Monday, July 29, 2013

'CINTA AKSARA' | pameran tunggal lukis kaca Rina Kurniyati






CITRA KEHIDUPAN PADA LUKISAN KACA

Ada yang berbeda  pada bidang-bidang lukisan karya Rina Kurniyati. Ia menggunakan kaca sebagai bidang gambar.  Kita mengenal dan menyebut karya semacam ini sebagai seni lukis kaca.

Seni lukis kaca adalah lukisan menggunakan kaca sebagai bidang gambar. Cara melukisnya menggunakan prinsip ‘terbalik’. Dimulai dari membuat pola, kemudian mewarnai bagian belakang kaca. Menggunakan cat dengan kadar minyak sesedikit mungkin. Tentu saja lukisan dengan media kaca akan memberi sensasi visual yang menarik  dan menawarkan cara melihat yang berbeda dibandingkan ketika kita melihat karya dengan medium lain seperti kanvas. Kaca mempunyai tingkat kekinclongan yang tinggi.

Beberapa catatan menyebutkan seni lukis kaca dibawa ke Indonesia bersamaan dengan kedatangan bangsa asing di bumi nusantara, di antaranya para pedagang Arab, India, Cina, Portugis dan Belanda. Berkembang ketika jaman penjajahan Belanda. Lukis kaca banyak dibuat oleh masyarakat umum karena bahannya yang terbilang murah. Lukis kaca biasanya menghadirkan kisah-kisah dalam pewayangan atau cerita-cerita rakyat yang sudah populer. Saat ini sentra-sentra lukisan kaca  masih banyak ditemui di daerah Cirebon, Bali, Jawa Tengah, Yogyakarta.

Lalu, siapakah Rina Kurniyati? Rina Kurniyati lahir pada tanggal 23 Maret 1975 dari pasangan Bapak Daliman dan ibu RA Sulastri. Ia lahir di Kopeng sebuah daerah perbatasan antara Magelang dan Salatiga, yang berhawa dingin karena terletak tepat di lereng Gunung Merbabu. Anak kedua dari tiga bersaudara.

Pada usia dua tahun, setelah ibunya yang berprofesi sebagai seorang bidan meninggal, Rina diasuh dan tinggal bersama budhe nya di Jalan Pramuka, Yogyakarta. Masa kecilnya dihabiskan di Yogyakarta. Hal yang terekam jelas diingatannya adalah ketika bepergian bersama pakdhe dan budhenya menaiki vespa! Ia berdiri di depan berpegangan pada stang vespa. Karenanya ia bisa dengan leluasa melihat pemandangan.

Rina Kurniyati tidak pernah secara khusus mengenyam pendidikan formal seni rupa. Ia lulus dari SD Kotagede 3 kemudian melanjutkan ke SMP Plered dan SMA N 8 Yogyakarta. Keinginan keluarganya agar ia menjadi pegawai negeri membawanya ke Bandung untuk bersekolah di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS). Di kota inilah ia bertemu dengan laki-laki yang kelak menjadi suaminya, Mikke Susanto.  Akhirnya ia menikah dan dikaruniai dua orang anak laki-laki, Abad dan Bintang.

Setelah menjadi istri dan ibu, waktunya diberikan sepenuhnya untuk mengurusi keluarga kecilnya. Sampai pada suatu ketika anaknya mulai beranjak remaja dan sibuk dengan sekolahnya, ia mempunyai lebih banyak waktu untuk dirinya sendiri. Membaca adalah hobinya. Di rumahnya akan dapat dilihat deretan buku mengisi rak-rak kayu. Sejak SMP, ia sudah mengakrabi karya-karya sastra seperti Bhagavad Gita,  karya-karya angkatan Balai Pustaka,  Pujangga Baru, seperti Marah Rusli,Sanusi Pane, Sutan Takdir Alisjahbana hingga Chairil Anwar, berbagai majalah seperti Tempo, Time, Intisari, dan lain-lain. Selain membaca, Rina mulai tertarik untuk melukis. Maka, sejak tahun 1999 ia mulai melukis. Dan ia menemukan kesenangan ketika melukis di atas kaca!

Bagi seorang Rina Kurniyati lukis kaca menjadi daya tarik tersendiri. Selain karena bahan-bahan yang digunakan relatif murah dan mudah didapatkan, pada lukis kaca ia juga menemukan keasyikan karena dibutuhkan ketelatenan yang luar biasa. Dimulai sejak membuat pola gambar, kemudian menuangkan cat dan harus memperhatikan bahwa keunikan lukis kaca ada pada cara menggambarnya yang terbalik.

Awalnya, ia banyak melukis wajah teman-temannya. Ia sering mendapat pesanan lukis wajah. Berikutnya ia tidak puas dan ingin mencoba menjelajahi kemungkinan artistik lain. Sampailah ia pada keinginan untuk berpameran tunggal yang ia rangkum dalam judul ‘Cinta Aksara’ diambil dari petikan puisi karya Remy Sylado.

Pada pameran perdananya yang akan diselenggarakan di Tirana House mulai tanggal 28 Juli-28 Agustus, kita tidak hanya melihat gambar tetapi juga diajak mencermati teks-teks tulisan yang tertera pada bidang gambar. Gambar dan tulisan itu saling melengkapi dan memberi penguatan satu dengan yang lain.

Bisa jadi, tanpa tulisan karya-karya Rina Kurniyati bak jejeran alam benda berupa potongan bagian-bagian dari kendaraan saja. Akan tetapi, ketika gambar itu hadir bersamaan dengan tulisan mempunyai makna yang berbeda. Tulisan yang hadir secara bersamaan juga bukan sembarang tulisan, tetapi kutipan-kutipan puisi karya sastrawan yang namanya sudah sering kita dengar seperti Joko Pinurbo, Chairil Anwar, Sapardi Djoko Darmono, Remy Sylado,Goenawan Muhamad, Sitok Srengenge, dan lain-lain.

Sepintas, tentu sulit mencari kaitan antara kutipan puisi dengan gambar yang dihadirkan oleh Rina Kurniyati. Kita perlu menyelami lebih dalam kehidupan senimannya. Tidak hanya menampilkan daya tarik visual dan kekaguman pada penguasaan teknis lukis kaca, namun akan membawa kita untuk mengenal lebih jauh kehidupan seorang Rina Kurniyati. Karena sesungguhnya objek yang dilukis oleh Rina Kurniyati adalah hal-hal yang dekat dengan kehidupannya sehari-hari.

Dari kelimabelas karya yang dipamerkan di Tirana House dapat dibagi menjadi empat tema besar, antara lain tentang kehidupan keluarga, kenangan masa lalu, relijiusitas dan harapan yang menegaskan posisi Rina Kurniyati dalam relasi sosial dalam masyarakat.

Tema keluarga dapat dilihat pada karya yang berjudul “Mainan Bintang”. Mobil yang dilukis Rina adalah mobil kesukaan Bintang putra keduanya, diikuti dengan kutipan puisi karya Joko Pinurbo (2013): “Masa kecil seperti penjaga malam yang setia”. Kemudian pada karya yang lain berjudul “Sebab Cinta adalah Kau”, Rina memilih motor Harley Davidson yang mengesankan kegagahan, kemaskulinan, dan petualangan. Ia mengambil bagian depan dari motor Harley Davidson. Seakan ingin menegaskan bahwa bayangan cinta yang total telah mewujud pada diri Mikke Susanto, cinta yang mampu menjadi pengemudi, menentukan arah dan jalan dalam petualangan kehidupan. Maka ia memilih kutipan puisi karya Joko Pinurbo “Sebab cinta adalah kau yang tak mampu kusebut, kecuali dengan denyut”. Aha! Menarik bukan?

