Thursday, February 19, 2015

Ngobrol Bareng bersama TRIO LUPUS




SCP Switch Asia Indonesia mempersembahkan:
NGOBROL BARENG tentang Green Living
"Don't (just) Recycle! Think First"
 
Sambil menambah ilmu FOTOGRAFI dan MENULIS

FOTOGRAFI
 Jumat, 20 Februari 2015
Pukul 08.00 - 11.30 WIB
Pembicara: Fergananta Indra (Pewarta Foto KOMPAS)
Riki Zulkarnain (Fotografer Lepas)

MENULIS
Pukul 13.30 - 17.00 WIB
Pembicara: Trio Lupus (Hilman - Boim - Gusur)
di University Club (UC) UGM
Bulaksumur, Yogyakarta

FREE dengan undangan.
Fasilitas: free makan siang.

Organizer: KOMPAS dan Tirana Art Management

TRIO LUPUS (dari kiri ke kanan): Gusur, Boim, Hilman. Foto courtesy: KOMPAS Yogya
Buku-buku LUPUS terbaru. Ada yang memang baru, ada yang 'recycle', tulisan lama tapi kemasan baru :)
Foto courtesy: KOMPAS Yogya.
 
Sesi tanda tangan. Foto courtesy: KOMPAS Yogya.


Sunday, February 15, 2015

Ekspresi India: Tato Mehndi




Ekspresi India
Tato Mehndi (me-hen-di)


Selama ini lebih kurang 5000 tahun, manusia di India, Afrika dan Timur Tengah telah mengenal seni mehndi, yaitu hiasan tubuh dengan pewarna dari dedaunan tanaman henna (pacar). Tanaman ini banyak tumbuh di padang pasir dan getahnya berfungsi untuk mendinginkan tubuh. Banyak orang meyakini bahwa symbol-simbol mehndi yang ditorehkan di atas kulit manusia itu membawa keberuntungan atau melindungi pemakai dari pengaruh jahat.

Wanita India memakai tato mehndi untuk mempercantik tangan dan kakinya saat mereka melangkah ke pelaminan. Malam sebelum pernikahan, biasanya para wanita berkumpul dan mencurahkan waktunya untuk melukis tubuh pengantin wanita dan menasehatinya dengan wejangan seputar misteri perkawinan. Calon pengantin putri ini tidak boleh bekerja, sehingga dibuatlah campuran pewarna yang memungkinkan tato mehndi bertahan lama di tubuhnya. Selain untuk mempercantik tubuh pengantin, nama pengantin calon suami juga ditorehkan di antara desain mehndi yang sungguh rumit. Jika pengantin pria tidak menemukan namanya, maka hal ini menandakan kelak pengantin wanita akan memegang kendali dalam rumah tangga.

Untuk membuat pewarna tato mehndi, daun henna akan dikeringkan dahulu dan digiling sehalus-halusnya. Lalu bubuknya disaring dua kali dengan alat penyaring yang terbuat dari kain nilon. Seniman tato mehndi lalu mencampur bubuk ini dengan minyak untuk membuat pasta yang tebal. Pasta inilah yang nantinya ditorehkan di tubuh pemakai, terutama di daerah tangan dan kaki. Ada beberapa jenis daun henna, misalnya yang berlabel “hitam” akan menghasilkan warna kelabu kabur. Sedangkan yang berwarna “coklat” memunculkan warna yang senada dengan kulit. Kini banyak orang barat yang senang memakai tato mehndi, namun mereka seringkali tidak cukup sabar menunggu hingga larutan pewarna henna itu meresap ke tubuhnya.

Seorang seniman dari New York, Matty Jankowski, merancang pasta henna yang dikemas dalam tube dan hanya perlu waktu satu jam untuk ditorehkan di kulit. Tato mehndi kini dipopulerkan oleh para selebritis di Hollywood sehingga banyak ditiru di penjuru Amerika. Tingginya permintaan telah memunculkan henna berawana hitam pekat. Akibatnya orang memakai bahan kimia lain yang kerap menimbulkan alergi pada kulit. (ad/rohman).


Kutipan artikel “Ekspresi India” di Majalah [aikon!] media, edisi II2, Mei 2000, rubric Gaya, halaman 3.

