Sunday, October 20, 2019

Cerita Horor: Hantu yang Bikin Kesel

Ini cerita horor yang sebenarnya membuat saya kesal, saya tidak merasa takut, tapi kesal. Kenapa? Begini ceritanya. Pada waktu itu, butik yang saya kelola bersama partner akan membuka cabang baru di tengah kota. Dengan harapan pasarnya bisa lebih berkembang. Akhirnya saya mendapatkan tempat dengan lokasi yang bagus. Gedung yang akan kami sewa itu, bekas usaha salon yang cukup terkenal di kota ini. Sebut saja Bu Tri, pemilik gedung itu adalah pengusaha salon tersebut. Sisa-sisa kejayaan usaha salon masih berjalan hingga kini, hanya saja ruangannya lebih kecil. Karena Bu Tri sudah semakin berumur, dia tidak ingin terlalu lelah memikirkan bisnis. Maka gedung itu dibagi dua, yang sebelah dipakai usaha si ibu, yakni salon, dia ambil franchise. Kemudian yang sebelah disewakan, dan kami menyewa disana 2 tahun, 6 bulan.

Proses renovasi dimulai, beberapa minggu beberapa tukang bermalam disana. Tidak ada yang aneh. Tukang-tukang yang merenovasi juga tidak cerita apapun, mereka kerja seperti biasa. Ibu pemilik rumah juga sering mengecek proses renovasi supaya sesuai kesepakatan untuk tidak merusak bangunan. Tetangga kanan kiri juga biasa saja. Kebetulan tetangga kanan kiri semuanya buka bisnis, karena memang lokasi  yang kami tempati adalah lokasi bisnis. Setelah hampir sebulan, proses renovasi selesai.

Butik sudah mulai dibuka, mulai melayani pelanggan. Dan keanehan mulai terasa. Meskipun interior dan lokasi butik cabang baru terasa lebih eksklusif - tapi buat saya, butik baru ini tidak terasa hommy. Anak saya (waktu itu usianya masih sekitar 6-7th) juga tidak merasakan kenyamanan disana. Beberapa staf yang jaga mempunyai perasaan yang hampir sama. Jadi begini, dalam ruangan butik kami tersebut, area bagian belakang ada gudang untuk penyimpanan stock, kemudian disampingnya ruang ganti untuk pelanggan dan sampingnya lagi toilet. Di bagian gudang penyimpanan stock tersebut, lampu memang sengaja kami matikan dan ada pintu tertutup, supaya pelanggan tidak masuk area tersebut. Nah disinilah sering sekali kami merasa tidak nyaman. Padahal area ini juga lokasi dimana kami para staf bisa bersantai, entah istirahat makan, sholat atau sekadar rebahan.

Jadi begini, di area ini, ternyata tidak hanya saya, staf maupun anak saya sering melihat penampakan makhluk gaib. Entah berupa sekelebatan bayangan hitam yang wira wiri hingga bentuk sesosok wanita, rambutanya awut-awutan, memakai baju warna putih. Ketika sedang standby di butik yang baru ini, pertama-tama saya hanya bisa merasakan saja, belum sampai melihat. Nah yang bikin kesel adalah ketika penampakan tersebut bolak balik nongol, bahkan kayak godain, pengen menunjukkan bahwa dia ada disitu. Lagi serius kerja di komputer atau bahkan sedang melayani pelanggan, tahu-tahu seeettt lewat dia. Baiklah, kami masih diam saja. Ada salah satu staf saya waktu itu yang kuat sense nya, sebut saja Marni, dia selalu menceritakan tentang kehadiran si sosok ini saat dia jaga disana. Di awal-awal kami masih diam saja, membiarkannya. Saya juga berusaha tetap kalem saja supaya staf lain juga tidak merasa ketakutan, karena mereka harus bekerja disana.


Sampai pada suatu hari, bener-bener di siang hari, dan waktu itu posisi saya ada pelanggan sedang lihat-lihat pakaian, jadi tidak Cuma saya seorang – tiba-tiba prepet-prepet, seperti hanya dalam satu kedipan mata, cuma hitungan detik saya melihat penampakan embak-embak pakai baju putih rambutnya pendek. Setelah diperhatikan lagi, dia hilang entah kemana, sudah tak nampak. Dia menampakkan diri di tempat yang saya lingkari dalam foto itu. Dan posisi saya masih bersama pelanggan di butik itu. Saya berusaha tetap tenang, saya tidak takut, hanya kaget sedikit, dan agak sebel sebenarnya. Sebel karena kenapa dia nongol? Siang hari pula. Banyak orang pula. Gimana kalau pelanggan saya ikut ngelihat kan. Untungnya cuma saya. Oke baiklah, hari demi hari berlalu, tapi tetap saya kami selalu ada gangguan dan perasaan tidak nyaman.

Karena saya tidak setiap hari ini butik tersebut, saya sering dapat laporan dari staf saya Marni. Dia bilang bahwa ada juga pelanggan butik yang sempat lihat sosok-sosok berkelebat di dalam butik. Wah saya mulai agak senewen nih. Marni tetap kepo, berusaha mencari tahu ada apa atau kenapa sosok-sosok ghaib itu menampakkan diri mereka. Karena katanya, mereka menampakkan diri karena ingin menyampaikan pesan tertentu. Marni sampai bertanya ke para pegawai salon, sebut saja Mbak Sri, di sebelah butik kami. Karena mbak Sri kadang malah tanya balik ke Marni,”Kamu kok berani jaga sendirian disini? Emang ngga ada apa-apa?”. Seolah-olah memang Mbak Sri sudah tahu keberadaan sosok-sosok ghaib di tempat kami. “Lha emang ada apa e”, Marni balik tanya. Lalu Mbak Sri langsung agak gagap menjawab, “Ngga papa, ngga papa kok” sambil cengengesan.

Setelah kami beberapa saat di butik baru ini, beradaptasi dan mencoba akrab dengan semua kebiasaan dan perasaan aneh, tak nyaman dan perasaan berkecamuk tiap berada di sana. Saking keselnya kami, Marni bilang sama saya setengah mengiba, “Buk, mbok ibuk nanya yang Bu Tri (yang punya rumah), itu dulu ruangan gudang atau gedung ini dipakai buat apa sih? Apa buat nyimpen sesuatu atau gimana?”. Sebagai gambaran, Bu Tri ini seorang Tionghoa, beliau sudah berumur sekali tapi masih terlihat kuat bekerja, super aktif dan cerewet sekali.  Kami memang penasaran, kenapa si embak baju putih atau sosok-sosok itu berkelebat senenaknya saja. “Soalnya saya udah nanyain Buk ke Embaknya (baju putih), tapi dia diem aja”, sahut Marni. Marni memang kadang sering membantu saya dalam soal beginian, karena dia juga peka penglihatan dan penciumannya soal sosok ghaib itu. Marni bahkan bisa mencium bau anyir atau bau lain dari sosok ghaib, sementara saya hanya melihat tidak detail  atau Cuma merasakan saja. “Ya udah aku nanya ke Bu Tri”, jawab saya. Ketika ada kesempatan bicara dengan Bu Tri, ya saya sampaikan seperti keinginan Marni. Jawab Bu Tri,”Ah yang bener to mbak Nunuk? Emang ada (mahkluk halus) to ?”. Laaahhh ternyata Bu Tri malah ngga ngerti. Entah ngga ngerti atau dia menyembunyikan sesuatu ke kami. “Terus saya harus gimana Mbak Nunuk?”, kata Bu Tri. “Hmm ya sudah Bu, terserah Ibu saja, mau dibersihkan atau tidak”, saya sih menjawab dengan agak kesel.

Ya sudah, waktu berlalu begitu saja, durasi kontrak kami disana sudah habis, sudah 2 tahun. Ketika partner saya bertanya apakah kontraknya mau diperpanjang, saya rekomendasikan tidak usah. Karena disana sepi, entah kenapa. Saya merasa sudah berusaha mencoba strategi marketing ini itu, tetep saja ngga mengangkat sales atau penjualan. Malah cenderung tombok/rugi. Lagian banyak sekali gangguan, ada aja, baik gangguan dari manusia atau dari makhluk halus. Jadi bawaannya ngga enak aja. Akhirnya partner saya menyetujui untuk tidak meneruskan usaha di sana. Dan kami bisa menutup butik di lokasi tersebut. Lega saya. Lega sekali... Ini cerita horor saya yang agak kesel, kesel karena digodain terus sama sosok-sosok itu. Kesel karena ibu pemilik rumah yang seperti tidak tahu apa-apa soal keberadaan mereka, padahal saya, staf, anak saya bahkan pelanggan, beberapa kali menerima gangguan dari mahkluk halus itu. Kesel karena harus mengalami kejadian ngga jelas ini dalam hidup saya.


Sunday, October 13, 2019

Cerita Horor: Dunia Lain

Waktu itu, sekitar tahun 2002-an, ada sebuah serial acara realitas “Dunia Lain” yang tayang di saluran televisi swasta Trans TV, Indonesia. Sebuah acara realitas bertema supranatural.  Di acara ini mereka sengaja mencari tempat yang ditengarai banyak penampakan hantu, memang sengaja ingin merekam gerak gerik makhluk ghaib.  Maka ada segmen dimana ada seseorang berdiam diri di tempat paling seram tersebut untuk “memancing” kemunculan para sosok ghaib. Segmen yang paling ditunggu di acara itu disebut segmen uji nyali. Di segmen itu, peserta hanya dibekali satu lilin saja, berdiam sekuat mungkin (dengan ukuran durasi waktu) meskipun ada gangguan suara atau gangguan lain dari ghaib. Di ruangan tersebut dipasang beberapa kamera dengan memakai infra merah supaya sosok ghaib bisa terdeteksi dalam tayangan. Bila peserta kuat lolos sampai waktu yang ditentukan, maka ia mendapatkan hadiah uang. Tetapi bila tak kuat, dia wajib menyatakan ke crew program bahwa dia menyerah. Ada juga kasus peserta yang terlanjur kesurupan sebelum dia menyatakan menyerah dan harus dikeluarkan dari lokasi uji nyali.

Oke baiklah, itu tentang cerita tayangan televisi yang akan menginspirasi kegiatan supranatural kami kali ini. Sebenarnya cerita ini horor komedi sih menurut saya, ha ha ha, ah simak dulu saja ya. Pada cerita sebelumnya, saya pernah menggambarkan sosok teman saya Surya ( https://nunukambarwati.blogspot.com/2019/10/cerita-horor-kerajaan-di-laut-selatan.html ), yang memiliki kelebihan supranatural di komunitas kami. Tayangan “Dunia Lain” memang kami tunggu untuk ditonton bersama. Teman-teman di komunitas kami ini, mereka yang memiliki kelebihan supranatural akan kasih review apakah hantu yang muncul dalam tayangan itu benar atau editan. Kadang-kadang, bahkan sering, hantu yang ditunggu-tunggu ngga muncul-muncul sampai tayangan selesai. Ini yang membuat penonton kecewa (ha ha ha). Nah, entah atas ide siapa, saya lupa, lalu kami berinisiatif bisa lihat hantu beneran, karena tidak cukup puas dengan tayangan di televisi itu – difasilitasi teman kami Surya ini. Surya bisa mengundang hantu yang ingin kami lihat. Akhirnya kami membuat rencana, menyewa villa untuk bermalam dan akan melihat penampakan di daerah K. Saya juga kurang tahu waktu itu kenapa memilih lokasi ini. Di daerah K, ada bekas kolam renang yang sudah tak terpakai. Di belakang kolam renang itu, masih banyak pepohonan tinggi besar dan memang banyak orang bilang disana angker.

Waktu itu, didata siapa saja yang hendak ikut misi ini. Akhirnya terkumpul sekitar 10-an orang (saya lupa berapa orang pastinya). Kami naik motor, saling berboncengan, berangkat malam hari sekitar pk 19.00 WIB. Sesampainya di villa, kami masih nongkrong-nongkrong dulu, ngobrolin rencana dan Surya memberikan briefing singkat. Rencananya kami akan berangkat ke lokasi penampakan pk 24.00, karena Surya janjian sama para hantu itu sekitar jam tersebut. Dan sepertinya memang waktu yang tepat buat mereka menampakan diri. Dari kesepuluh kami itu, ada beberapa orang yang harus dibukakan dulu mata batinnya supaya mereka bisa melihat penampakan hantu itu. Surya memberi pesan bahwa kami tidak boleh lengah, harus fokus, pikirannya tidak boleh kosong, kalau takut pegangan teman sebelahnya (ha ha ha), tidak boleh bawa lampu dan sejenisnya, HP dimatikan, pokoknya ngga boleh ada cahaya. Oke, oke, kami semua sudah sepakat sambil merasa penasaran. Surya sudah paham siapa diantara kami yang harus ekstra penjagaan supaya dia tidak kemasukan atau kesurupan hantu, karena memang kondisi fisik dan psikisnya tidak kuat, sebut saja Nina. Jadi dia minta salah satu harus pepetin Nina supaya dia tetap waspada. Nah Nina ini dan salah seorang teman kami Sigit harus dibukakan mata batinnya sebelum misi kami ini.

Mendekati pukul 24.00 kami beranjak dari villa menuju lokasi dengan motor masing-masing, sambil deg-degan, tapi seneng juga, cekikikan membayangkan hantu-hantu, berseloroh bercanda untuk mengurangi ketegangan. Sampailah kami di lokasi. Gelap, cuma suara binatang dan angin. Hih, ngerilah kalau kesana sendiri, untung bareng-bareng bersama teman haha. “Semua hape dimatikan”, bisik Surya. Motor-motor kami parkir menghadap ke arah keluar, supaya kalau ketakutan dan ingin lari meninggalkan lokasi, tinggal jreng nyalain mesin dan ngebut (ha ha ha). Surya menata posisi kami berdiri, siapa di depan dan siapa di belakang, siapa yang harus ditemani, dipepet. Surya berdiam dulu, semedi, sepertinya dia sedang memanggil mereka para hantu-hantu itu. Setelah sekitar 5 menit usai semedi, Surya bilang, “Nanti aku akan lempar kerikil ke arah hutan, ketika ada balasan lemparan kerikil dari arah hutan, maka artinya mereka (hantu-hantu) sudah siap menunjukkan diri mereka”. Oke, jawab teman-teman. Deg-degan nungguin mereka muncul. Hutan sangat gelap, hanya ada siluet pohon-pohon besar dan tinggi.

Kami tak menunggu lama setelah Surya melempar kerikil, yang artinya misi dimulai, lalu mulailah bermunculan mereka... ada genderuwo yang tinggi dan besar sekali, kakinya saja setinggi pohon, dan guede banget. Ada Kuntilanak sedang nangkring di atas pohon. Ada pocongan yang malu-malu ngintip dari balik pohon. Surya tetap mendampingi kami, “Lihat ngga? Nah disana itu Kuntilanaknya”, kata Surya sambil menunjuk ke atas. Kami bicara pelan dan berbisik-bisik. Kami merapatkan barisan, ada yang mulai ketakutan, tapi ada juga yang penasaran sekali. “Mana, mana sih?”, kata seorang teman. Jadi, ada beberapa teman yang bisa melihat semua dan ada yang tidak. Saya bisa melihat 3 itu, Genderuwo, Kuntilanak dan Pocong. Mereka semua transparan. Buat saya yang paling menarik perhatian si Mbak Kunti. Kalau diperhatiin terus dan lama-lama, dia kayak narik-narik energi kita. Saya berusaha untuk tidak terpengaruh, tapi pingin liatin dia terus. Mereka itu transparan, tapi seperti cahaya, bila diperhatikan, lama-kelamaan cahayanya semakin terang dan mereka semakin detail, tapi saya tidak kuat. Beberapa teman ada yang bisa melihat detail wajah mereka, tapi saya tidak, untungnya tidaklah. Nah yang menarik lainnya adalah, ternyata, penglihatan antar orang berbeda. Teman saya si Sigit ternyata melihat Kuntilanak yang sama kami lihat itu, dia terbang menclok ke pohon lain. Sementara yang saya lihat, Kuntilanak masih nongkrong di pohon yang sama daritadi, alias tidak bergerak terbang. Sampai sekarang pun kalau saya ketemu Sigit, dia pasti bilang kalau Kuntilanaknya terbang, dan saya bilang tidak. Nah lho kan!

Kira-kira kami berada di lokasi sekitar 30-40 menit, teman kami Nina sudah mulai merasa drop fisiknya, sepertinya dia tidak siap. Dia mengeluh dan pingin segera pergi meninggalkan lokasi. Teman-teman sudah mulai merasa tidak nyaman juga, Surya menyarankan segera diakhiri, kalau tidak Nina bisa kesurupan. Segeralah kita pergi dari lokasi, sedikit terbirit terburu naik motor masing-masing. Surya memastikan para hantu tadi sudah kembali ke alam mereka masing-masing dan tidak mengikuti kami sampai villa atau bahkan sampai balik rumah. Sesampainya di villa, Nina masih dalam pengawasan Surya dan teman-teman supaya dia tidak kosong pikirannya.

Beberapa orang tertidur setelahnya, karena sudah terlalu ngantuk. Beberapa lainnya masih berjaga dan membahas penampakan tadi. Saya memilih tidur. Esok paginya, kami masih aman, tidak ada efek apa-apa dari penampakan semalam. Nina juga masih baik-baik saja, meskipun agak lemas, sepertinya dia kurang tidur dan memang kurang sehat badannya. Ini jadi pengalaman menarik buat  di dunia supranatural (terima kasih ya teman-teman yang bersama saya saat kejadian ini). Dan kami sudah tidak penasaran lagi dengan tayangan televisi “Dunia Lain” itu (ha ha ha).

Cerita Horor lain di blog ini





Wednesday, October 09, 2019

Cerita Horor: Kerajaan di Laut Selatan

Baiklah...terima kasih telah membaca cerita-cerita horor saya sebelumnya. Cerita saya memang tidak kronologis berdasarkan waktu atau kejadian. Saya cerita melompat-lompat, sesuai ingatan membawa saya untuk menceritakan kembali kejadian horor itu. Ada banyak kejadian horor di dua rumah saya sendiri (rumah semasa sebelum menikah dan sesudah menikah), juga di tempat saya bekerja atau di tempat umum. Nah sekarang, saya mau cerita tentang pengalaman mistis saya ketika berada di Laut Selatan Yogyakarta, tepatnya di Parangkusumo. Pada suatu malam, belum terlalu malam, mungkin sekitar pk 19.00 WIB; saya bersama teman-teman punya niatan pergi ke Parangkusumo malam nanti (artinya sekitar pk 23.00 WIB).

Saya harus menceritakan background teman-teman saya ini dulu :) Teman-teman saya ini sebenarnya teman main biasa, kami disatukan dalam sebuah event atau project bertema kebudayaan. Dari beberapa teman ini, mereka ada yang memiliki kemampuan lebih soal spiritual, ya sebut saja mereka punya six sense bahkan punya kekuatan tertentu. Tapi ada juga yang enggak punya kemampuan sama sekali, tapi mereka tertarik gabung bersama. Jumlah kami berkisar 7-10 orang yang intens bersama. Setelah event atau project selesai, kami masih ngumpul bareng hampir setiap hari di rumah Bima (nama disamarkan). Apa saja dibicarakan, serulah! Akhirnya kami semakin mengerucut ke komunitas yang memiliki kelebihan spiritual. Ada beberapa aktifitas dan diskusi topik spiritual. 

Sebutlah salah satu teman saya, Surya (nama disamarkan), dia yang menurut kami memiliki kekuatan lebih dibanding teman-teman lain dalam satu komunitas ini. Surya ini masih akan muncul di beberapa cerita horor saya berikut-berikutnya karena memang ada beberapa pengalaman spiritual saya bersamanya. Durasi pertemanan saya bersamanya tidak sebentar, meskipun naik turun, kadang dia tiba-tiba muncul kadang dia tiba-tiba saja menghilang. Bagi beberapa teman, Surya ini sendiri memang sosok yang introvert, kami sendiri tidak tahu dia kerja apa. Kami juga sungkan nanya detail ke dia tentang siapa sih kamu, kerja apa dsb. Ada selentingan, karena kekuatan spiritualnya ini dia diminta menjaga pusaka-pusaka tertinggi milik kerajaan atau perorangan.

Lanjut ya ke rencana kami mau ke Parangkusumo. Entah kenapa, dari beberapa orang di komunitas itu, seingat saya, hanya 4 dari kami yang berangkat ke Parangkusumo. Saya juga lupa kesana dalam rangka apa. Yang jelas ada diskusi dulu sebelum berangkat, untuk membicarakan apa yang akan dicari disana. Saya ikut. Ikut-ikutan saja sebenarnya, tim hore lah. Baiklah...akhirnya kami sampai di bibir pantai, gelap, waktu menunjukkan kurang lebih pk 24.00 WIB. Surya sudah mulai meditasi aja, sebentar sih dia meditasinya, seperti mohon ijin atau kulonuwun atas aktifitas kami disitu. Saya cuma mengamati. Lalu apa yang saya lihat dan rasakan? Buat saya, di lautan yang luas dan gelap itu, samudera yang seperti tak berujung, sejauh mata memandang, tergambar jelas di mata saya adalah sebuah kerajaan. Seperti ada sebuah halaman luas, masih beralas tanah, ada sekat-sekat tembok di kanan kiri, seperti labirin, tetapi suasananya sepi tidak ada satu pun orang. Saya bisa pastikan disana seperti sebuah desa yang dihuni banyak orang, luaaaasss sekali, huh. Halaman luas itu seperti sebuah pintu masuk menuju kerajaan, tetapi halamannya luaaasss sekali, jadi kerajaannya masih nun jauh disana. 

Dan ini yang penting ya, perasaan saya serasa adem ayem tentrem, tenteram sekali, rasanya ingin sekali kesana, masuk kesana. Seperti ada yang menarik-narik, "Ayo kesini, masuk saja". Lembut dan halus. Tetapi untungnya pikiran saya tidak kosong, saya masih bisa mikir logis kalau saya kesana berarti saya masuk lautan dan tenggelam! Perasaan antara ingin masuk dan tidak itu, beradu dalam pikiran saya. Sampai akhirnya kami anggap kunjungan kami itu selesai dan pulang ke rumah masing-masing sekitar dini hari. Waah pengalaman luar biasa buat saya. By the way, saya nulis cerita ini masih merinding aja hehe (padahal nulisnya siang hari).

Nah teman-teman, intinya jangan kosong ya pikirannya, tetap fokus dan waspada dimana pun kalian berada.  

Cerita horor lain di blog ini:




Monday, October 07, 2019

Cerita Horor: Bunyi Genderang Memekakkan Telinga


Cerita ini berkisar ketika saya masih sekolah, tapi saya lupa apakah SMP atau SMA. Yang jelas, kejadian ini terjadi di rumah orang tua saya. Rumah  yang masih ditempati Bapak dan Ibu saya hingga saat ini. Kami menempati rumah ini sekitar tahun 1980-an. Sebelum menjadi milik Bapak, rumah ini adalah rumah milik Mbah Sumo (nama disamarkan). Beliau seorang abdi dalem Kraton, tinggal berdua saja bersama istrinya. Dia memiliki lahan kira-kira seluas 300m persegi. Istri Mbah Sumo terkenal galak di kampung kami. Bapak berhasil melobi istri Mbah Sumo untuk boleh membelinya separuh. Akhirnya berhasil dengan negosiasi alot. Kemudian dibangun menjadi rumah yang ditempati hingga kini. Di rumah yang kami tempati sekarang, masih dipertahankan sumur dari rumah Mbak Sumo waktu itu. Memang, menurut kepercayaan, sebaiknya kita menghargai sumber mata air yang sudah ada (ditemukan), jangan ditutup, karena akan menutup rejeki. Demikian kepercayaan yang beredar di masyarakat Jawa.

Baiklah, kembali ke cerita horor kali ini. Kejadiannya malam hari, dini hari bahkan, seingat saya pukul 03.00 pagi. Bapak saya orangnya senang laku prihatin, misalnya puasa atau doa malam dan sejenisnya. Salah satu laku prihatin yang Bapak jalani adalah tidur hanya beralas tikar pas didepan pintu masuk rumah. Bapak sudah sering sekali melakukannya. Sedangkan saya, tidur di depan televisi, meskipun saya punya kamar sendiri. Di depan televisi, ibu menyiapkan kasur besar yang nyaman. Kalau kami nonton tivi, bisa leluasa tiduran sambil menikmati tontotan favorit. Ibu tidur sendiri di kamarnya. Kalau tidur, semua lampu biasanya dimatikan oleh Ibu.

