Friday, September 30, 2011

Artist Statement 'Jowo Adoh Papan'


JOWO ADOH PAPANPius Sigit Kuncoro
Di kota Jogja, saya dapat mendengar tembang-tembang Hiphop berbahasa Jawa. Dan jika berkeliling kota, saya pun menjumpai grafiti-mural dengan aksara-aksara Jawa. Semua tampil seadanya, walau terlihat compang-camping, tapi lucu menggemaskan.
Bahasa dan aksara Jawa kini telah muncul sebagai ekspresi jalanan. Saya tidak tahu persis kapan ini bermula. Yang jelas telah membuat saya bertanya, “apakah Jowo wis adoh soko papan, mulo podo urip neng ndalanan?”.
Adoh soko papan dapat diartikan sebagai jauh dari rumah, atau tidak berumah lagi. Secara politis dapat dikatakan telah kehilangan badan keorganisasiannya dan tidak lagi terikat pada aturan baku. Jika dikaitkan dengan status keistimewaan Jogja yang sedang tersandera saat ini, mungkin ada benarnya. Tanpa kedaton dan ratu yang wenang, Jowo menjadi adoh soko papan.
Jowo yang adoh soko papan adalah Jowo yang secara material telah kehilangan nilai tawarnya. Jowo demikian, menjadi Jowo yang compang-camping, dan hidup hanya pada posisi bertahan. Dalam posisi ini Jowo hanya menjadi spirit yang keno lorone ora keno patine, seperti punokawan yang babak belur tapi tidak pernah mati.
Dalam karya cat air yang saya pamerkan kali ini secara visual saya menempat orang-orang Jowo yang adoh soko papan, sedang semangat yang saya tampilkan adalah keno lorone ora keno patine. Harapan saya, karya-karya ini dapat menghibur, menggelitik, lucu, dan menggemaskan.
Tambahan:Tentang Norman RockwellSeorang Maestro Amerika yang dikagumi oleh hampir seluruh mahasiswa DISKOM-ISI Jogja saat saya kuliah dulu. Karya-karyanya menjadi standar capaian tertinggi, dan referensi penting untuk meraih nilai tertinggi dalam tugas-tugas ilustrasi.
Pameran ini terselenggara berkat kerjasama Mixed Art Management | MAM dan Via Via Café Traveller.

JOWO ADOH PAPAN (Away from Home)

In Jogja I can hear Hip Hop songs using Javanese language. If I go around town, I can also see graffiti and murals that use Java letters. They appear as they are. Although they look in tatters, they are very cute and adorable.
Javanese language and letters have now emerged as part of street expression. I do not know exactly when this started. Obviously this has made me ask, "Have Javanese people been far from home so that they have to live on the streets?
"Adoh soko papan” means "away from home" or even "no longer having home". Politically, this can be understood as a form of loss of the parent organization or a condition of being separated from traditions. If we have to link it to the specialty of Yogyakarta, perhaps this is true. Without powerful palace and king, the Javanese people will be displaced from their homes.
Javanese people who are away from home are those who materially have lost their bargaining power. They become ragged and their lives are stagnant. Thus, Javanese people, like the saying "Keno Lorone ora keno patine", feel the pain but death will never come to them. They are like the battered Punokawan who never die.
In my watercolor works I am exhibiting now, visually I put Javanese people who are away from home. They are the ones implied by the proverb "Keno lorone ora keno patine". I hope that these works can be entertaining, intriguing, funny and adorable.
AdditionalNorman Rockwell is an American maestro who had amazed me and my fellow students in Communication Design Department of the Indonesian Institute of Arts-Yogyakarta. His works. His works became our highest standard of achievement. They were important references for us to get good scores for our illustration assignments.

No comments: