Tuesday, August 29, 2017

Legenda Dusun Druwo

Gerbang masuk Pedukuhan Druwo
Tepatnya 19 November 2009, sehari setelah menikah, saya pindah rumah ke Dusun Druwo, Sewon, Bantul. Rumah tersebut sudah saya beli sekitar 9 bulan sebelum saya menikah. Tetapi karena masih disewa orang dan harus direnovasi, maka saya baru bisa menghuni 9 bulan setelahnya. Artinya, saya sudah tinggal di dusun tersebut kurang lebih 8 tahun ketika menulis tulisan ini. Druwo adalah sebuah dusun yang asri menurut saya. Berada di pinggiran kota Yogyakarta, sudah masuk Kabupaten Bantul. Meskipun sudah mendekati kota dan sudah banyak bermunculan perumahan modern, tetapi kehidupan masyarakatnya masih berkultur desa. Mengutamakan sosialisasi, guyub, sumbangan di sana sini, dan gotong royong. Bila tak ikut arisan atau kegiatan kampung, akan dicibir atau menjadi bahan omongan. Demikianlah kehidupan di desa.

Depan dan belakang rumah saya masih banyak lahan persawahan membentang sejauh mata memandang. Suasana dusun cenderung tenang karena tetangga masih sedikit. Bila cuaca bagus, Gunung Merapi dan Merbabu terlihat biru menjulang dengan gagahnya. Udaranya bersih, sejuk dan dingin. Jauh dari polusi, kecuali ketika ada warga yang membakar sampah. Sumber mata air juga mudah didapat hanya dengan kedalaman 2 meter, bersih dan jernih, walaupun kandungan zat besinya sedikit lebih tinggi. Bahkan saking mudahnya mendapatkan air, konon katanya, warga sulit menguburkan jenazah di dusun ini, karena menggali tanah 2 meter sudah ketemu air.

Malam pertama saya tidur di rumah Druwo, sudah mendapati hal yang janggal. Ini nanti akan menjadi awal perjalanan perkenalan saya dengan “dunia lain” di sekitar rumah dan Dusun Druwo. Saat itu, saya sulit tidur nyenyak, yah mungkin karena suasana baru pikir saya. Malam mulai merambat mendekati dini hari, antara tertidur atau bangun entahlah, saya merasa melihat sesosok besar tinggi se kusen pintu. Sosok tersebut berbulu dan belang-belang seperti macan. Tetapi dia hanya diam saja berdiri pas di pintu kamar. Saya pun diam saja. Tidak ada dialog atau perlawanan. Dan seingat saya, saya baru bisa tertidur lelap pukul 03.00 dinihari. Esok paginya saya sudah hampir lupa kejadian semalam karena tuntutan konsentrasi pekerjaan sangat tinggi waktu itu.

Dua malam berturut-turut berikutnya, ternyata saya mimpi lagi. Dalam mimpi tersebut, saya diajak jalan-jalan mengitari dusun Druwo dan diberitahu tempat-tempat mana saja yang dihuni oleh mahluk ghaib. Ternyata tidak hanya satu lokasi, tapi ada beberapa spot yang menjadi “rumah” makhluk ghaib, dan ternyata salah satunya adalah persis di depan kamar tidur saya, jarak sekitar 3 meter saja. Hmm… oke. Esok harinya, sama seperti hari berikutnya, saya kembali hectic bekerja dan tidak mempedulikan mimpi tersebut. Saya baru akan menyadarinya beberapa bulan bahkan beberapa tahun setelahnya. Intinya, 3 malam tersebut saya seperti diberi tahu dan dikenalkan siapa saja yang ada di wilayah tersebut.

Hari-hari berikutnya, bahkan hingga kini, gangguan-gangguan kecil saya rasakan. Seperti ada yang ketuk-ketuk jendela kaca rumah kami hingga membuat terbangun dari tidur, atau ada suara handle pintu yang dipaksa dibuka berulang-ulang, seperti ada orang mau masuk. Dua hal ini paling sering terjadi. Pernah juga ada teman yang datang ke rumah kami padahal rumah kosong tetapi seperti ada orang didalam rumah. Ketika bayi kecil kami baru lahir, juga banyak kejadian aneh. Tiba-tiba ada bapak tua duduk di kursi bambu depan rumah kami. Atau tiba-tiba ada ular melingkar dibawah boks bayi kami (meskipun kami meyakini ini karena rumah kami dekat sawah). Tetangga juga beberapa kali mendengar suara bising di rumah kami tengah malam, kata dia asal suara dari atas, padahal kami semua lelap tidur. Seorang pembantu rumah tangga tetangga sebelah juga bilang rumah kami ada gendruwonya. Keponakan saya juga tidak mau bertandang ke rumah tantenya ini, horor katanya. Saya sendiri juga sering melihat kelebatan-kelebatan warna hitam. Abel, anak kami, juga pernah melihat sosok hitam di tengah sawah saat pergantian hari. Kata ibu saya, mungkin karena banyak lukisan yang dipajang di rumah, jadi banyak makhluk ghaib yang mampir. Tengah malam sekitar pukul 12.00 saat pulang aktifitas, saya dan suami melihat sosok perempuan menyeberang jalan dan tiba-tiba hilang. Ini versi saya. Versi pengalaman suami ada banyak juga, tapi dia jarang mau cerita ke saya. Saya merinding lho sambil mengetik ini hehe.

Tapi semuanya itu saya tepis, toh nyatanya saya masih bertahan tinggal di rumah ini hingga 8 tahun sekarang. Tinggal bersama mereka yang tidak kelihatan itu. Saya sangat mencintai rumah mungil saya ini. Rumah ini adalah rumah pertama yang saya bisa beli dari hasil jerih payah saya sendiri. Yang penting rumah selalu kondisi bersih, rapi, terang, sinar matahari cukup masuk. Nah, sekarang tentang nama dusun Druwo. Namanya aneh ya? Kayak-kayak nyerempet Gendruwo begitu. Dan ternyata, setelah 8 tahun tinggal di dusun ini, baru sekarang dapat jawabannya. Simak cerita berikut ini.


Areal persawahan di Dusun Druwo
Dahulu kala, terdapat legenda di sebuah kampung pinggiran kota Yogyakarta. Kampung tersebut bernama Druwo. Kampung ini dihuni oleh para warga yang mayoritas bermata pencaharian bercocok tanam yaitu petani. Akan tetapi, warga selalu merasa kecewa akan hasil panen mereka.  Setiap akan panen, hasil ladang mereka selalu rusak. Hanya hasil yang cukup untuk mereka bertahan hidup.

Warga Druwo sudah mengetahui keberadaan makhlus halus disekitar mereka. Karena kampung itu juga terdapat sebuah kerajaan makhluk halus, yaitu kerajaan Gendruwo. Hanya saja pada setiap malam warga tidak bisa menjaga tanaman mereka. Karena setiap malam, warga ketakutan akan kehadiran para makhlus halus yang hidup berdampingan dengan para warga.

Suatu malam, datanglah seorang pedagang gerabah dari kampung Kasongan. Ternyata, pedagang itu kemalaman akan jalan menuju pulangnya, hingga dia memutuskan untuk menginap di salah satu rumah warga kampung Druwo. Mbah Amat adalah warga yang di tuakan di kampung setempat. Mbah Kaum warga memanggilnya.

Pedagang itu meminta ijin kepada Mbah Amat untuk menginap di singgasana nya, tapi Mbah Amat tidak punya tempat yang layak untuk pedagang itu menginap. Hanya di emperan teras rumah tempat yang tersisa. Pedagang itu pun sangat berterima kasih sudah diijinkan menginap di terasnya.

Akan tetapi,… Mbah Amat, menghimbau kepada pedagang itu, agar hati-hati dan waspada karena setiap malam di kampung itu banyak gendruwo berkeliaran. Pedagang itupun tak masalah karena dia disitu hanya menumpang istirahat dan sudah minta ijin kepada yang punya rumah.

Malam telah larut, apa yang dikatakan Mbah Amat ternyata benar terjadi. Pedagang itu di datangi sesosok Gendruwo. Pedagang itu tidak menyangka bahwa akan sesosok Gendruwo yang memberikan dia hadiah berupa emas picis rojobrono.

Kabar mulai tersebar dari mulut ke mulut. Warga mulai hilang akal. Warga berlomba-lomba untuk mendapatkan apa yang didapat oleh pedagang gerabah itu. Setelah sesosok Gendruwo itu muncul dan mendatangi para warga, diberikanlah seonggok bawung yang berupa emas. Warga pun gembira ria mendapatkannya. Setelah Gendruwo itu pergi, bawung yang berupa emas itu ternyata berubah menjadi Lethong Kebo (kotoran Kerbau).
Warga kembali lagi beraktifitas bercocok tanam di kemudian hari. Warga hanya berserah diri pada yang Maha Kuasa agar hasil panen mereka melimpah. Akan tetapi, para Gendruwo tidak akan membiarkan itu terjadi.

Mbah Amat atau Mbah Kaum juga menjadi korban akan keganasan para Gendruwo itu. Ladang jagung Mbah Amat telah rusak, hingga Mbah Amat tidak bisa memanennya. Mbah Amat tidak tinggal diam. Mbah Amat melakukan ritual (lelaku) untuk mengantisipasi agar para Gendruwo itu bisa ditanganinya.

Setelah itu, Mbah Amat menunggu kehadiran Gendruwo diladangnya. Para Gendruwo itu datang dan merusak ladang warga. Dengan penuh persiapan, Mbah Amat membawa tombak dan menyerang para Gendruwo itu. Di tombak lah Gendruwo itu oleh Mbah Amat dan mengenai salah satu Gendruwo itu, tak luput dia adalah pimpinan para Gendruwo.
“Yoh kowe Amat, Aku ra nrimak e banget marang kowe nganti mateni Aku. Titenono sak anak putumu bakal tak tumpas kelor”.  (Ya kamu Amat, aku tidak terima karena kamu membunuhku. Ingatlah bahwa anak cucumu akan kuhabisi). Akhirnya, matilah pimpinan Gendruwo itu.

Pesan itu terngiang hingga kini. Tidak ada keturunan keluarga Mbah Amat yang menjadi Kaum atau Dukun Bayi. Hingga kini tidak ada warga Druwo yang berprofesi seperti Mbah Amat, sebagai Kaum atau Dukun Bayi. Bila ada yang berprofesi demikian, maka selalu sakit. Maka warga Druwo akan mengundang Kaum atau Dukun Bayi dari dusun seberang.
Setelah kejadian itu, warga kampung Druwo sangat berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena mereka telah diberi jalan untuk memusnahkan pengganggu dalam hasil bercocok tanam. Dan hingga kini hasil panen selalu melimpah. Tak lupa warga selalu bersyukur kepada-Nya, Tuhan Yang Maha Esa.

Konon katanya, tanah tempat mayat Gendruwo dikubur selalu tinggi menggunung. Gundukan tanah sudah diambil, eh esok harinya menggunung lagi, demikian seterusnya. Akhirnya warga memutuskan untuk membangun Masjid diatas kuburan Gendruwo tersebut. Masjid itu masih aktif hingga ini dipakai untuk aktifitas ibadah dan diberi nama Masjid Al-Hidayah.




Sumber tulisan Legenda Dusun Druwo ini dari berbagai tokoh masyarakat di dusun tersebut. Tulisan ini muncul untuk kebutuhan karnaval budaya peringatan HUT Kemerdekaan RI yang ke 72, bulan Agustus lalu. Dalam karnaval tersebut, diperankan adegan saat Mbah Amat menusuk Gendruwo dengan tombak. Beberapa warga berjalan beriringan sambil membunyikan alat musik tradisional. Sambil beraksi, para warga membagikan fotokopian tulisan Legenda Dusun Druwo supaya orang yang menonton karnaval paham apa yang diperankan dalam adegan tersebut. Demikianlah Legenda Dusun Druwo, boleh percaya boleh tidak.

Cerita Horor lain dalam blog ini

https://nunukambarwati.blogspot.com/2019/10/cerita-horor-bunyi-genderang-memekakkan.html

https://nunukambarwati.blogspot.com/2019/10/cerita-horor-dingin-seperti-melewati.html

https://nunukambarwati.blogspot.com/2019/10/cerita-horor-bayangan-putih-berkelebat.html

https://nunukambarwati.blogspot.com/2019/10/cerita-horor-dunia-lain.html

https://nunukambarwati.blogspot.com/2019/10/cerita-horor-kerajaan-di-laut-selatan.html

https://nunukambarwati.blogspot.com/2019/10/cerita-horor-hantu-yang-bikin-kesel.html

https://nunukambarwati.blogspot.com/2020/04/cerita-horor-hantu-bawaan-toko-barkas.html

https://nunukambarwati.blogspot.com/2020/04/cerita-horor-prewangan.html

https://nunukambarwati.blogspot.com/2020/04/cerita-horor-dijemput-dari-keluarga-peri.html

Monday, August 28, 2017

ArtSwitch: Si BOSS yang Artsy

Petang itu, saya dan keluarga mengunjungi sebuah pameran seni rupa di kawasan Alun-alun Utara Yogyakarta. Sebuah ruang pamer yang tergolong besar untuk sebuah kota berjuluk seni dan budaya ini. Galeri seni yang juga menyandang nama kota, Jogja Gallery. Tajuk pameran ini “International ArtSwitch”. Saat menerima undangan pameran ini, yang ada dalam pikiran saya, sebuah pameran pertukaran karya seni antar negara, sudah itu saja! Tetapi hmm… setelah masuk ruang pamernya, ternyata kata “switch” disini artinya light switch/switch socket/socket button atau saklar. Karya dengan media saklar. Ditegaskan dengan instalasi welcome gate pameran yang terdiri dari susunan saklar dominan warna merah putih. Dipercantik dengan permainan lighting sehingga berubah efek warna seturut setting waktu. Sebelum mendapati karya seni, berbagai jenis saklar terkini menjadi pembuka saat pengunjung membuka pintu ruang pamer. Teknologi saklar sendiri memiliki perkembangan desain dan kecanggihan sesuai perkembangan jaman dan kebutuhan konsumen. Sebagai misal, kunci kamar hotel atau sign system dalam saklar yang semakin multifungsi dan memiliki desain modern, bahkan bisa custom. Pameran ini disponsori dan dibranding utama oleh perusahaan penyedia assesoris elektrik BOSS (www.boss.co.id). Pameran ini juga menjadi penanda hari lahir ke 60, Bapak Hironemus, Presiden Director perusahaan tersebut.


Sementara tajuk “International” yang menyertai karena memang melibatkan 208 seniman yang terdiri dari 105 seniman lokal (Indonesia) dan 103 seniman internasional; dari Singapore, Malaysia, Thailand, Myanmar, Phillippines, Laos, Japan, Taiwan, Republic of Korea, India, China, Bangladesh, Nepal, Vietnam, USA, Canada, Russia, Polandia, Turkey, Serbia, Australia, Germany, Sweden, Finlandia, Egypt, Northern Ireland, Moldova, France, Slovakia, Netherlands. Apresiasi tinggi untuk penggagas pameran ini, seorang seniman juga asal Yogyakarta, Hadi Soesanto dan timnya.  Tentu bukan perkara mudah, mengorganisasi pameran, mencari sponsor, ceremony pembukaan, negosiasi dan mengundang ratusan seniman untuk mau terlibat dan mengirim karya mereka. Apalagi sederet perupa senior hingga perupa muda terlibat dalam pameran tersebut. Baik perupa dua dimensi (lukisan), pematung maupun pegrafis juga tercatat mengikuti event ini. Ada juga beberapa perupa yang berasal dari negara-negara yang tidak diperbincangkan di peta seni rupa dunia mengikuti ajang ini. Tentu ini akan sangat menarik melihat dan menjadri referensi bagaimana karya-karya dari negara-negara di luar peta tersebut.

Setelah mengisi buku tamu, saya mulai memasuki ruang pamer. Tak terlalu banyak pengunjung, hanya ada sekelompok anak-anak muda di sisi lain. Ah, suasana begini paling nyaman untuk menikmati karya seni. Saya mulai menyusuri jajaran karya yang terpajang. Karyanya kecil-kecil, sangat kontras dengan ruang galeri yang besar. Tapi karena banyaknya karya dan didukung display yang bagus, maka display pameran tidak terkesan kosong dan datar. Untuk mengakali display, maka beberapa blok tembok dicat warna-warna kontemporer seperti abu-abu dan kuning untuk membuat dimensi display ruang pamer.

Ukuran masing-masing karya hanya 5 x 7 cm. Karya-karyanya digambar di saklar. Kreatif dan unik! Saya paham sekali, banyak seniman pasti memiliki tingkat kesulitan yang berbeda bagi yang biasa berkarya dengan ukuran besar. Karena permukaan saklar licin, maka seniman perlu mensiasatinya agar bisa menyatu dengan cat acrylic, cat minyak atau media lainnya. Bagi seniman dengan basic dua dimensi, saklar mungkin perlu diamplas dulu permukaannya sehingga cat bisa menempel. Sementara itu bagi seniman dengan basic tiga dimensi, mereka menambahkan toys hingga bahkan mengganti komponen saklar dengan karya patung mini berbahan kayu, resin atau perunggu.

Tingkat kesulitan yang berbeda dengan media mini ini terlihat pada beberapa karya yang dipamerkan. Ada yang bisa menguasai media saklar dengan baik, sehingga bisa menyatu sesuai ukuran dan tampil apik maksimal meskipun karyanya kecil. Tetapi ada juga yang terkesan sekadar ikut meramaikan event ini atau mungkin terburu-buru mengerjakan, akhirnya karya tampil kurang maksimal. Bahkan karena kurang rapi pengerjaan, ada satu karya yang saya lihat sedikit mengelupas. Dari situ, terlihat bahwa seniman membuat karya diatas kanvas dulu. Kemudian dipotong baru ditempelkan ke saklar. Sementara pada caption tetap tertulis, acrylic on switch button. Nah!



Tema-tema yang menjadi obyek utama karya bervariasi, flora, fauna, landscape kehidupan sehari-hari, figur manusia atau detail dari bagian tubuh (mata, puting susu), obyek dan sebagainya. Karyanya pun mewakili berbagai aliran, dari hiper realis hingga abstrak. Dari sini kita bisa lihat bahwa ukuran bidang tidak menjadi halangan seorang seniman menuangkan gagasan karyanya. Meskipun sedikit letih juga melihat pameran ini, karena karyanya kecil-kecil sehingga harus mendekat untuk melihat dan cukup banyak. Sehingga harus jeda sejenak dan atau mengulang beberapa kali putaran untuk tidak melewatkan karya-karya yang menarik dan bagus-bagus tersebut. Saya memotret karya-karya yang saya sukai sebagai inpirasi hati :). Pesan saya, karya aslinya jauh lebih bagus dari foto yang saya ambil. 

Karya dengan ukuran kecil bukan hal baru di dunia seni rupa. Bahkan di Yogyakarta sudah terselenggara dua kali event berskala internasional juga dengan media karya kecil (ukuran maksimal 20 x 20 cm) yakni Jogja Miniprint Biennale (http://jogjaminiprints.weebly.com/syarat--ketentuan-2nd-jimb-2016.html ). Pegrafis dari berbagai negara antusias mengikuti event ini, mereka mengirimkan karya sesuai prosedur dan tema. Karena miniprint, maka karya berbasis seni grafis. Beberapa kompetisi karya berukuran kecil juga banyak diselenggarakan di berbagai belahan dunia. Karya ukuran kecil disatu sisi memang memudahkan dari segi prosedur pengiriman antar negara. Disamping lebih murah, juga tidak memerlukan dimensi packing yang besar. Bagi kolektor, karya berukuran kecil lebih terjangkau untuk dibeli.

Di lantai kedua, seniman yang sama (meskipun tak semua) membuat dua karya, pertama dengan media saklar dan kedua di media yang mereka sering gunakan, kanvas. Dari lantai satu ke lantai kedua, kita sebagai penikmat seni bisa melihat perbandingan bagaimana seniman yang sama dengan bidang yang berbeda. Apakah mempunyai konsistensi ketrampilan yang sama atau justru sebaliknya. Ini menjadi pembelajaran kita mengapresiasi karya seni. Pameran ini juga menginspirasi para desainer lintas bidang untuk saling mengembangkan kreatifitas di dunia bisnis. Desainer pembuat saklar bisa lebih mengembangkan inovasi dengan memberikan sentuhan seni pada produk mereka, demikian sebaliknya.



Oh ya, di luar ruang pamer, disediakan meja dengan beberapa cat acrylic warna dasar. Ternyata pengunjung pameran juga bisa merasakan sensasi melukis di saklar, menarik ya :) Maka, suami dan anak saya pun ambil bagian menggambar. Kami menanyakan prosedur dan meminta saklar kepada petugas buku tamu. Petugas terlebih dahulu mengamplas permukaan saklar supaya mudah dilukis. Mulailah menggambar J Tetapi ternyata hasil karya kami tidak boleh dibawa pulang, sebagai gantinya kami dihadiahi pulpen cantik dengan branding BOSS. Konon katanya juga (menurut petugas penjaga pameran di dalam ruang pamer), semua karya seniman dengan saklar ini tidak dikembalikan ke masing-masing perupa, tetapi menjadi hak milik BOSS.




Jogja Gallery
Jl Pekapalan No 7, Alun-alun Utara Yogyakarta
                                                                                                                                                               

Thursday, August 24, 2017

Cerita Imunisasi Abel

Bulan Agustus-September 2017 menjadi bulan wajib imunisasi MR (Measles Rubella) bagi anak usia 9 bulan hingga 15 tahun di Indonesia. Bahkan jauh sebelum bulan imunisasi tiba, pemerintah telah mensosialisasikan sedemikian rupa melalui berbagai kanal media dengan gencarnya. Sosialisasi ini ternyata disambut pro dan kontra dari berbagai kalangan. Yang pro tentu saja memberikan informasi tentang manfaat imunisasi tersebut. Sementara yang kontra, memuat berita tentang negatif dari program dan dampak tak baik imunisasi. Bagaimana saya menyikapinya?

