Wednesday, April 29, 2020

Memasak Bagian dari Cara Bertahan Hidup

#Cerita Pertama

Mengapa saya mempunya statement seperti judul diatas? Ini semua berawal ketika saya menjalani residensi di Darwin, Australia selama kurang lebih 1,5 bulan tahun 2008. Ini memang akan menjadi residensi pertama dan terlama meninggalkan keluarga. Saya sudah diinfokan dimana saya akan tinggal, dimana saya magang bekerja dan berapa uang saku per hari selama residensi. Semua hampir sempurna dalam pikiran saya, tinggal menjalaninya saja.

Ternyata hal itu tidak sebaik seperti yang ada dalam bayangan. Uang saku ternyata sangat mepet untuk biaya makan. Saya harus pintar-pintar mencari tempat makan yang sesuai dengan kantong. Tapi ternyata tetap saja susah, saya masih merasa kelaparan, belum puas dengan porsi makanan, menu dan harganya. Menunya cocok eh harganya ngga sesuai kantong. Sementara itu, saya tidak memasak! Iya, saya tidak bisa memasak apapun waktu itu, tidak ada ide, bahkan membuat nasi goreng saja tidak terpikirkan (tapi ya memang tidak ada nasi disana, kecuali pergi ke pasar). Padahal di tempat tinggal yang saya tempati, ada dapur kecil sederhana dimana saya bisa masak. Sementara teman residensi saya yang lain, yang berangkat bareng dengan saya, seorang cowok, dia sudah bekal Indomie banyak banget di kopernya, persediaan dia makan. Aaaahh!

Oke baiklah ini cerita pertama. Tentu saja saya masih hidup selama di Darwin itu, Cuma berat badan saya turun drastis, saya lupa berapa kilo, tapi sepulang ke Indonesia, celana celana ketat saya jadi longgar, badan saya lebih enteng. Dari cerita ini - ajarilah anak-anak kita memasak, masak sesederhana apapun. Konsep masak yang paling sederhana saja, dimana Anda harus bisa bertahan hidup ketika di tempat Anda sangat minimalis. Ketika konsep sederhana cara memasak sudah dipahami, maka kita bisa kok membuat masakan lain yang lebih kompleks. Maka inilah kenapa muncul statemen saya, memasak bagian dari bertahan hidup. Saya baru bisa ngeh bisa memasak 10 tahun setelah kejadian ini.

#Cerita Kedua

Masih soal kemampuan memasak. Cerita ini efek dari pandemi Corona yang banyak dialami kita sedunia. Ketika kita diminta untuk tetap tinggal di rumah, menghindari keramaian – seperti pasar, supermarket, mall dll; maka bagaimana kita harus berpikir tentang stock kebutuhan pangan untuk keluarga di rumah. Apalagi uang dari hasil kerja sudah tak menentu, akibat pekerjaan dicancel, dirumahkan, di PHK dan sebagainya. Maka harus irit dengan kebutuhan hidup terutama pangan selama masa darurat pandemi Corona tersebut.

Kemudian disinilah, memasak sendiri lebih irit pengeluaran dibanding beli jajan di luar. Memasak sendiri lebih sehat, karena kita tahu bagaimana bahan makanan diolah dari awal hingga masak. Memasak sendiri lebih aman dari Covid, karena kita tidak pergi ke keramaian untuk mengantri beli sayur atau lauk di warung pas jam makan. Pakai jasa GoFood juga masih banyak himbauan beranakpinak untuk ini dan itu, intinya mencegah penularan Covid. Inilah kemudian statemen, memasak adalah bagian dari bertahan hidup tersebut menurut saya. Bagaimana kalau kita tidak bisa masak?

#Cerita Ketiga

Ketika pandemi wabah virus Corona seperti ini, jelas makanan masih laku dijual. Makanan masih dicari. Bahkan hampir banyak orang banting setir jualan makanan karena pekerjaan mereka sebelumnya harus berhenti, dirumahkan, di PHK dan sejenisnya karena efek dari Corona. Sampai-sampai ada yang komentar saking kesel dan risih, kalau dia saban hari ditawari beli makanan dari teman-temannya. Di grup-grup WA, juga ramai bersliweran promosi dari peserta grup masakan masakan mereka sendiri dan minta untuk dibeli, bahkan hingga gratis ongkir.

Disinilah, kembali statemen saya, memasak adalah bagian dari bertahan hidup. Orang-orang mencari rejeki, uang dari jualan makanan versi mereka sendiri. Bahkan ada yang jual jenis masakan yang sama hanya beda tipis di harga saja. Nah, kalau kita bisa memasak, kita bisa memasak sendiri untuk tujuan penekanan biaya hingga pemasukan tambahan keluarga.

Bagaimana? Mau nambahi cerita ke empat,  ke lima dan seterusnya? Silakan yuk sharing J

No comments: