Minggu Pagi, No 32 Th 67 Minggu I November 2014 | Rubrik Jendela | halaman 4.
Menyediakan barang, kemudian terjadi interaksi antara pedagang dengan pembeli adalah aktifitas yang lumrah dalam sebuah kegiatan ekonomi. Namun jika ditelisik lebih jauh, sebelum ada transaksi jual beli, seorang konsumen akan melihat-lihat dan bertanya-tanya dulu tentang barang yang akan ia dapatkan. Informasi lengkap yang diberikan penjual, adalah nilai plus dalam sebuah bisnis.
Pemahaman itu dipegang betul oleh Nunuk Ambarwati untuk usaha fashion, seni dan kafe yang digelutinya. Ia menggabungkan ketiga hal itu dalam sebuah butik yang dibangun bersama seorang sahabat. Menurut Nunuk, konsep tersebut sebagai salah satu cara untuk menarik calon konsumen.
"Cara tersebut merupakan soft marketing yang sudah dilakukan banyak butik di luar negeri," jelas pemilik Tirana House, KidsHouse dan Coffee Corner itu.
Ia mengungkapkan, dengan cara itu, pengunjung tidak hanya belanja pakaian saja. Mereka bisa menikmati minuman, terutama kopi, sembari melihat karya seni yang tertata apik di antara tempat pakaian. Sebab, fashion juga bagian dari seni. Orang membeli produk fashion bukan hanya karena fungsi, namun juga keindahan desain, warna dan perancangnya.
Memilih pakaian tak ada bedanya dengan pertimbangan dalam membeli karya seni. Kekaguman pada jagat seni dimulai sekitar tahun 1999, ketika ia berhasil merampungkan studi Public Relations di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Saat itu tanpa perlu mengirim banyak lamaran kerja ke berbagai instansi, karena kemampuan berbahasa Inggris di atas rata-rata, Nunuk langsung diterima di sebuah lembaga pengelolaan benda seni. Sejak saat itu pengetahuannya tentang seni terasah, terutama seni rupa.
"Selain bergelut dengan benda, kebiasaan membaca berbagai literatur tentang seni baik dari dalam dan luar negeri membuat pengetahuan saya semakin bertambah," papar istri dari Norisma Andhi Subagyo itu kepada Minggu Pagi belum lama ini.
Keterlibatan Nunuk dalam berbagai proyek seni rupa membuat intuisi seninya semakin kuat. Ia sering diajak kerjasama oleh para kurator seni. Oleh karena itu wajar jika sebagian orang menilai bahwa ia seorang seniman ataupun pakar. Selain itu, berbekal jejaring di kalangan komunitas seni, melalui Tirana House, ia ingin memfasilitasi karya-karya kreatif yang selama ini kurang terakomodasi.
"Sangat banyak teman seniman yang ingin menampilkan karya mereka, namun karena space terbatas tentu harus diseleksi terlebih dahulu," ujar wanita yang lebih suka disebut sebagai art manager daripada kurator itu.
Tidak hanya memberikan wadah berekspresi untuk para seniman, Nunuk juga menjadikan tempat bisnisnya sebagai sarana berkampanye. Terutama kepedulian terhadap lingkungan. Salah satunya adalah program "Little Act for Greener Jogja". Gagasan itu ia wujudukan sebagai usaha mengambil peran dalam membangun Yogyakarta menjadi kota yang lebih ramah lingkungan.
"Melalui konsep Sustainability Consumption & Production kami mencoba mengurangi pemakaian plastik, menghindari pemakaian energi yang tidak perlu, serta melakukan kampanye-kampanye kecil dalam kegiatan promosi, " ungkapnya.
Menurut ibunda dari Abel tersebut, cara yang dillakukan antara lain menggunakan lampu hemat listrik seperti LED, mengurangi pemakaian lampu hanya ketika ada pengunjung datang, mengatur suhu AC antara 22-25derajat celcius, mengumpulkan sampah-sampah botol plastik dari bekas minuman customer, mengajak pelanggan membawa gelas sendiri, serta menghadirkan makanan lokal non MSG. Fajar.
No comments:
Post a Comment