Kita juga dapat menemui lukisan dengan objek vespa. Ada sekitar tiga buah vespa. Dua di antaranya adalah vespa jama berjudul “Masa Lalu” dan “Teman Masa Kecil” yang disertai kutipan puisi karya Joko Pinurbo (2010) “Di rumah itu mereka tinggal berdua/ Bertiga dengan waktu/ Berempat dengan buku/ Berlima dengan televisi/ Bersendiri dengan puisi”. Maka bisa ditebak, Rina sedang menghadirkan kenangannya akan masa kanak-kanak yang dekat dengan vespa sebagai kendaraan yang mengantarkan ia ke mana pun pergi.

Pada vespa merah jenis Lambretta yang berjudul “Cinta Aksara”, Rina menunjukkan kepiawaiannya dalam mengolah warna. Vespa merah itu sungguh serasi dipadu dengan latar belakang hijau segar dan garis putih untuk mengikat dua warna yang sesungguhnya saling berlawanan. Di sudut bawah tertera kutipan puisi karya Remy Silado “Kita mesti mendirikan keberanian di hati, menolak pemaksaan cinta dari aksara-aksara”. Rina, yang mencintai sastra dan sederet buku lainnya menunjukkan keberaniannya untuk tampil sebagai persona mandiri, lepas dari bayang-bayang nama suaminya yang sudah berkibar di kancah seni rupa. Pameran tunggalnya kali ini adalah langkah awal eksistensinya sebagai seorang perupa.

Pada karya yang lain tentu kita juga diajak untuk berteka-teki. Kutipan puisi dalam karya Rina mempunyai bobot sendiri dan memberi konteks yang menggiring kita untuk merasuk lebih dalam untuk memaknai karyanya. Sesungguhnya karya-karya tersebut telah mencitrakan kehidupan Rina Kurniyati. Secara teknis, terlihat ketekunan dan ketelatenan Rina untuk memainkan gradasi warna untuk memperoleh efek gelap-terang dan kesan kedalaman pada objek gambar. Tentu itu bukan hal yang mudah karena prinsip lukis kaca yang harus menggambar secara terbalik.

Pameran kali ini menegaskan bahwa lukis kaca di tangan Rina Kurniyati hadir dengan gaya baru. Tidak lagi identik dengan objek-objek tradisi seperti wayang atau cerita rakyat tetapi juga mampu hadir sebagai media yang mengedepankan pencarian dan ekspresi personal seorang Rina Kurniyati.

Penulis:
Zuliati
Alumni PPS Pengkajian Seni Rupa ISI Yogyakarta

  

RINA KURNIYATI
Lahir di Yogyakarta 23 Maret 1975, belajar melukis secara mandiri sejak tahun 2000.  Beberapa kali mengikuti pameran, diantaranya Festival Budaya Tionghoa (2011) di Yogyakarta, Pameran "16 Perupa Bermain" di Galeri Rudi Corens, Yogyakarta; Pameran dalam rangka Borobudur International Festival-BIF "Dharma" di Magelang dan Pameran Seni Rupa "Gagal Ekspresi-Nararupa/Narapidana" di Wirogunart Gallery, Yogyakarta (2013).

Pameran yang bertajuk "CINTA AKSARA" ini merupakan debut tunggalnya yang menampilkan 14 karya lukisan kaca berukuran di bawah 100 x 100 cm. Sejumlah karyanya telah dikoleksi oleh beberapa pecinta seni diantaranya Oei Hong Djien, Taufik Ismail, Taufik Abdullah, Ronald Manullang, Prof. Dr. RM. Soedarsono dan beberapa pesohor lain.