__________________________

Mehndi (Ind) atau mehandi  atau henna secara harfiah berarto "melati", tanaman penting untuk orang India, terutama orang Rajasthan. Mehndi merupakan seni tradisional melukis tangan dan kaki di India, dan sebagian Afrika dan Timur Tengah, terutama untuk pernikahan, festival, dan perayaan lainnya. Diantaranya motif yang paling umum di India adalah: Kairi (mangga) atau Paisley menggambarkan sebuah buah slice, rupee (mata uang India), merak (burung nasional India), singhada (kastanye air), beras, menjalar teratai, tanaman melati (murad), sakarpara (kue manis India), Chopra (papan permainan), Kalash Kumbh (urn suci), tanaman Tulsi, bajot (meja upacara untuk melayani makanan khusus), dan bijani (kipas).

Sumber: Diksi Rupa: Kumpulan Istilah dam Gerakan Seni Rupa, Mikke Susanto, halaman 256.

Baca juga, artikel terkait:

Saturday, February 14, 2015

Henna: Ngakar, Ngukir, Ngakur


Pameran foto dokumentasi karya
Nun Nani Rachma R. Putri | Khaila's Henna Gallery
Tirana Artspace, 14 Februari 2015

HENNA : NGAKAR, NGUKIR, NGAKUR
Tajuk tersebut pada dasarnya adalah harapan sederhana dari saya untuk passion saya di bidang seni henna mehndi.

Henna itu Ngakar.
Saya berharap henna bisa mengakar dalam kehidupan saya. Saya tidak mau seni henna membuat saya menjadi "sok nyeniman". Saya mau henna membuat saya benar" hidup dalam (dan ketika) berkarya. Saya hanya ingin akar-akar nilai seni henna mengalir dalam diri saya, nilai tentang kesabaran, ketelitian, detail, kecermatan, keindahan. Dan satu hal yang terpenting yakni ketenangan, tidak grusah grusuh. Satu harapan yang filosofis. :)

Henna itu Ngukir.
Bagi saya, passion itu sederhana : kegiatan yang membuatmu berdaya, hidup.
Mengukir dengan pasta, bukankah itu kegiatan...? :)

Henna itu Ngakur. 
Mengakrabkan, saling mendekatkan saya dengan semua energi semesta..
Saya berharap dengan henna, saya bisa semakin dekat dengan Gusti Allah yang menciptakan henna itu sendiri. Saya pun berharap henna bisa mendekatkan saya dengan orang-orang di sekitar saya yang tertarik dengan seni ini, pelanggan saya, rekan-rekan seprofesi dan penikmat seni. Sesederhana itu.. :)

Baca juga artikel terkait: 
Happy Henna Time
Ekspresi India: Tato Mehndi

Facebook: Khaila's Henna Jogja
Twitter : @ney_KhailaHenna
Instagram : @nunnanirachmah
Path : Ney Khaila's Henna


_________________________________________________

LIPUTAN MEDIA MASSA

Koran Sindo | Halaman Yogya Istimewa | Kamis, 12 Maret 2014 | halaman 9-10

Tribun Jogja | Rubrik Art and  Culture |  Minggu Wage, 1 Maret 2015 | halaman 19

Harian Jogja | Rabu, 25 Februari 2015 | Tulisan Arief A Junianto

Koran Tempo | Rubrik Bisnis Seni Budaya | Halaman Yogyakarta dan Jawa Tengah
Selasa, 24 Februari 2015 | Tulisan Pito Agustin Rudiana

Tribun Jogja | Rubrik Jogja Hari Ini | Senin Legi, 16 Februari 2015 | halaman 14


Silakan cek berita onlinenya di:
http://www.koran-sindo.com/read/975533/151/nikmati-indahnya-seni-henna-melalui-foto-1426133771


http://suarapemudajogja.com/2015/03/09/henna-ngakar-ngukir-ngakur-seni-body-painting/


http://yogyakarta.rri.co.id/yogyakarta/post/berita/145376/fashion/seni_ukir_henna_kreasi_ney_dipamerkan_di_tirana_house_suryodiningratan_jogja.html


http://koran.tempo.co/konten/2015/02/24/365926/Mengukir-Pengantin-Jawa-dengan-Henna


http://nunukambarwati.blogspot.com/2015/02/henna-ngakar-ngukir-ngakur.html


http://nunukambarwati.blogspot.com/2015/02/happy-henna-time.html





Friday, February 13, 2015

Happy Henna Time


 
Photo courtesy: Zee-zy Photography

HAPPY HENNA TIME


Mempercantik diri banyak ragamnya. Salah satunya dengan henna, seni body painting, memperindah tubuh yang berasal dari negara India atau Timur Tengah. Bagian tubuh seseorang akan diukir motif tertentu; dengan menggunakan bahan pasta yang merupakan racikan dari berbagai bahan. Motif ukiran henna sebenarnya sangat berkembang dan bebas tergantung kreatifitas henna artist. 

Henna artist adalah sebutan untuk seseorang yang menekuni dunia ini, mengukir di tubuh kliennya, mengembangkan desain dan seterusnya. Kembali bicara soal motif, motif henna klasik berasal dari dua bagian besar, yakni motif Arabic dan India. Motif klasik India seperti desain-desain Mandala, sementara motif Arabic cenderung gambar bunga (floral). Tetapi tentu saja, tiap negara memiliki karakter khas sendiri. Motif-motif henna pun menjadi berkembang seiring modifikasi yang dibuat oleh henna artist atau permintaan konsumen. Sehingga motif tidak monoton, lebih kontemporer dan lebih aplikatif sesuai perkembangan trend.

Seni henna sendiri di Indonesia, perkembangannya sangat baik, apresiasi terhadap seni ini juga berkembang dengan cukup bagus. Bahkan ada perkumpulan Henna Club Indonesia di media sosial yang menampung apresiasi orang-orang atas minat seni yang satu ini. Di Yogyakarta, seni henna juga memiliki banyak peminat. Namun demikian, dihitung-hitung ternyata kurang dari sepuluh orang henna artist yang eksis selama ini. Apresiasi ini dibuktikan beberapa henna artist bisa bertahan di Yogya karena passion-nya di bidang ini selama hitungan tahun.Terlebih kini seni tersebut perlahan bergeser menjadi trend fashion yang harga jasa pemasangannya menyesuaikan untuk sekedar fun, bukan hanya untuk keperluan rias pengantin. Seperti banyak yang kita tahu, sesuai sejarah henna bermula dan berasal, henna biasanya lebih sering dipergunakan menjelang hari pernikahan. Tetapi sekarang, trendnya bergeser, henna menjadi semacam temporary tattoo bagi orang yang tidak mau atau ragu melakukan tattoo permanen. Seni memperindah tubuh yang tidak permanen, demikian definisi sederhananya. Trend henna menjadi solusi mempercantik tubuh tidak hanya untuk pernikahan, tapi untuk menunjang penampilan sehari-hari. Henna tidak melulu diukir di tangan maupun kaki, tetapi bisa dibagian tubuh lain yang diinginkan konsumen, seperti punggung, perut, paha dan sebagainya.


PROFIL NEY
Salah satu henna artist asal kota Yogyakarta, Nun Nani Rachmah R. Putri (lahir 26 Januari 1989), lebih akrab dipanggil Ney. Anak pertama dari dua bersaudara. Ney mengaku baru membuka jasa henna secara profesional pada Agustus 2014 dengan nama Khalia’s Henna Gallery. Setahun sebelumnya, sekitar pertengahan 2013, Ney sebenarnya sudah tertarik dengan henna. Perjalanan menjadi seorang henna artist bagi Ney, itu perjalanan yang tidak terduga sama sekali, pengalaman batin yang luar biasa. Ibarat cara Tuhan membukakan satu pintu ketika pintu lain seolah-olah sudah tertutup, demikian tuturnya. Ney mengalami kecelakaan saat berkendara motor di bulan Juni 2012. Dan ia divonis mengalami kelumpuhan tangan kanan sekitar bulan Agustus 2012. Itu adalah satu masa tersulit dalam perjalanan hidupnya. Karena terbiasa 23 tahun memiliki fisik yang ‘sempurna’ tanpa cacat, kini ia mendapat vonis dan harus menerima kenyataan bahwa ia seumur hidup akan ‘berbeda’ secara fisik. Di masa-masa tersebut, kekuatan mental dan spiritualnya benar-benar teruji. Ia pun banyak berkutat di lingkungan rumah sakit dan fokus pada pemulihan tubuh pasca kecelakaan. Sekian lama depresi yang ia alami, ia apresiasikan dalam bentuk tulisan (blog) sekaligus lukisan. Saat itu media yang ia gunakan masih dengan kuas dan kanvas.

 
Ney saat mengukir henna untuk kliennya. Photo courtesy: Zee-zy Photography

Beruntung Ney berada di lingkungan yang tetap mendukungnya. Hingga di bulan Juni tahun 2013, Ney mencoba bangkit dengan hanya mengandalkan satu tangan, yakni tangan kirinya untuk beraktivitas sehari-hari. Ia mulai membiasakan menggunakan tangan kiri untuk melakukan banyak hal seperti saat ia bisa menggunakan kedua tangannya. Hingga akhirnya, kerabat Ney yang juga seorang perias pengantin memperhatikan lukisan-lukisan yang ia hasilkan. Karya-karyanya ternyata memiliki pola kurang lebih sama dengan pola-pola henna (doodle pattern). Kemudian, Ney baru mulai benar-benar belajar seni mehndi (ukir dengan menggunakan pasta henna), sekitar bulan Juni 2014.  Ia mencari berbagai info tentang seni tersebut dan sekaligus mencoba bertemu dengan beberapa seniman henna yang ada di Yogya. Ia juga bergabung dengan Henna Club Indonesia di media Facebook. Dan alhamdulillah ternyata antusiasme orang-orang di sekitarnya terhadap henna itu luar biasa. Bermula dari situ, Ney belajar menjadi proffesional henna artist. Di akun media sosialnya seperti facebook, twitter, instagram, Ney bahkan sudah tidak sungkan atau malu mencantumkan kalimat ‘young difabel woman’ pada profilnya. Ia ingin berbagi semangat dan memberikan pencerahan bahwa seseorang yang difabel pun masih memiliki kesempatan dan bisa mendapat apresiasi yang tinggi untuk karya-karya yang dihasilkan.

Bagi Ney, banyak sekali hal menyenangkan yang ia dapatkan ketika menekuni seni ini dan belajar tentang profesionalitas di bidang ini, misal :
- Menjadi semakin yakin untuk memilih jalan menjadi enterpreneur muda.
- Di sisi finance, ia bisa belajar mengelola kebutuhan, pemasukan dan pengeluarannya sendiri.
- Bisa bertemu dengan banyak pelanggan yang memiliki karakternya masing-masing, sampai-sampai ada yang menjadi teman dan saudara. Memiliki lebih banyak teman, terlebih teman-teman seprofesi dari daerah manapun di Indonesia, dan beberapa luar negeri. Ney mengaku sangat beruntung mampu berkomunikasi dengan baik dan menjaga attitude -nya, karenanya ia tak akan sungkan berbagi dan dibagi ilmu oleh teman-teman seprofesi yang jauh lebih senior.
- Karena passion-nya tersebut, bagi Ney, saat mengukir itu juga saatnya ‘bermain’. “Karena ketika saya memasangkan henna di tubuh pelanggan saya, pada saat itu saya berkarya,” tegasnya. Ia bisa mengeksplorasi sejauh mana kerapian motif yang ia gambar, pola mana yang cocok untuk tangan pelanggan. Dan tentunya menghasilkan uang dari pekerjaan dan karyanya tersebut.


PASTA HENNA

Nun Nani Rachmah R. Putri yang sehari-hari berjilbab ini, yang ternyata seorang lulusan sarjana jurusan Kimia, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Maka ilmunya pun sedikit banyak bisa diterapkan untuk meracik komposisi pasta henna. Baginya, henna artist itu adalah seseorang yang benar-benar mampu memahami seni ukir Mehndi dengan pasta henna (sejarah seni tersebut, bahan henna yang digunakan, sampai pengaplikasiannya). Seorang henna artist harus memahami bagaimana cara meracik henna, bukan hanya sekedar mengukir dengan pasta henna. Untuk diketahui, bahan yang digunakan untuk membuat ukiran henna itu ada pasta henna dan cone henna. Pasta henna sendiri, setiap henna artist memiliki racikannya campuran bahannya masing-masing. Secara umum bahan racikan yang biasa Ney gunakan itu ada bubuk henna, gula pasir, air perasan jeruk lemon, air rebusan teh hitam dan minyak henna. Untuk komposisi racikannya, itu masih menjadi rahasia ‘dapur’nya Ney.
Bila perkembangannya henna bisa multi warna, menurut Ney itu untuk pasta henna instan saja; pasta henna yang langsung bisa diaplikasikan, tidak perlu meracik terlebih dahulu. Ney juga memperhatikan keamanan racikan pastanya. Sebisa mungkin sebelum henna mehndi dipasangkan di tubuh, ada test alergi. Sedikit saja diukir di bagian jari, tunggu 15 menit kemudian, apakah terdapat bercak merah atau gatal pada si pengguna. Kalau kulit si pengguna itu sensitif, ya jangan dilanjutkan. “Jangan hanya demi uang kita mengorbankan kesehatan orang lain... :), “ ujarnya.

STRATEGI PEMASARAN

Saat ditanya perihal strategi pemasaran jasa hennanya, menurut Ney, pola marketing dari mulut ke mulut sebenarnya masih yang paling ampuh saat ini. Meskipun demikian, sesuai perkembangan trend marketing saat ini, kita juga bisa menemui Ney di media sosial untuk mendistribusikan gagasan, hasil karya dan dokumentasi karya-karya hennanya. Yang lebih penting adalah menjaga kualitas kerja dan menjaga hospitality kepada pelanggan. Soal yang terakhir ini, Ney bahkan sengaja menyediakan diri menjadi pendengar yang baik, saat pelanggan sedang ia ukir henna. Sehingga suasana jadi lebih nyaman, akrab dan menyenangkan bagi mereka. Ini yang biasanya membuat pelanggan akan kembali lagi.

 
Photo courtesy: Zee-zy Photography

Sepanjang pengamatan penulis, Ney juga sangat kreatif, aktif dan bersemangat. Ney membuat pecitraan diri yang bagus atas profesionalismenya ini. Ia terus berkreasi mengembangkan seni henna dalam berbagai aplikasi, seperti misalnya pola/motif henna yang ia lukis di piring untuk kado atau bagian dari seserahan. Membuat henna menjadi bagian penting dari dunia fashion dengan foto-foto untuk portofolionya. Bahkan ia memiliki tagline untuk bisnisnya ini, yakni “happy henna time”. Tagline ini selalu Ney cantumkan dalam promosi yang ia lakukan. Mengenai tagline ini, berikut penuturan maknanya; ini menjadi doa, baik baginya terlebih bagi orang yang di henna; bahwa setelah menghabiskan waktu untuk henna tersebut, pelanggan puas, bahagia karena lebih cantik dan senang karena telah berbagi banyak hal. Bagi penulis, ini merupakan strategi soft marketing cerdas yang jarang diperhatikan oleh henna artist lainnya.

TIPS

Berikut sedikit tips dari Ney jika Anda ingin menjadi henna artist:
- Harus bisa menjawab berbagai masalah dalam proses aplikasi henna, dia harus mengerti apa yang harus dilakukan dengan pastanya. Misalnya kondisi tangan pelanggan yang mudah berkeringat, maka harus dibantu mengeringkan dengan hair dryer sebelum henna diaplikasikan.
- Dituntut untuk tetap siap berkarya dalam kondisi apapun. Seorang proffesional henna artist tidak boleh "moody" dalam berkarya, karena itu akan berpengaruh terhadap hasil ukirannya. Oleh karena itu, dia harus memahami kondisi dirinya sendiri. Berapa tangan atau kaki yang mampu dikerjakannya dalam satu hari. Harus siap dgn kondisi yang tidak terduga, semisal ketika sudah membuat ukiran yang cantik, tiba-tiba rusak saat kondisi ukiran masih basah. Seorang henna artist harus pintar-pintar memodifikasinya.
- Seniman henna adalah orang-orang yang berbakat, sabar dan telaten. Penuh dengan kecermatan dan detail. Oleh karena itu, bagi orang-orang yang mengerti betapa sulitnya menjadi henna artist, mereka tidak akan segan mengeluarkan uang demi seni yang terpasang di tubuhnya dan harus setimpal dengan seniman henna itu sendiri, harus wajib belajar dan mengembangkan diri. Bisa mengembangkan desain yang mungkin akan menjadi trade mark si henna artist itu sendiri.

Photo courtesy: Khalia's Henna Gallery
Terakhir, tips menarik dari Ney bagi yang ingin mengaplikasikan henna di tubuhnya. Pola-pola tradisional Arabic desain menjadi favorit pelanggannya, karena motif tersebut membuat tangan terkesan lebih panjang dan jari-jarinya lebih lentik. Nah, berminat untuk henna? Bisa kontak personal dengan Ney atau temui Ney, reguler tiap Kamis di Tirana House: Branded Stocklot Boutique, Jl Suryodiningratan 55 Yogyakarta di event ‘KAMIS SERU’ :)

Tulisan ini berdasarkan interview penulis via email & BBM dengan Nun Nani Rachma R. Putri pada tanggal 12 & 13 Februari 2015.


Artikel terkait:
'Henna: Ngakar, Ngukir, Ngakur'
Ekspresi India: Tato Mehndi

Facebook: Khaila's Henna Jogja
Twitter : @ney_KhailaHenna
Instagram : @nunnanirachmah
Path : Ney Khaila's Henna


Monday, February 09, 2015

Factory Outlet: Celah Baru Pelanggaran Hak Merk


Kurang lebih 3 tahun belakangan ini, bisnis utama saya menggeluti dunia fashion, penjualan pakaian dengan brand internasional. Tentu ini merupakan hal baru, dimana bisnis sebelumnya berkutat di dunia seni rupa. Sebuah tulisan lama di majalah tak berbayar (gratis) AIKON edisi 119, Desember 2000, di halaman 3 rubrik Gaya; cukup memberikan referensi tentang bagaimana lika liku sebuah pakaian merk internasional bisa berada di sebuah factory outlet atau butik. Juga bagaimana membedakan produk asli atau palsu, tulisan berikut ini mungkin bisa memberikan pengantar singkatnya. Perihal pengetahuan tentang brand, merk, juga sistem perdagangannya. Karena waktu itu, AIKON masih berupa hard copy, maka tulisan ini saya ketik ulang. Karena tulisan ini sedikit banyak masih relevan praktek-prakteknya hingga sekarang. Semoga bermanfaat dan memberikan pencerahan.
 ____________________________________________________
 
Photo https://brucewilsongraphics.files.wordpress.com/2014/04/brand.jpg?w=500&h=353

Factory Outlet
Celah Baru Pelanggaran Hak Merk

Belakangan ini masyarakat dilanda demam belanja pakaian branded atau dikenal dengan nama factory outlet. Tempat penjualan factory outlet yang pada awal muncul di beberapa tempat di Bandung, kini menjamur pula di Ibukota. Suatu pemandangan yang biasa apabila seorang ibu rumah tangga yang berkantong pas-pasan mengenakan pakaian bermerk yang dulu hanya dikenakan para selebritis atau eksekutif. Menjamurnya factory outlet memang telah menghancurkan ekslusivisme dalam dunia fesyen yang notabene mempertajam kesenjangan social. Namun disisi lain, factory outlet  menyisakan pertanyaan seputar hokum merk dagang dan penjiplakan.

Mungkin muncul pertanyaan di benak kita, benarkah pakaian-pakaian bermerk itu merupakan pakaian orisinil yang disebutkan sebagai sisa ekspor? Atau sampai dimana pakaian dapat disebut apkiran atau reject yang kemudian dijual oleh pabrik? Pertanyaan ini penting mengingat begitu banyak pakaian yang dijual oleh factory outlet mengklaim sebagai pakaian sisa ekspor atau reject, namun yang dipasarkan justru pakaian dengan merk palsu alias jiplakan.

“Kalau bicara produk, pengertian reject tiap-tiap pabrik itu sendiri berbeda,” kata Reza karyawan di Sucofino, Bandung, yang tidak ingin disebutkan nama aslinya. Menurut Reza, standar pabrik untuk pasar Asia, Eropa, maupun Amerika itu memiliki standar sendiri-sendiri. Nah, yang sering disebutkan sebagai sisa ekspor itu, kata Reza, adalah pakaian yang dianggap tidak layak oleh quality control (QC)-nya. Pakaian yang tidak memenuhi standar ini dianggap reject tanpa dibetulkan lagi karena akan menghabiskan waktu. Kelompok inilah yang dimasukkan ke dalam daftar pakaian sisa. “Biasanya diperjualbelikan untuk karyawan sendiri,” kata Reza.

Sementara menurut Erwin Parengkuan, Manager Marketing Kelab Duasatu mengatakan, “Pakaiann sisa ekspor itu merupakan barang ekstra. Pabrik yang diberi brand dari Amerika misalnya, memesan pakaian dari Bandung untuk 1000 potong. Tapi pabrik malah mencetaknya 1500 potong yang sisanya kelak dijual untuk dalam negeri”. (Ini disebut over production, tambahan dari saya).

Keterangan Reza dan Erwin ada benarnya. Namun tetap tidak dapat disangkal ada pabrik-pabrik tertentu yang bermain dengan logo-logo dan merk palsu serta menjiplak merk-merk terkenal yang kemudian dimanipulasi sebagai barang aslinya. Merk Esprit misalnya, begitu banyak berada di pasar factory outlet dan tampak sebagai barang aslinya. Namun bagi mereka yang biasa berbelanja dengan jeli, akan ketahuan bahwa merk tersebut palsu. Herannya lagi, banyak merk-merk terkenal yang dijual mencantumkan made in Amerika di pakaiannya, padahal kalau benar itu keluaran Indonesia seharusnya ditulis made in Indonesia.
Photo by bluebellbabes.blogspot.com
Selain terbukanya peluang terhadap merk palsu, keberadaan factory outlet juga memberikan dampak persaingan yang tidak sehat di antara pemegang merk. Kasus semacam ini bukan tidak sering terjadi. Seperti diceritakan Erwin Parengkuan, yang memasarkan produk-produk pakaian terkenal semacam Donna Karan, Giorgio Armani, Max Mara dan lain-lain.

“Pernah suatu kali principal kami datang dan melihat banyak sekali Jeans Armani yang dipalsukan. Akhirnya kami mencari bagaimana menyelesaikan masalah ini. Namun kami tidak berhasil karena orang-orang yang sudah memiliki lisensi tersebut sudah mendaftarkan ke Hak Cipta di Indonesia,” papar Erwin yang juga penyiar radio swasta di Jakarta.
Menyinggung soal persaingan, Erwin malah merasa tidak merasa disaingin oleh banyaknya factory outlet. “Kita merasa tidak tersaingi. Soalnya, pelanggan kami berbeda dengan pelanggan factory outlet. Pelanggan kami mencari pakaian made in Amerika atau Italia. Sedangkan di factory outlet kebanyakan made in Indonesia,” kata Erwin. “Selain itu outlet kami kan berbeda, baik dari segi pelayanannya, kenyamanan hingga purnajual”.
Kembali soal merk-merk palsu, pelanggaran semacam ini hampir dianggap kasus biasa di Indonesia. Bukankah Indonesia dan beberapa negara lain seperti Israel, Malaysia, Cina dan lain-lain, masih menjadi negara yang paling diawasi dalam soal pelanggaran Hak Cipta?
Meskipun tidak sedikit factory outlet yang benar-benar menjual sisa ekspor di masyarakat, belakangan muncul pula di pabrik-pabrik yang menjual merk produk palsu dengan memakai merk-merk terkenal.

“Kami menghentikan investasi ke sebuah perusahaan garmen di Bandung karena kami tahu pakaian yang ia buat merupakan merk illegal,” kata Wati yang bekerja di sebuah perusahaan investor. Dari penyelidikannya, Dian mengaku bahwa pabrik yang membuat merk pakaian tanpa ijin itu sengaja membuat pakaian dari bahan persis merk aslinya. Tapi kalau dilihat, ada beberapa bagian yang tidak dapat ditiru dari merk aslinya. “Jangan ditanya soal pembuat logo atau merk palsu, Bandung adalah tempatnya,” tandas Dian.
Sulit memang membedakan mana pakaian asli mana yang palsu. Namun untuk mengantisipasi hal tersebut, tidak jarang factory outlet yang benar-benar menjaga merk perusahaannya menggunting logo (maksudnya label) maupun merknya agar pembeli tidak complain. Dan menurut Reza, selintas tidak ada bedanya. “Kalau diteliiti akan ketahuan, ada jahitan yang tidak rapi.”

Kalau sikap factory outlet menggunting atau menandai logo dan merknya mungkin adalah sikap yang benar, sebaiknya pelanggaran secara terang-terangan terhadap merk tertentu yang diklaim sebagai sisa ekspor perlu segera ditindak. Kalau tidak, selain akan menimbulkan sikap apatis investor masuk ke Indonesia, juga akan memunculkan kondisi usaha tidak sehat. Dan lebih parah lagi, hukum tidak akan tegak. “Kepastian hukum akan mandul,” tandas Robaga, konsultan hukum dari R.G.S dan Mitra yang pernah menangani kasus pemalsuan merk-merk ini. (jn).

Sumber:
Kompas, Rabu, 8 November 2000.; Buku Panduan tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual (Pertanyaan & Jawaban), Jakarta: Departemen Kehakiman RI Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual (JICA), 1999.