Sosialisasi

Seperti halnya orang tua yang lainnya yang memiliki anak dengan range usia imunisasi wajib mengetahui informasi tersebut. Anak saya, Abel, saat ini usia 6 tahun 11 bulan. Saat ini masuk kelas 1 Sekolah Dasar di sebuah sekolah swasta di Yogyakarta, yakni SD Tumbuh 3 Yogyakarta. Jadwal Abel imunisasi bersama teman-teman di sekolah, Selasa, tanggal 22 Agustus 2017. Sebelum tiba tanggal tersebut, baik orang tua maupun anak mendapat sosialisasi tentang imunisasi MR. Menurut sekolah, anak-anak boleh didampingi atau tidak, tergantung kenyamanan tiap anak dan orang tua. Anak-anak harus dalam kondisi sehat saat imunisasi. Bila tidak sedang sehat, maka akan mengikuti imunisasi lain waktu atau langsung ke Puskesmas. Saya sendiri ingin Abel mengikuti imunisasi di sekolah bersama teman-teman, karena pasti lebih berkesan untuknya. Kurang lebih 2 minggu sebelum jadwal imunisasi sejak sosialisasi di sekolah. Dan saya berusaha Abel selalu dalam kondisi sehat, menjaga kondisinya dengan minum vitamin tiap hari, mengusahakan tidak terlalu capek, tidur cukup, tidak sakit atau demam. Dan itu tidak mudah, karena Abel anak yang aktif dan cuaca yang tidak mendukung karena siang terlalu panas, sementara malam sangat dingin. Mbediding kata orang Jawa.

15 Agustus 2017
Ada surat disertai brosur dari sekolah yang menerangkan tentang Kampanye Imunisasi Campak/Measles Rubella (MR). Intinya imunisasi MR ini sifatnya wajib dan tidak memandang status imunisasi sebelumnya. Dan yang menjadi perhatian kita sebagai orang tua adalah orang tua yang harus aktif menginformasikan ke sekolah dan tenaga medis jika anak kita:
1. Punya alergi obat.
2. Anak tidak mengkonsumsi antibiotik pada saat pelaksanaan Imunisasi MR.
3. Memberitahukan bila anak sakit saat pelaksanaan Imunisasi MR.
4. Anak tidak memiliki riwayat penyakit jantung.

Tetapi tentu saja, sosialisasi yang disampaikan di sekolah tidak akan cukup buat saya. Saya perlu mencari informasi lainnya. Kemudian saya mulai bertanya-tanya dengan orang tua lain yang anaknya sudah diimunisasi di sekolahnya. Berikut beberapa pengalaman yang disampaikan. Orang tua A, anaknya sudah diimunisasi. Setelah imunisasi, tiap anak mendapatkan obat penurun panas, sebagai antisipasi bila terjadi demam usai imunisasi. Dan anak ternyata baik-baik saja. Pengalaman yang lain, di sekolah ECCD-RC, anak-anak usia pra TK hingga pra SD; mereka discreening dulu sebelum diimunisasi, apakah sakit atau demam. Bila tidak lolos screening, maka tidak diimunisasi. Kemudian setelah mendapat suntikan, ditunggu 30 menit apakah terjadi reaksi tubuh akibat imunisasi, seperti gatal, ruam, bengkak, demam atau yang lain. Bila terjadi reaksi maka akan dirujuk ke Puskesmas untuk penanganan selanjutnya. Informasi dari dua sekolah ini, sudah cukup menjadi referensi saya ketika nanti Abel mendapat imunisasi di hari H-nya.



Courtesy Tumbuh Primary
Senin, 21 Agustus 2017
Di SD Tumbuh 3, anak-anak mengikuti Assembly (upacara ala SD Tumbuh). Dalam assembly tersebut, biasa dibahas topik tertentu. Kali ini topiknya tentang bahaya penyakit campak dan rubella.Tidak ada obat untuk penyakit tersebut, tetapi kita berusaha mencegah atau menghindari penyakit dengan menyuntikkan vaksin. Melalui pembahasan topik tersebut di program assembly, anak-anak diajak untuk siap diimunisasi esok hari untuk menghindari penyakit campak dan rubella. Dan bagi Abel, Abel tetap ingin didampingi Mamanya saat imunisasi esok harinya. Baiklah, dengan senang hati sayangku :)

Sementara di grup WA orang tua, sudah beredar informasi tambahan tentang alur imunisasi MR hari Selasa, 22 Agustus 2017 di SD Tumbuh 3.

1. Anak-anak akan menunggu sambil berkegiatan ringan di kelas masing-masing dan dipanggil satu-satu untuk menuju ruang imunisasi (Library SD Tumbuh 3).
2. Akan ada edu kelas yang mendampingi anak saat di ruangan.
3. Dokter akan memeriksa kesehatan anak apabila lolos screening bisa segera diimunisasi.
4. Selesai imunisasi, jari anak akan dicelupkan ke tinta (seperti saat Pemilu). Hal ini merupakan bagian dari prosedur Puskesmas.

5. Selesai imunisasi, anak akan ke ruang kantor untuk beristirahat sebentar (kecuali untuk anak yang masih perlu ditenangkan, bisa lebih lama didampingi di ruang kantor sebelum kembali ke kelas lagi).

Apabila orangtua ingin memberi dukungan pada anak saat imunisasi, dipersilakan menemani di dalam ruangan hanya pada saat giliran imunisasi anaknya.


Hari Imunisasi. Selasa, 22 Agustus 2017

Hari imunisasi tiba. Ada pesan masuk di grup WA orang tua "Good morning parents. Hari ini imunisasi diperkirakan dimulai pk 10.00. Dimulai dari Preparatory Class". Saya sudah siap di sekolah sebelum pukul 10.00 untuk mendampingi Abel. Satu-persatu anak mulai diimunisasi. Di kelas Abel ada kegiatan cooking class membuat sandwich sambil menunggu giliran diimunisasi. Kegiatan yang menyenangkan! Beberapa orang tua juga sudah hadir untuk mendampingi. Ada juga yang datang tapi sembunyi, supaya si anak bisa dengan berani menghadapi imunisasi sendiri. Tiba gilirannya Abel masuk ruang imunisasi dan discreening. Screening berupa tes suhu tubuh dengan termometer di dahi. Suhu Abel ternyata 37,7 derajat. Sedihnya, ternyata tidak lolos screening. Abel dianggap demam dan tidak dapat diimunisasi. Dan Abel harus kembali ke kelas. Tentu saja saya agak kecewa karena Abel akan ikut imunisasi susulan. Saya lihat wajah Abel juga agak bingung campur sedih. Tapi kemudian dia kembali ke kelas. Saya menunggu sebentar di luar. Abel keluar masuk, sambil bilang ke saya untuk tetap tinggal menunggu. Saya bilang, Mama harus pergi nanti waktunya jemput sekolah, Mama datang lagi. Dan saya kembali ke aktifitas.



Pukul 11:52

Saat saya sudah kembali ke bekerja, pukul 11:52 mendapat WA dari edukator yang mendampingi Abel. Katanya Abel lolos screening kedua. Ternyata beberapa anak yang tidak lolos screening pertama, dicek kembali. Beberapa anak, ternyata lolos screening kedua, seperti halnya Abel. Suhu badannya sudah turun dan dia bisa diimunisasi. Wah! Dan akhirnya Abel sudah diimunisasi tanpa dampingan saya :) Antara kaget, senang dan sedih, campur deh. Bersyukurlah sudah bisa imunisasi hari ini bersama teman-teman yang lain. Terima kasih juga edukator yang sudah mendampingi :)


Abel saat diimunisasi.
Siangnya saat jemput Abel sekolah, dia menunjukkan bekas suntikan di lengan kirinya, ada bintik merah kecil :) Tidak bengkak, tidak juga sakit katanya. Baiklah Abel, semoga sehat selalu. 

Demikian sedikit berbagi kisah imunisasi Abel. Dari hal ini kita bisa mengambil:
1. Cari informasi sedetail mungkin dan informasi yang benar tentang program wajib imunisasi tersebut. 
2. Selalu informasikan yang sebenarnya tentang kondisi kesehatan dan riwayat kesehatan anak, supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Semoga bermanfaat :)