Selama ini mengembangkan seni lukis kaca kontemporer yang berbasis tema mobil, potret figur dan poster lama. Teknik yang dikerjakan adalah teknik blok warna dan melakukan improvisasi alat dalam penggarapan karya, untuk mencapai dimensi objek realistik yang dicapai. Munculnya teks dalam lukisan kaca adalah bagian dari konsep, karena pada dasarnya Rina menyukai karya sastra; sehingga menerapkan teks pada lukisannya sebagai bentuk catatan hidup dan kesan yang diperoleh dari kebiasaan membaca sastra atau menangkap nilai-nilai kehidupan yang diwakili oleh rupa dan teks.

Friday, July 19, 2013

H.O.Pe/Hyper.Over. Premature | thedeoMIXBLOOD








H.O.Pe | Hyper.Over.Premature
Pameran seni visual eksperimental custom toys
karya thedeoMIXBLOOD
ViaVia Café Traveller | Jl Prawirotaman No 30 Yogyakarta
24 Juli – 20 Agustus 2013
Pembukaan: Rabu, 24 Juli 2013 pk. 8 malam
Pameran dibuka oleh Agung Kurniawan (seniman senior)
Penulis Katie Bruhn (peneliti & penulis asal Amerika)
Diorganize oleh Tirana Art Management


Tulisan pengantar pameran oleh Nunuk Ambarwati

ThedeoMIXBLOOD dikenal sebagai duo seniman yang gemar mengutak-atik, me-recylce atau mengolah kembali (custom) mainan lama atau baru menjadi mainan versi mereka sendiri. ThedeoMIXBLOOD terdiri dari Fahla F. Lotan atau Dila dan R Bonar Diat Senan Putro (Otong). Dila saat ini masih menempuh studi jurusan fotografi di ISI, Yogyakarta; sementara Otong merupakan lulusan Seni Rupa ISI, Surakarta. Keduanya berpadu (mix blood) dan bergabung menjadi satu karena kesamaan minat terhadap dunia fantasi, dunia anak-anak dan custom toys.
Pameran tunggal mereka kali ini, merupakan pameran tunggal kedua yang mengambil tema ‘H.O.Pe’ atau ‘Hyper.Over.Premature’. Pameran tunggal terakhir mereka di tahun 2011 dengan tema ‘Introvertasy Phobia’ dipamerkan di Kedai Kebun Forum, Yogyakarta. H.O.Pe bisa diartikan sebagai harapan, dimana melalui karya-karya mereka ini, thedeoMIXBLOOD ingin mengajak setiap individu untuk selalu memantapkan mereka pada harapan-harapan yang positif. Kenapa hyper? Karena memang karakter karya thedeoMIXBLOOD yang selalu membuat setiap karya terkesan dilebih-lebihkan. Figur-figur yang mereka ciptakan dibuat sedemikian rupa hingga terdeformasi secara asimetris.

H.O.Pe bagi mereka adalah sebuah pemaknaan terhadap kehidupan. Dalam proses mereka membuat karya untuk pameran kali ini, mereka menemukan berbagai pengalaman yang berbeda dari sebelumnya. Selain mereka menggunakan media baru yang mereka istilahkan sendiri dengan sebutan "klepiderma". Mereka pun melihat segala hal dari sudut yang lebih beragam dan kompleks. Menyadari kehidupan berawal dari kelahiran  yang didalamnya sudah disisipkan harapan-harapan. Tapi sebelum menginjak pada proses kelahiran, rencana merupakan hal yang lebih awal berada dibalik itu. Mengutip dari Surat An-Nahl ayat 19 disebutkan "Dan Allah tahu apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan (And Allah knows what you conceal and what you reveal"). Surat An Nahl ayat 19 ini menjadi pondasi mereka dalam mengerjakan setiap karya dalam pameran ini.

H.O.Pe memasukan mimpi, harapan, hingga hasil yang menjadi lebih dari rencana dan dugaan awal; juga hal-hal baru yang lahir lebih dulu, yang terkesan 'premature'. Dari segala hal yang kompleks itu, mereka pun secara tidak langsung digiring begitu saja kedalam jejakan-jejakan lain yang lebih yaitu tradisi hingga spiritual. Mereka pun menemukan sebuah surat dalam Al-Quran yang menjelaskan tentang kehidupan secara menyeluruh (menurut mereka). An-Nahl yang sering disebut surat lebah, menerangkan kekayaan alam, yang akhirnya ada sebuah penjelasan tentang keistimewaan lebah. Mereka mengambil spirit-spirit tersebut, terutama keunikan bentuk segi enam dari sarang lebah yang ternyata bagi mereka dimaknai sebagai sebuah simbol kekuatan, saling berhubungan, saling berkait satu sama lain. Dan ternyata spirit dari sarang lebah tersebut mereka gunakan pada kontruksi dasar elemen baru mereka yaitu 'klepiderma'. 

Klepiderma sendiri bagaikan sel-sel jaringan yang menguatkan 'tubuh' itu sendiri menjadi kokoh. thedeoMIXBLOOD tidak berusaha membawa hal-hal yang terkesan sangat religius kedalam pameran HOPe ini, bagi mereka surat An-Nahl tersebut menjadikan spirit inter personal mereka selama proses berkarya. Dan dasar dari semuanya adalah kehidupan secara utuh dengan segala elemen didalamnya yang saling berkaitan. ‘Klepiderma’ berangkat dari klep-klep lempengan besi yang mereka susun, membentuk segi enam dan kemudian mereka rangkai sedemikian rupa membentuk figure-figur tertentu. Figur-figur ini kemudian dilengkapi dengan kaki, tangan atau kepala yang diambil dari mainan-mainan baru atau bekas. Perhatikan setiap muka dari setiap figur yang mereka bangun. Gambaran mukanya masih mereka olah lagi tiap detailnya dengan teknik digital print sehingga terkesan si figur memiliki dua karakter yang berbeda. Misalnya, muka seperti Salvador Dali, tetapi mata dan mulutnya Buto Cakil. Gambaran ini ingin mereka tunjukkan bahwa setiap person yang kita temui, kita tidak pernah tahu apakah mereka orang baik atau sebaliknya. 

Atau pada karya instalasi berjudul ‘Incubator Absolution’, ada gambaran Gunungan didalam boks tranparan. Dimana Gunungan kita kenal di dunia pewayangan sebagai simbol awal kehidupan atau simbol dimulainya cerita ‘kehidupan’. Sehingga kita tetap menemukan unsur tradisi dalam karya thedeoMIXBLOOD kali ini. Dimana mereka ingin menyampaikan pesan agar dimana pun kita hidup atau tinggal tetap menjaga akar budaya, tradisi dan karakter yang kita punyai.

Sementara pada karya ‘Glory Immortality’ yang digunakan sebagai brand image materi publikasi ini. Mereka menggambarkan atau menginginkan agar manusia bisa hidup abadi. Apa yang sudah ada sekarang ini abadi. Kalau perlu tidak usah menambah jumlah populasi manusia, sudah cukup seperti sekarang ini saja. Khawatirnya jika nambah, persoalan kehidupan menjadi lebih rumit. Yang sekarang saja sedemikian kompleksnya, apalagi ditambah dengan pertumbuhan manusia yang semakin tak menentu .

Bentuk-bentuk karya thedeoMIXBLOOD kali ini berbeda dari sebelumnya. Dimana pada karya sebelumnya, thedeoMIXBLOOD banyak menggunakan materi kain, dacron (atau lebih dikenal dengan soft toys) dan teknik menjahit untuk menyatukan karakter mainan. Namun yang sekarang, karya-karya mereka terkesan solid, keras dan menggunakan mur dan baut untuk menyatukan satu dengan yang lainnya. Ke 15 karya yang ditampilkan kali ini terlahir dari perjalanan fantasi dan dialog imajiner mereka masing-masing yang menjadikan figur-figur baru ini tumbuh semakin hiperbola (hyper over). Dari ke 15 karya tersebut, ada pula karya yang merupakan recycle dari karya mereka sebelumnya. Jadi karya lama, mereka olah kembali dan menjadi karya baru dengan gagasan yang lebih matang.

Mereka mengaku mengerjakannya semuanya serba spontan, liar melompat-lompat di kepala mereka. Sehingga mereka pun tidak tahu hasil akhir tiap karya akan berbentuk final seperti apa. Mereka tak pernah membuat sketsa terlebih dahulu untuk merencanakan karyanya. Berdua, Dila dan Otong, melakukan brainstorming gagasan disepanjang mereka berproses, menemukan mainan di toko dan kemudian mulai mengerjakannya di studio kecil berukuran 3 x 3 m yang penuh sesak dengan partikel-partikel mainan, kanvas dan peralatan gambar. Elemen baru yang mereka gunakan saat ini sebagai pelengkap rangkaian mainan-mainan mereka, memberikan tantangan sekaligus warna berbeda dari biasanya. Proses mereka beradaptasi dengan elemen baru tersebutlah yang menurut mereka memperkaya proses mereka dalam menciptakan karakter-karakter baru dalam karya-karya mereka.




H.O.Pe
by Katie Bruhn

H.O.Pe – “Hyper-Over-Premature” presents the work of thedeoMIXBLOOD, a dynamic duo comprised of artists Dila and Otong. Through their art, thedeoMIXBLOOD attempt to do something unique and eye-catching - expressing themselves through the creation of ‘custom made toys.’ For this exhibition Dila and Otong move away from the previous style of their work creating something more complex, inspired by simple life events and a desire for new experience.

In a world where mass media and rapid processes of globalization impact the mindset and expression of young people, Dila and Otong demonstrate a different, refreshing example of how young artists in Jogjakarta find inspiration essential for the development of their work. While Dila and Otong do not intend H.O.Pe to express particular religious ideals, a passage from the Al-Quran served as an important influence for the growth, literally in this case, of the artwork displayed in this exhibition. This passage, which states, “Allah knows what you conceal and what you reveal,” expressed through the production of creatures that are both in a state of flux and transformation has the ability to serve as a reminder to all of us that it is through the strength of personal relationships and mutual support that something positive can be made.

The significance of this passage for thedeoMIXBLOOD lies in its more common reference as “surat lebah” or “the bee,”which tells of nature’s richness and the unique quality of the bumblebee as a creature that lives harmoniously within the structure of the beehive, created by six-sided cells that for thedeoMIXBLOOD are a symbol of strength. Taking the spirit of this passage and the strength of the bumblebee, thedeoMIXBLOOD chose to explore the possibility of a new yet, simple material that allowed them to create six sided structures like those that comprise the walls of the bumblebee’s hive. By creating metal structures out of picture frame clips, combined with various parts of used toys, thedeoMIXBLOOD create creatures that are in one way born into a new form. The interconnected structures that shape the work in this exhibition is referred to by Dila and Otong as “klepiderma,” which can be seen as a structure that makes the body of thedeoMIXBLOOD’s creatures strong.

The figures presented in this exhibition range in size, shape, and stage of their own transformation. It is here that the idea of “H.O.Pe” or “Hyper-Over-PrematurE” is expressed. In life one does not know what the future holds. At times we receive a great deal more than we hope for while at other times things do not turn out as expected. It is here that we view the strength of the klepiderma and the “surat lebah” reminding of us of the strength that we receive from and are able to give to others.

Informasi, reservasi & minat karya, silakan hubungi:
Tirana Art Management
CP: Nunuk Ambarwati
Jl Suryodiningratan No 53-55 Yogyakarta 55141
ph. 0274 411615, 081 827 7073
e.
tiranahouse@yahoo.com, qnansha@yahoo.com
@TIRANAHOUSE @nunukambarwati
http://q-nansha.blogspot.com
www.facebook.com/TIRANAHOUSE