MENYUSURI ENERGI SENIMAN
Oleh
Syahrizal Pahlevi.
Kesan utama ketika mengamati karya-karya
Nugroho adalah tingkat craftmanshipnya
yang tinggi. Di tangan seniman ini,
potongan kayu sisa atau limbah dari produk furniture
(seperti pembuatan meja/kursi/lemari dan
berbagai perabotan lain, pen) yang tidak digunakan digubah menjadi sesuatu
yang menggelitik. Menggelitik karena sekilas tampilan karyanya tampak sederhana
namun jika dicermati terlihat kerumitan pengerjaan yang memerlukan jam terbang
panjang dan kecakapan teknik yang baik.
Kebetulan Nugroho memiliki modal tersebut. Latar
belakang keluarganya yang bersinggungan dengan produksi furniture memberi kesempatan Nugroho bergaul dengan sifat-sifat kayu dan penggunaan mesin
produksi sejak ia kecil. Bahkan sebelum
memutuskan berkarir sebagai pematung profesional ia sempat memiliki sebuah usaha
furniture sendiri sehingga ia paham
betul bagaimana kwalitas dan standar perabotan buatannya agar dapat bersaing di
pasaran. Pengalaman mengakrabi sifat kayu
dan mesin produksi inilah yang secara tidak langsung membentuk karakter seorang
Nugroho yang lekat dengan patung media kayu. Ditambah pergaulannya dengan
berbagai seniman dan kesempatan mengenyam bangku kuliah di jurusan seni patung
ISI Yogyakarta yang hanya dijalaninya beberapa semester turut menebalkan keyakinan diri
dalam menjalani keputusannya. Di
studionya di daerah Bantul, Yogyakarta yang nampak seperti “panglong” (tempat penggergajian
kayu, pen), sehari-hari ia
dibantu asistennya berkutat mengerjakan karya dan benda berbahan kayu, baik merupakan pesanan dari
berbagai seniman, perorangan dan instansi maupun untuk keperluan karya
pribadinya memenuhi agenda pameran. (catatan:
beberapa seniman seperti Lugas Syllabus,
Budi Ubrux, Bambang Heras, Yuli Kodo dll pernah mempercayakan pengerjaan
karya bermedia kayu mereka pada Nugroho).
Nugroho menghadirkan 6 karya patung yang
kesemuanya bermediakan kayu jati bekas/potongan sisa/limbah produksi furniture.
Kayu seperti kita kenal adalah termasuk materi yang keras dan pejal yang untuk
membentuknya hanya dapat dilakukan dengan
tindakan memotong, memahat dan mengukir baik dilakukan secara manual
ataupun dengan bantuan mesin. Dengan teknologi khusus material kayu dapat juga
ditekuk/dibengkokkan namun sangat
terbatas pencapaiannya. Beberapa pematung yang berbahan utama kayu telah
kita kenal sebelumnya antara lain Anusapati, Ali umar, Abdi Setiawan di
Yogyakarta dimana kesemuanya banyak
menggunakan kayu utuh. Kayu utuh memang lebih kokoh, kuat, berkarakter dan
lebih leluasa dibentuk buat sebagian pematung. Kehadiran Nugroho dengan
patung-patung berbahan kayu limbah dengan penggarapan yang memperhatikan
karakter dan sifat-sifat kayu cukup menarik. Usahanya menjadikan limbah
kayu yang seringkali dibuang atau
berakhir sebagai kayu bakar patut diapresiasi. Bukan sekedar persoalan
bagaimana memanfaatkan barang bekas/limbah karena hal tersebut sudah kerap
dilakukan banyak orang atau seniman (seperti dalam usaha kerajinan dan beberapa
karya seniman) atau sekedar upaya berkarya dengan biaya murah (karena beberapa jenis limbah
justru harus dibeli dengan cukup mahal), namun tanpa ditunjang kecerdikan
mensiasati keterbatasan material usaha yang dilakukan tidak akan maksimal. Nugroho cukup cerdik memainkan
potongan-potongan kayu termasuk alur alami kayu
untuk menunjang ide idenya.
Mengambil judul “Plus-Minus” yang diterjemahkannya lewat pertemuan
efek negatif dan efek positif kebentukan, karya Nugroho didominasi teknik assembling yang cair dimana
teknik-teknik lain leluasa masuk. Ia menyambung, merekatkan, merangkai,
“mencetak model”, menoreh, mencukil, mengukir dan mewarnai secara transparan bagian-bagian
kayunya. Dari 3 karyanya yang menggambarkan figur wanita dengan gaunnya (“Spirit”,
“Dalam Lamunan” dan “Seirama” ) Nugroho tampak asik dalam pertukaran antara bentuk yang mencuat
keluar dan bentuk yang melesak kedalam lewat permainan teknik “ala
modelling” dan teknik “carving” yang
diperkuat dengan pewarnaan pada bagian-bagian tertentu. Jika di karya yang satu
kita menemukan bagian tubuh wanita dibuat volumetris dan bagian gaun sebagai
kebalikannya maka pada karya yang lain peran tersebut dapat bertukar. Kesemuanya
guna menghadirkan plastisitas, ilusi
gerak dan massa yang ringan yang
sebenarnya tidak selalu searah dengan karakter kayu yang keras dan berat tersebut. Ia juga tidak
berusaha memanipulasi atau menghilangkan asal muasal potongan-potongan kayu
tersebut dengan tetap membiarkan bekas sambungan dan tekstur kayu terlihat mata.
Biarlah kayu-kayu itu bercerita mengenai dirinya.
Selamat
berpameran!
(Syahrizal
Pahlevi, pegrafis, menulis dalam kaca mata pegrafis. Tulisan ini adalah
pengantar pameran tunggal patung Nugroho berjudul “PLUS-MINUS” di Tirana House.
Bahan bacaan: wawancara dengan seniman dan dari berbagai sumber).
Pameran tunggal seni visual (patung relief) karya Nugroho
'PLUS MINUS'
26 Oktober - 25 November 2014
di Tirana House atau Tirana Artspace
di Tirana House atau Tirana Artspace
Jl Suryodiningratan 55 Yogyakarta 55141
3 comments:
selamat berpameran semoga sukses..... tak sabar liat pembukaannya!!!!!! semangart!!
salam budaya
selamat berpameran semoga sukses..... tak sabar liat pembukaannya!!!!!! semangart!!
salam budaya
Terima kasih commentnya Prima Yoga :)
Post a Comment