Saturday, April 26, 2014

Workshop Menulis tentang Dunia Travelling @Tirana House


‘LET’S GO TO THE TRIP’
Workshop Menulis Tentang Dunia Travelling 

Berlaku untuk SMA & Mahasiswa
SABTU, 17 MEI 2014
Mulai pk. 13.00 – 18.00 WIB
Kontribusi Rp 60.000,-
Fasilitas: modul, snack + coffebreak, sertifikat, free WIFI
Tempat: Tirana House, Jl Suryodiningratan 55 Yogyakarta

Peserta terbatas 15 orang saja.
Peserta wajib membawa laptop dan atau smartphone.
Pendaftaran ditunggu hingga 17 Mei 2014

Suka traveling? Suka nulis juga? Nah kenapa tidak dimanfaatkan kedua hobi asik ini dalam satu kemasan yang menarik, yakni menulis tentang dunia travelling. Tulisanmu bisa diunggah di media sosial atau bahkan dikirim ke media massa, dibaca banyak orang & menghasilkan duit. Seru kan! Makanya ikutan yuk workshop menulis khusus tentang dunia travelling berikut ini.

Pemateri:
Windy Anggraina – Reporter Koran Seputar Indonesia. Penulis buku ‘Icip-Icip Kuliner Jogja’
Farida Trisnaningtyas – Reporter SKH Solopos. Seorang pecinta travelling yang nekat. Cek blognya di senandungkata.blogspot.com

Topik workshop:
1. Workshop menulis traveling dari kacamata reporter/jurnalis/wartawan.
Traveling ketika punya banyak waktu dan memang mengalokasikan waktu & biaya untuk traveling itu hal yg biasa; tapi bagaimana caranya memanfaatkan waktu yang singkat & efisien untuk bisa menikmati travelling (mulai dari yang jauh atau dekat, dalam atau luar negeri).
2. Teknik pengambilan foto yang ideal untuk mendukung penulisan.
3. Topik tulisan apa saja yang bisa dipakai untuk materi penulisan travelling & bagaimana memaksimalkan hasil tulisan tersebut untuk bisa diakses lebih luas ke publik, juga menghasilkan income.
4. Diakhir workshop, peserta akan diminta membuat tulisan tentang pengalaman travelling hari ini, yakni observasi tentang Tirana House: sebuah butik dengan konsep belanja senyaman di rumah, yang dilengkapi dengan coffee corner dan artspace.

Pemenang:
Akan dipilih 3 tulisan terbaik, yang akan diumumkan 1 minggu setelah workshop. Hadiah untuk masing-masing pemenang berupa: sertifikat, buku 'Icip Icip Kuliner Jogja' (tulisan Windy Anggraina), gift produk dari Tirana & hadiah dari beberapa sponsor lainnya.

Informasi & pendaftaran:
Tirana House, Jl Suryodiningratan 55 Yogyakarta
Ph. 0274 411615, 081 827 7073
e. tiranayogya@gmail.com
www.facebook.com/tirana.house

FANPAGE: www.facebook.com/TIRANAHOUSE
PIN 21197ECB
Twitter @TIRANAHOUSE

Wednesday, April 23, 2014

Dua “Dunia”, Hasilnya Satu: Kebebasan





Tulisan ini sebagai pengantar pameran berdua lukisan karya Bintang Tanatimur & Faiz E. Robbani Imransyah | Galeri Biasa, Yogyakarta | 10 - 17 Mei 2014. 

      Berkenalan dengan Bintang Tanatimur (Jogja, 9 tahun) dan Faiz E. Robbani Imransyah (Papua, 8 tahun) sungguh sebuah kejutan. Dua anak dari dua wilayah berbeda ini memberikan gambaran tentang dunia anak-anak yang sesungguhnya. Ekspresi mereka saat berkarya tak bisa dibendung. Mulai dengan media pensil, tinta, krayon, spidol, cat akrilik hingga cat minyak, digeluti. Dengan material kertas, kardus bekas, kaca hingga kanvas pernah dilakoni. Coretan-coretan yang mereka hasilkan menyimbolkan kebebasan: bebas dari tekanan, liar berkelindan dan semaunya. Ya, begitulah seharusnya semua anak seumuran mereka.
Bintang lebih beruntung daripada Faiz. Bintang berada pada arena yang kondusif untuk mengembangkan kreativitasnya. Lahir dalam keluarga yang kental dengan dunia seni rupa, kedua orangtuanya bekerja dan berkarya di dunia tersebut. Ayahnya, Mikke Susanto seorang kurator dan dosen seni rupa, sementara ibunya, Rina Kurniyati, seorang pelukis. Bintang juga tinggal di kota yang sarat nilai-nilai seni dan budaya, Yogyakarta. Hampir setiap hari di kota gudeg ini selalu ada perhelatan pameran seni rupa. Bintang menekuni menggambar selama kurun waktu 5 tahun terakhir ini. Hampir tiap hari dia berkarya dengan kertas atau buku sketsanya di sela aktivitas belajar di sekolah, menonton televisi atau sedang bepergian. Di akhir pekan, Bintang baru berkutat dengan kanvas, rata-rata 3-4 jam menggambar. Bisa dibilang, menggambar bagi seorang Bintang bagaikan media ekspresi dan rekreasi.
Sementara Faiz, orang tuanya berkecimpung di dunia formal non-seni. Ayahnya, Muhammad Imran adalah seorang jurnalis senior dan ibunya Aisyah Arifin berkutat dengan ranah konsultan keuangan. Bidang yang sangat berbeda dengan dunia seni. Di Papua, tempat Faiz tinggal, tak sesibuk kota Jogja dimana seni rupa dan pameran menjadi napas.  Dengan tangan kidalnya, Faiz mengekspresikan gagasannya. Lingkungan sehari-hari yang ia amati menjadi subjek karya-karyanya. Gambaran orang Papua yang berkulit gelap sering muncul dalam karya-karyanya. Beberapa wilayah yang pernah didatanginya juga digambarnya. Intinya melalui gambar, Faiz meluapkan karakternya yang oleh orang tuanya dilabeli sebagai anak yang memiliki energi tinggi. Meskipun baru mulai menggambar setahun yang lalu, dari segi kuantitas maupun kualitasnya tak kalah dengan Bintang. Bahkan jam 1 malam pun, ia melukis tanpa harus didampingi orang tuanya. Selesai melukis, ia bersihkan sendiri kamar dan alat-alat melukisnya. Luar biasa...
Beberapa fakta perbandingan tersebut ternyata tak berlaku untuk ukuran sebuah kreativitas anak-anak seperti Bintang dan Faiz. Anak-anak tetaplah anak-anak. Lihatnya karya-karya mereka yang sangat mencirikan hal yang senada. Mereka menggambar tak jauh dengan hal-hal yang mereka lihat dan alami sehari-hari. Jujur apa adanya. Cerita tentang mainan, rumah, hewan peliharaan, tokoh yang diidolakan, robot, superhero, orang-orang dan lingkungan sekitarnya, rumah berciri lokal, atau apa yang mereka alami atau lihat dari televisi adalah objek yang sering menjadi sasaran.
Kedua anak ini juga memiliki daya observasi yang cermat, sehingga karya-karya mereka seakan-akan penuh dengan imajinasi, kreativitas, cerita dan petualangan yang indah untuk dinikmati. Beruntung Bintang dan Faiz memiliki orang tua yang moderat. Mereka membebaskan anak-anak melakukan kegiatan ini. Tak setengah hati, karena pameran ini juga pasti menjadi kenangan yang berharga bagi siapapun.
Menariknya, mereka tidak memasukkan Bintang dan Faiz ke sanggar lukis yang kini dikenal memiliki pakem sendiri. Orang tua mereka justru memberikan kebebasan yang luas. Kebutuhan menggambar disediakan. Waktu dan pendampingan untuk saling berbagi tak pernah habis. Hal ini jauh lebih penting dan tepat untuk anak-anak seusia Bintang dan Faiz.
Maka pameran ini diharapkan sebagai penanda penting, baik bagi kedua anak luar biasa ini maupun bagi kita semua. Pameran ini adalah “hadiah dan apresiasi atas cinta orang tua, atas kecerdasan dan kreativitas di usia emas. Program ini adalah salah satu upaya untuk menandai pemikiran bahwa jejak berupa karya seni rupa dinilai penting agar mereka di masa dewasa nanti tahu betapa mereka berharga, setidaknya di mata orang tua.  

Nunuk Ambarwati
Tirana Art Management


BINTANG TANATIMUR. Lahir di Yogyakarta pada 18 Agustus 2005. Saat ini belajar di kelas 2, di SDIT Alam Nurul Islam, Gamping Sleman Nama Orang tua: Mikke Susanto (ayah) & Rina Kurniyati (ibu) Bintang mulai beraktivitas menggambar sejak usia 4 tahun, dengan modus corat coret. Hampir setiap minggu berkarya baik di kanvas, kertas, kardus, kaca maupun benda bekas. Ia tidak pernah mau ikut lomba melukis anak. Ide-idenya adalah bermain dengan bahan-bahan yang dipakai serta tidak memperdulikan apa yang hendak digambar. Semuanya langsung jalan sesuai dengan tangan dan pikirannya saat itu. Tetapi sebagian karyanya sering bertema tentang robot/gadget dan mahkluk hidup maupun hewan, maupun campuran/gabungan diantaranya.

FAIZ E. ROBBANI IMRANSYAH Lahir di Jayapura, Papua pada 11 Mei 2006. Saat ini belajar di kelas 2, di SD Muhammadiyah Abepura Jayapura Nama Orang tua: Muhammad Imran (ayah) & Aisyah Arifin (ibu) Putra bungsu dari 3 bersaudara ini mulai gemar menggambar sejak 2013. Kegemarannya menggambar merupakan sarana mengontrol energinya yang besar, terbukti hampir setiap minggu ia menghasilkan karya lukisan. Ide-idenya berasal dari pengamatan dan pengalaman di lingkungan sekitar ia tinggal. Jadi jangan heran bila karya lukisannya tidak seperti sanggar dan lebih mengungkapkan tema tentang kehidupan di tanah Papua. Kepolosannya dalam menggores dan mewarna tanpa disuruh oleh siapa pun merupakan salah satu nilai penting dalam karya-karya lukisan Faiz. Ia adalah aset yang unik yang perlu diketahui oleh setiap orang.


_______________________________________________________

RELEASE
Pameran Lukisan Anak Sekolah Dasar
“BINTANG (Jogja)-FAIZ (Papua)”
Pelukis: Bintang Tanatimur & Faiz E. Robbani Imransyah 

Tanggal 10-17 Mei 2014, buka tiap hari pukul 10.00 – 19.30 WIB
Dibuka oleh PELUKIS SENIOR HERI DONO
GALERI BIASA : Jl. Suryodiningratan 10 B Yogyakarta

Pameran ini menampilkan dua anak yang masih belajar di kelas 2 (dua) SD. Bintang Tanatimur saat ini sekolah di SDIT Alam “Nurul Islam” Gamping Sleman. Faiz Robbani bersekolah di SD Muhammadiyah Abepura Jayapura. Mereka saling kenal sejak setahun lalu, saat Faiz berkunjung ke Jogja, akhir Juni 2013.

Karya-karya mereka tidak bergaya tunggal. Mereka menerapkan berbagai gagasan baik gaya, teknik, maupun tema yang berbeda dan dekat dengan diri mereka. Bintang dan Faiz, secara bebas menorehkan segala kemampuan dan kemauannya dalam lukisan-lukisannya. 

Dua anak yang tidak pernah mengecap sanggar lukis ini memberi pelajaran pada kita semua mengenai makna kebebasan berekspresi. Mereka tidak diatur, apalagi disuruh untuk melukiskan sesuatu. Karya-karya mereka lahir begitu saja dari pikiran dan imajinasi sebagai anak-anak yang hidup di lingkungan masing-masing, baik di Jogja maupun di Papua. 

Karena itulah pameran ini diagendakan untuk menengahi beberapa hal penting dan multifungsi. 
Fungsi pertama adalah mengenai keintiman keluarga. Ayah, ibu, anak dan lingkungannya adalah satu kesatuan yang saling mempengaruhi. Lukisan dalam konteks pameran ini menjadi wadah untuk saling bercakap dan mengetahui apa saja pikiran, imajinasi dan kehendak anak-anak. Dalam fungsi inilah pameran lukisan menjadi sarana belajar bagi semua, baik keluarga maupun para penonton.

Fungsi kedua, mengapa mereka berdua yang diangkat? Satu dari Jogja, satu lagi dari Papua. Secara kebetulan, ibu dari dua anak ini adalah kawan lama sejak mahasiswa di Bandung. Dua keluarga ini “dipertemukan” oleh kesukaan anak-anak mereka, yakni melukis. Dari kebetulan semacam ini, ternyata mereka (baik ibu, keluarga maupun anak-anaknya) bisa saling belajar tentang kebhinekaan. Jadi pameran ini selain sebagai sarana kreativitas anak, juga berfungsi sebagai sarana untuk belajar mengenai perbedaan budaya dan tingkah laku sesama warga negara. Anak-anak adalah generasi yang akan menjadi penerus bangsa, hendaknya diperkenalkan dan diajarkan untuk saling menghargai. 

Ketiga, meskipun pameran ini dilakukan oleh anak-anak, tetapi fungsinya tidak hanya bisa dibaca sebagai pameran semata-mata oleh dan untuk anak-anak. Mereka adalah generasi yang akan melanjutkan hidup dan eksisnya bangsa Indonesia. Pameran semacam ini menjadi ajang pertemuan yang indah oleh semua warga negeri yang memiliki perbedaan. Pameran anak-anak semacam ini akhirnya menjadi menyambung tali (silaturahim) antara anggota masyarakat. Kegembiraan dan keintiman inilah yang diutamakan dalam berhubungan dengan sesama anak bangsa. 

Seperti yang ditulis oleh Nunuk Ambarwati (lampiran tulisan dalam katalog), kedua anak ini memiliki daya observasi yang cermat, sehingga karya-karya mereka seakan-akan penuh dengan kreativitas, cerita dan petualangan yang indah untuk dinikmati. Beruntung Bintang dan Faiz memiliki orang tua yang moderat. Tak setengah hati dalam mewadahi hobi anak-anaknya. Mereka tidak pula pernah ikut lomba, tetapi justru “lomba” yang diharapkan adalah berbentuk pameran. Pameran ini pasti menjadi kenangan yang berharga bagi mereka berdua. 

Pameran ini adalah “hadiah” apresiasi atas cinta orang tua mereka atas kecerdasan dan kreativitas di usia emas. Tak lupa, program ini juga upaya untuk menandai bahwa jejak berupa karya seni rupa harus dinilai penting agar mereka di masa dewasa nanti tahu betapa mereka berharga dan dicintai, setidaknya oleh orang tua mereka dan para penonton yang telah mengapresiasinya. +++

BINTANG TANATIMUR. Lahir di Yogyakarta pada 18 Agustus 2005. Saat ini belajar di kelas 2, di SDIT Alam Nurul Islam, Gamping Sleman Nama Orang tua: Mikke Susanto (ayah) & Rina Kurniyati (ibu) Bintang mulai beraktivitas menggambar sejak usia 4 tahun, dengan modus corat coret. Hampir setiap minggu berkarya baik di kanvas, kertas, kardus, kaca maupun benda bekas. Ia tidak pernah mau ikut lomba melukis anak. Ide-idenya adalah bermain dengan bahan-bahan yang dipakai serta tidak memperdulikan apa yang hendak digambar. Semuanya langsung jalan sesuai dengan tangan dan pikirannya saat itu. Tetapi sebagian karyanya sering bertema tentang robot/gadget dan mahkluk hidup maupun hewan, maupun campuran/gabungan diantaranya.

FAIZ E. ROBBANI IMRANSYAH Lahir di Jayapura, Papua pada 11 Mei 2006. Saat ini belajar di kelas 2, di SD Muhammadiyah Abepura Jayapura Nama Orang tua: Muhammad Imran (ayah) & Aisyah Arifin (ibu) Putra bungsu dari 3 bersaudara ini mulai gemar menggambar sejak 2013. Kegemarannya menggambar merupakan sarana mengontrol energinya yang besar, terbukti hampir setiap minggu ia menghasilkan karya lukisan. Ide-idenya berasal dari pengamatan dan pengalaman di lingkungan sekitar ia tinggal. Jadi jangan heran bila karya lukisannya tidak seperti sanggar dan lebih mengungkapkan tema tentang kehidupan di tanah Papua. Kepolosannya dalam menggores dan mewarna tanpa disuruh oleh siapa pun merupakan salah satu nilai penting dalam karya-karya lukisan Faiz. Ia adalah aset yang unik yang perlu diketahui oleh setiap orang.

Nunuk Ambarwati 
Tirana Art Management
Kontak 0818 277 073
Email: qnansha@gmail.com

Monday, April 07, 2014

Koleksiku - Karya Alfin Agnuba

Alfin Agnuba | 'Escher Terror' | screenprint & digitalprint | cetakan 1/10 | 14 x 19 cm | 2013

Istimewa! Karya ini didapatkan saat pameran Jogja International Mini Print Festival 2013 di Galeri ISI, Yogyakarta, November 2013. Alfin seorang seniman muda, sangat giat berkarya dan aktif berkreasi hampir dimanapun ia bisa. Meskipun belum begitu kenal dekat dengannya, tetapi karya-karya dan intensitas bekerja di dunia seni rupa sudah cukup membuat saya mengenalnya dari sisi yang berbeda.

Menurutnya, karya ini tentang dunia paralelnya Mc Escher (seniman grafis perspektif). Alfin merespon atas gejala perspektif yang telah Escher ciptakan. Karakter paling depan yang seolah keluar dari batas media gambar sengaja Alfin munculkan sebagai pengacau bentuk yang telah menjadi sejarah. Bahwasanya pada masa saat ini tidak ada lagi batasan kaku yang mengharuskan seniman (grafis) harus terus intens dengan pedoman konvensional yang telah dibakukan.

Bersama karya ini, masih ada 2 karya senada yang Alfin ciptakan. Saya kebetulan bisa mendapatkan (membeli dengan cara mencicil hehehe) dan sangat menyukai karya ini. Bagi Alfin, ketiga karya tersebut merupakan bentuk pelampiasan kejenuhannya di dunia akademis yang dituntut harus selalu baku akan pakem-pakem seni grafis.

Beruntung saya mendapatkan cetakan pertama dari sepuluh yang Alfin buat. Melalui kegigihan, semangat dan kerja kerasnya, Alfin Agnuba akan menjadi seorang seniman hebat. Amin :)

Saturday, April 05, 2014


Traffic Light Card (Kartu Pedoman Belanja)

Hmmm....sudah tahu belum tentang ini? Bagi yang konsen di masalah kesehatan, harusnya punya kartu seperti ini juga. Ternyata konsumen sekarang harus lebih aware terhadap produk-produk yang dijual di pasaran. Ndak cuma cukup membaca ingridients (komposisi produk tersebut terbuat dari apa saja), nutritional information (informasi nilai gizi per takaran saji), status kadaluwarsa, tapi plus hitung-hitungan seperti yang tertera dalam kartu pedoman belanja ini. Apakah produk yang akan kita konsumsi cukup sehat (konsumsi lebih sering) ditunjukkan warna hijau, dikonsumsi sesekali saja atau kurangi konsumsinya. Sip! Lebih senang dan nyaman ketika memilih produk yang tepat.

Kejadiannya beberapa hari lalu, belanja di sebuah swalayan waralaba terkenal di dekat tempat tinggalku; seorang mahasiswi UGM yang sedang skripsi memberikan 'Traffic Light Card' (Kartu Pedoman Belanja) sambil memberitahu bagaimana cara menghitung sebuah produk dikonsumsi dengan nilai takaran saji per 100gr. Menurut dia, ini sudah berlangsung di negara-negara Eropa.

Wednesday, April 02, 2014

Dejavu





Beruntung masih mendapati suasana seperti ini, sore-sore latihan menari tradisional Jawa di sebuah rumah limasan & pendopo kuno, asli bangunan Jawa yang sudah direnovasi; di sebuah kawasan heritage dan bersejarah di kampung Gamelan Kidul, Yogyakarta. Bersahaja, ayem lan tentrem. Dejavu...

Lomba Menulis Resensi