dalam pameran ini. Ada pun secara konsep teknis dan visual, pameran ini membuka peluang terhadap berbagai gaya, pendekatan visual mau pun aliran pemikiran.


Sumber materi atau subjectmatter yang dapat diusung dalam pameran ini misalnya:
Ruang-ruang publik yang menarik seperti Kantor Pos Besar, Tamansari, Kraton Malioboro, Pasar Sapi, Jembatan Kali Code, Tugu, pemandangan alam dan ruang rekreasi keluarga seperti pantai dan aktifitasnya, dan sebagainya.
Orang-orang yang menjadi perhatian dan penting dalam sejarah dan perkembangan Yogyakarta.
Aktivitas-aktivitas yang dinilai eksotis dan menjadi daya tarik bagi visual.
Kisah, cerita, legenda atau berita yang mengetengahkan kelengkapan perkembangan di sektor kebudayaan, politik mau pun dalam seni rupa sendiri dan di sektor lainnya yang telah memberi warna dalam perkembangan kota.

Daftar calon peserta pameran:
Andy Wahono – Anggar Prasetyo – Agus Triyanto BR – Aji Yudalaga – Anang Asmara – Bambang Heras – David Armi Putra – Dedy Maryadi – Denny ‘Snod’ Susanto – Didik Nurhadi – Dyan Anggraini Hutomo – Erizal As – Galam Zulkifli – Hadi Soesanto – Hamdan – Herly Gaya – I Gusti Ngurah Udiantara – I Nyoman Darya – Iwan Sri Hartoko – Julnaidi MS – Kusmanto – Luddy Astaghis – M Andi Dwi – Nanang Warsito – Nasirun – Nico Siswanto – Niko Ricardi – Oskar Matano – Ridwan – Robby Fathoni – Saepul Bachri – Samsul Arifin – Setyo Priyo Nugroho – Stefan Buana – Slamet Suneo Santoso – Sito Pati – Syahrizal Pahlevi – Yayat Surya – Wara Anindyah – Warsitho

Jogja Gallery [JG]Jalan Pekapalan No 7, Alun-alun Utara Yogyakarta
Telepon +62 274 419999, 412021, 412023, 7161188
Fax +62 274 412023
Email jogjagallery@yahoo.co.id, info@jogja-gallery.com
www.jogja-gallery.com

Agraris Koboi!


Visual Art Show - "AGRARIS KOBOI!"
Jogja Gallery, Yogyakarta, 10 – 20 Februari 2007

Di dasawarsa terakhir, Yogyakarta dipenuhi oleh berbagai kejutan visual. Wajah kota menjadi ‘glamour’. Jalan-jalan penuh warna, entah oleh mural atau spanduk, neon box dsb. Tembok-tembok toko tak lagi kosong. Pejalan kaki menjadi ‘tamu’ atas perangai para penggagas visual. Bahkan ruang privat anak-anak muda saat ini tak lagi melompong berisi kasur, almari dan tape recorder. Kini, semua penuh dengan gambar. Gejala ini bisa jadi sebuah euforia atau mungkin juga demam visual. Berangkat dari salah satu gejala yang memanas semacam ini, kurator hendak mengajukan sebuah “manifes bersama” untuk meneguhkan semangat atas kejutan visual tersebut dan menjadi ‘visi baru’ dalam seni rupa yang berkembang di Indonesia.
Manifes ini dimulai dengan mengekspos karya-karya yang memiliki kecenderungan ‘menggambar’ dalam arti teknis. Serta unsur utama dalam karya-karya ini adalah lukisan-lukisan yang mengetengahkan keseharian dan/atau hobby anak muda yang sedang mencari tren sekarang. Pendek kata, karya-karya mengusung gejala dan budaya populer, yang bersifat liar, dimanis, imajinatif.


Selain itu, pameran ini hendak mengetengahkan fenomena seni rupa kontemporer di Yogyakarta tersebut yang konon masih dianggap sebagai bagian dari kultur besar (sub-kultur). Pameran ini hendak memberi ketegasan untuk menandai mereka dalam satu gaya/fenomena yang terjadi di sela berbagai kecenderungan gaya yang berkembang di Yogyakarta. Karena sementara ini banyak sekali anggapan bahwa karya-karya mereka masih dianggap ‘bukan lukisan’ atau ‘bukan karya seni’ (lebih parah lagi itu ada yang menyebutnya ‘polusi visual’), dan dianggap sekadar permainan visual yang menjamur di beberapa tempat (ruang publik maupun ruang privat mereka).


Dalam hal ini Jogja Gallery hendak memperjelas posisi mereka. Mereka adalah juga bagian dari perkembangan seni visual di Yogyakarta pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya. Mereka bukan lagi sebagai sub-gaya dari aliran besar bernama Pop art atau sub-kultur dari aliran Pop Culture yang berkembang. Mereka terlihat sangat serius, dalam upaya menggeluti konsep seninya. Keseriusan itu terlihat ketika mengelaborasikan kehidupan seharian dengan pola berpikir tentang kajian sejarah, politik dan kebudayaan secara umum, yang notabene telah menjadi bagian dari napas hidup mereka.

Lokalitas yang membedakanDalam hal ini, terdapat hal yang membedakan antara perupa peserta pameran ini dengan mereka dengan yang ada di Bandung, Jakarta dan Bali. Jika kesamaan adalah ekspos kebudayaan populer lewat munculnya elemen-elemen kebudayaan misalnya televisi, majalah, telepon seluler dan sebagainya, maka mereka, peserta pameran ini, mendapatkan inspirasi dari aktivitas kebudayaan yang muncul di kota Yogyakarta. Tepatnya adalah kehidupan yang terjadi di seputaran masyarakat seni rupanya.


Mereka berkembang bersama dengan seniman-seniman ‘aliran’ lain. Mereka bergumul dengan perhitungan-perhitungan visual. Mereka juga masih menekankan unsur-unsur artistik, kemampuan teknik, dan memadukan desain & komposisi yang energik. Sehingga kebersamaan mereka dengan seniman-seniman lain tersebut memberi warna terhadap karya-karya yang dihasilkan. Dimensi pemikiran yang melatari ragam karya mau tak mau juga diinspirasi oleh beberapa hal, diantaranya ilmu sejarah (rata-rata mereka kuliah di ISI Yogyakarta), hubungan pertemanan antar perupa (terutama dengan perupa-perupa senior: imajiner maupun diskusi langsung) dan budaya lokal Jogja yang melingkupi mereka. Tak pelak banyak muncul berbagai elemen visual yang memandai itu semua.


Sekarang yang menjadi perhatian kita (penonton) sanggupkah mereka yang secara pemikiran banyak dipengaruhi dimensi dan sejarah hidup yang “ke-Barat-barat-an”, menangkap gejala lokalitas (ke-Yogya-annya yang konon masih dianggap masih dalam kehidupan agraris itu) dalam karya seni?

Seniman peserta: Agus Yulianto – Arie Dyanto – Eko Dydik ‘Codit’ Sukowati – Decky ‘Leos’ Firmansyah – Uji ‘Hahan’ Handoko – ‘Iyok’ Prayogo – Krisna Widyathama – Iwan ‘Pandir’ Effendi – Nano Warsono – Riono Tanggul a.k.a Tatang – Wedhar Riyadi

Mikke SusantoKurator

Seni Lukis Tunisia, Tidak Melulu Kaligrafi

DESKRIPSI : SENI LUKIS DI TUNISIAJogja Gallery, Yogyakarta, 10-20 Februari 2007Kerjasama antara Kedutaan dan Konsul Kehormatan Republik Tunisia dengan Jogja Gallery, Yogyakarta

Generasi pertama perupa Tunisia mengenal seni modern melalui pendidikan yang mereka terima dari Sekolah Seni Murni di Tunisia mau pun di Eropa atau bahkan secara otodidak, hal ini kemudian lebih mengeksploitasi kelebihan natural yang mereka miliki. Situasi ini berkebalikan dengan pelukis Eropa, pelukis asli asal Eropa tidak diikuti oleh berbagai arus perkembangan seni yang diakibatkan oleh perang.

Sekelompok pelukis lulusan pendidikan seni di Tunisia, terdiri dari Ammar Farhat, Yahia Turki, Jelel Ben Abdallah, Abdelaziz Gorgi, Ali Bellagha… yang kami anggap sebagai sekelompok pelukis seni modern generasi pertama, terpilih sejak mereka mulai dengan bahasa plastis membawa nilai-nilai tradisional dan keasliannya. Dalam karya lukis mereka, sebuah visi kenangan tertentu berubah menjadi penanda berkenaan dengan perkembangan dunia yang semakin modern.

Bersama generasi kedua, di tahun ’60-an terlihat perkembangan sejumlah bakat-bakat muda dan ekspresi artistik plural. Generasi baru ini lebih mempunyai keterbukaan interpretasi eklektik atas seni lukis barat dan bereaksi menentang arus seni yang sebelumnya. Hal tersebut terjadi di dalam situasi yang sedikit antusias baik secara individu mau pun dalam sebuah kelompok. Di era ini dimana kami menemukan berbagai gambaran ekspresi seperti seni abstrak, figur-figur baru dan berbagai variannya.

Inovasi membawa mereka ke dalam “gelombang baru” untuk membentuk kelompok-kelompok yang lebih kecil berawal di tahun 1963. Generasi ini ditandai dengan tendensi atas seni abstrak dan kaligrafi. Kelompok ini tidak keluar dari patronnya yang mana mereka pakai sebagai sumber inspirasi, bahkan di dalam dunia fashion seperti tanda dan simbol tradisional, atau dengan mengadaptasi kemungkinan yang tidak terbatas dari seni kaligrafi dan arsitektur Arab.

Memasuki generasi berikutnya, pelukis tahun ’70-an mengeksplorasi bidang mereka dimana dimungkinkan untuk menggunakan ekspresi spiritualnya. Perupa muda terdidik di Sekolah Seni Murni di Tunisia dan menghabiskan kurang atau lebih waktunya untuk tinggal di Perancis (untuk studi atau tinggal di kota pusat seni dunia yakni Paris), mereka mengolah misteri seni surealis atau bahkan berbagai hal di dunia yang mereka temui, berkaitan dengan pengembangan sisi personal dan pengalaman mereka masing-masing…

Mereka tak bukan adalah Rafik El Kamel, Abderazak Sahli, Guider Triki, Noureddine El Hani… Sepanjang tahun ’80-an, seni lukis di Tunisia menjadi saksi kemunculan berbagai eksperimen sementara menghindari abstraksi tertentu.

Generasi berikutnya, pada tahun 1987-1997, dimana pameran ini didedikasikan kepada mereka, memperluas ketertarikan atas bidang-bidang baru. Dari 20 perupa, kami telah menyeleksi sejumlah perupa laki-laki mau pun perempuan dimana kami anggap bisa merepresentasikan perupa muda dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.

Berikut nama perupa yang berhasil kami konfirmasi keikutsertaannya, yakni:

Ahmed Hajjeri Rachid Fakhfakh Lamine Sassi
Raouf Karray Meryem Bouderbala Feryal Lakhdhar

Bersama ini, kami juga hendak memperkenalkan bakat-bakat muda yang menjanjikan, khususnya perupa perempuan seperti Rym Karoui, Sonia Drij, Insaf Saada, Asma Mnaouer, Najoua Abdelmaksoud. Kita diminta mempelajari secara kronologis karya-karya dari para perupa yang berpartisipasi dalam pameran ini berdasarkan gaya mereka masing-masing.

Dalam sebuah perhelatan Universal Exhibition “Aichi 2005”, negara Tunisia mengikutsertakan 6 perupanya yang memiliki kesamaan umum dalam interpretasi personal mereka di segala aspek.

Kekayaan dan keragaman lukisan karya Abderrazak Sahli membawa kita ke dalam bentuk-bentuk dan warna labirin. Karyanya tidak berhenti memberi kejutan dan mengherankan kita dengan tema dan komposisinya melalui berbagai kekayaan warnanya, seperti yang termanifestasikan dalam dua karya yang diajukan untuk pameran ini dimana masing-masing merefleksikan kesatuan antara unsur air dan alam.

Rachid Fakhfakh dengan judul karyanya Homage to Earth – Fertile Land I dan II merepresentasikan kombinasi lengkap yang menggunakan bidang magis sebagai model untuk mengorganisasi dan bidang modul sebagai bentuk ekspresi. Sebenarnya ini dua variasi dari tema yang sama dimana menggunakan sebuah frame berdasar urutannya, yang terdiri dari 25 gambar, warna dari pasir dan beragam tekstur di atas bidang berukuran lebih dari satu meter.

Sementara Raouf Karray, karya lukisnya dikenal dari tanda, simbol dan terkadang kaligrafi yang saling bertabrakan satu dengan yang lainnya melalui tekanan dan warna yang kuat , dimana menarik perhatian mata kita untuk tidak meninggalkan setiap detail dalam sebuah ruang inspirasi yang diwariskan dari leluhurnya. Dalam karya yang dipamerkan kita menemukan perbedaan gaya, sebagai sebuah komunikasi atas pesan yang berkaitan dengan energi dan proteksi atas alam.

Elemen arsitektural merupakan titik pijak perjalanan artistik dari perupa Hatem Gharbi. Tujuannya adalah meniru secara alamiah dengan men-setting benda-benda yang berkaitan secara esensial dengan batu dan relief yang diekspos secara puitis dan sunyi. Kepekaan yang lebih baik bisa dilakukan melalui sebuah komunikasi. Di dalam karyanya, gelombang merupakan elemen komunikasi dimana lingkaran konsentris akhirnya adalah bunga matahari. Namun ketika bumi ingin menyampaikan pesannya kepada kita, apakah kira-kira yang akan dia sampaikan?

Didalam karya abstraknya yang selalu menampilkan alam sebagai elemen terkini, Asma M’Naouar mengembangkannya melalui penempatan intens atas materi dan warna terutama merah dan echre. Karya-karya yang dia ajukan membuka keterpesonaan kita atas alam dengan lampu yang didampingi dengan teknik kikisan, memperlihatkan kepekaan kita atas landsekap melalui sentuhan semangat warna-warnanya.


Lukisan karya Najoua Abdelmaksoud adalah transposisi personalnya dari berbagai elemen seperti karakter, pemandangan dari jalan, arsitektur dimana merupakan turunan dari sebuah perencanaan dan deformasi dari sebentuk proporsi yang tepat untuk sebuah gaya dari seorang seniman. Karya yang dipamerkan dalam pameran ini adalah gambaran ucapan terima kasih alam atas intervasi manusia dalam usahanya menciptakan alam yang bersih dan sehat.


Terjemahan bebas diambil dari sinopsis “Painting in Tunisia” yang dipublikasikan oleh the Embassy of Tunisia, Jakarta. Image karya Hajjeri Ahmed, She's surprising me, 120x122 cm, acrylic on canvas.

Monday, February 05, 2007

The Thousand Mysteries of Borobudur


Kompetisi Seni Visual 2007
THE THOUSAND MYSTERIES OF BOROBUDUR
UNESCO Office Jakarta – Jogja Gallery - Dept. Pariwisata & Budaya RI - UGM - PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & Ratu Boko

Bagi sebagian besar orang awam, tidaklah mudah menerjemahkan eksistensi Borobudur. Apalagi jika hal itu dikaitkan dengan kehidupan personalnya, baik sebagai bagian dari profesi, status maupun hobinya. Sejarah hidup seseorang yang berbeda-beda, tentu saja takkan bisa dengan mudah tersambung dengan sejarah Borobudur. Harus ada upaya untuk ”menggerakkan” Borobudur dan masyarakatnya untuk bersama-sama menghubungkannya.
Borobudur, sebagian besar diketahui masyarakat sebagai bangunan besar buatan manusia. Seluruh sejarah yang terjadi padanya juga tidaklah dengan cepat dan kuat menarik perhatian sebagian orang untuk memeliharanya. Mencermati berbagai cerita dari relief di badan Borobudur yang indah itu saja misalnya, terasa benar bahwa Borobudur sudah selayaknya ”menjadi bagian” dari diri kita semua. Kita tahu Borobudur bukanlah benda eksklusif. Ia tak membutuhkan perhatian berlebih. Ia hanya membutuhkan hidup dan perawatan dengan kesadaran masyarakatnya. Tentu saja lewat perupa dengan karya seninya.


Kompetisi ini bersifat terbuka dan akan menjadi bagian dari pameran besar bertajuk ”The Thousands Mysteries of Borobudur” yang akan digelar di Jogja Gallery pada 20 April-9 Mei 2007. Kompetisi ini adalah bagian dari kerjasama UNESCO, Jogja Gallery, UGM, dan PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & Ratu Boko bersama mitra-mitra yang lain. Kompetisi ini tidak dibatasi oleh ideologi yang condong pada situasi tertentu atas Borobudur, namun lebih banyak diidentifikasi sebagai bentuk kritis perupa terhadap eksistensi Borobudur secara jujur dan dalam bentuk karya seni.

Karya-karya seni yang dipamerkan atau dikompetisikan diharapkan lebih mencerminkan bentuk, sikap, dan jawaban atas pertanyaan perihal pengingatan kembali pada semangat menjaga peradaban manusia secara arif, terutama kepada bangun kreatif bernama Borobudur yang penuh misteri. Agenda ini, sekali lagi mencoba mengingatkan kembali peran, kelakuan, kerangka pikiran kita semua dan mencoba mengisi Borobudur dengan berbagai bentuk pergerakan pikiran kreatif.

1. Pemenang
· Kompetisi ini akan mengambil 20 finalis yang akan diikutsertakan dalam pameran. Dari 20 (dua puluh nominator) akan diambil 5 ( lima ) terbaik yang akan diumumkan pada saat pembukaan pameran.
· Kelima pemenang tersebut akan mendapat hadiah masing-masing Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) dan mendapatkan sertifikat pemenang dari UNESCO.

2. Sifat dan spesifikasi
· Tema karya disesuaikan dengan pengantar di atas.
· Kompetisi ini bersifat terbuka-nasional dan tidak dibatasi usia. Peserta adalah mereka yang tinggal dan beralamat di Indonesia , dan tidak dibatasi oleh kewarganegaraan.
· Media karya yang digunakan bebas (dwimatra atau trimatra: lukisan, patung, grafis, batik, keramik, instalasi, fotografi, dan sebagainya), sedangkan ukuran salah satu sisinya tidak lebih dari 200 cm.
· Setiap peserta diperkenankan mengajukan 2 judul karyanya.

3. Ketentuan Teknis
· Penjurian dilakukan dengan seleksi foto karya. Untuk itu setiap peserta dipersilakan mengirim foto karya (10 R Glosy) yang diajukan dan dikirim paling lambat 5 Maret 2007) disertai konsep karya dan biodata peserta terbaru.
· Untuk informasi lebih lanjut dan pengiriman foto karya dialamatkan ke:

Panitia Kompetisi THE THOUSAND MYSTERIES OF BOROBUDUR
d.a. JOGJA GALLERY
Contact person: Nunuk Ambarwati [+62 81 827 7073]
R. Daru Artono [+62 85 643 898 779]
Jl. Pekapalan 7 Alun-alun Utara Yogyakarta.
T: 0274 419999, 412021, 412023, 7161188
Email jogjagallery@yahoo.co.id

· Pengumuman 20 nominator (finalis) akan diberitahukan via surat ke peserta yang karyanya terseleksi atau mengakses alamat website: www.jogja-gallery.com
· Karya yang sudah terseleksi diharapkan masuk paling lambat tanggal 5 April 2007.
· Pengiriman karya ke Jogja Gallery ditanggung oleh perupa, sedang pengembaliannya tanggungjawab Jogja Gallery.
· Pihak penyelenggara berhak memakai image karya sebagai bagian dari publikasi dan semua aktivitas yang terkait dengan pameran ini.
· Setelah melalui tahap seleksi, karya diharuskan siap pamer dengan menyertakan keterangan karya secara lengkap.
· Karya diharapkan dapat dijual, dengan ketentuan yang disepakati oleh pihak perupa dan penyelenggara. (Catatan: 60% untuk seniman, 20% untuk perawatan Borobudur, 20% untuk biaya packing dan pengiriman karya kembali ke perupa dan atau ke pembeli karya).

4. Juri
dr. Oei Hong Djien (pengamat seni dan kolektor)
DR. M. Agus Burhan, M.Hum. (ISI Yogyakarta )
Mikke Susanto, S.Sn. (Jogja Gallery)
Ir. Guntur Purnomo Adi (PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko)
DR. Ir. Laretna T. Adhisakti, M.Arch. (Univ. Gadjah Mada)

Program ini terselenggara berkat kerjasama
UNESCO Office Jakarta, Jogja Gallery, Dep. Pariwisata & Kebudayaan RI, Universitas Gadjah Mada, PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko, Center Heritage Center [CHC].