Nah, malam itu, saya antara tidur dan tidak, saya sendiri tidak jelas. Saya memang agak gelisah malam itu, seperti susah sekali tidur lelap. Tiba-tiba saya mendengar suara genderang kencang sekali memekakkan telinga! Hanya satu alat musik saja, seperti genderang. “Drundung dung dung dung”! Suaranya seperti musik pengiring pengumuman pemenang. Intonasinya dari pelan ke keras. Sangat keras, seharusnya semua orang pasti dengar. Ketika semakin keras, “Druuuunnggg!” Suara berhenti, dan gantinya, tiba tiba Bapak berteriak, “Aduuuhh Buuuu wetengku loro”! (Aduh Bu, perutku sakit). Ibu terbangun, berlari menghampiri Bapak (jarak kamar Ibu ke tempat Bapak paling 5 meter). Ibu berusaha menolong. Tetapi anehnya, saya tidak terbangun, saya juga tidak menolong Bapak. Saya hanya dengar suara, saya dengar Ibu menolong Bapak. Sudah itu saja. Setelah itu saya tidak tahu apa yang terjadi, saya tidak tahu Ibu mengobati Bapak dengan apa. Yang saya ingat, setelah itu, saya bisa tidur lelap, pulas, nyenyak sampai pagi. Hah?! Aneh...aneh sekali. (Kalau menurut beberapa kalangan, kejadian yang dialami Bapak ini sepertinya ada seseorang yang "mengirim" hal negatif ke Bapak. Entah karena iri, tidak suka atau alasan negatif lainnya).

Esoknya saya lupa mau menanyakan ke Bapak atau Ibu, kami sudah sibuk sendiri-sendiri. Sudah lewat karena kesibukan. Dan esoknya seperti tidak ada kejadian apa-apa tadi malam. Semuanya baik-baik saja! Baik-baik saja. Bapak juga beraktifitas seperti biasa, seperti tidak sakit! Ya Allah. Saya baru teringat beberapa hari setelah kejadian itu. Lalu saya tanyakan ke Ibu,”Buk, kalamben nika, ndalu, Bapak sakit wetenge, bengok-bengok. Onten suoro genderang ugi. Onten napa e Buk?" (Buk waktu itu , malam-malam, Bapak sakit perutnya dan teriak-teriak, ada suara genderang juga, ada apa e Buk), tanya saya. Ibu cuma menjawab singkat,”Enggak”. Saya tidak tahu, Ibu menjawab tidak itu karena tidak mau menjelaskan atau memang tidak terjadi apa-apa. Haaahhh?

Begitulah, sampai sekarang belum ada jawabannya. Bahkan ketika cerita ini saya ulang kembali, saya ceritakan ke Bapak sama Ibu, mereka tidak ingat, atau bahkan tepatnya, seperti tidak pernah ada kejadian itu sepanjang kehidupan kami di rumah itu.

Cerita Horor lain di blog ini:




Saturday, October 05, 2019

Cerita Horor: Dingin seperti Melewati Balok Es

Ini cerita horor saya berikutnya, berkisar tahun 2014. Di tahun itu, bersama partner bisnis, dia memutuskan untuk membuka satu cabang butik kami. Kami sudah memiliki satu butik pakaian branded di tahun 2012. Tahun 2014 merupakan tahun kedua berdirinya butik kami, saatnya membuka cabang, menurut dia demikian. Cabang butik kami yang baru itu akan menjadi butik khusus menjual pakaian branded anak-anak. Nah, kebetulan mendapat tempat dan lokasi yang bagus. Tepatnya di sebelah toko kami yang pertama. Hanya berjarak sekitar 5 meter saja dari toko kami pertama. Tetanggaan kan jadinya :)

Rumah yang akan menjadi calon butik kami itu, rumah lama. Rumah mungil, berada di tepi jalan aspal yang ramai dilewati kendaraan. Rumah itu konon berdiri sekitar tahun 1970-an dan dipertahankan bentuknya hingga kini karena merupakan rumah yang punya arti historis bagi pemiliknya. Rumah itu adalah rumah pertama yang dimiliki si pemilik rumah dan menghuni disana bersama istri dan anak-anak ketika masih merintis karir. Desain rumah memang terkesan jadul tapi justru menarik. Temboknya saja sudah lembab dan sebenarnya butuh perawatan. Rumah ini sebenarnya menarik! Banyak yang menyukainya.

Rumah mungil itu sebelumnya digunakan sebagai rumah tinggal. Terdiri dari 2 bagian, bagian depan dan bagian belakang. Ruangan bagian depan saja yang aktif digunakan, ruang belakang terasa sangat tak nyaman, auranya sudah berbeda, seperti masuk ke dimensi alam lain. Sebelum kami menyewa rumah ini, sudah kosong sekitar setahun, tanpa tulisan dikontrakkan. Ditempati oleh menantu si pemilik rumah. Waktu kami kesana survei, masih ditinggali si menantu. Dia cuma memakai aktif ruang depan. Pintu penghubung ke ruang belakang cuma dikunci saja, jarang dibuka. Ini keganjilan pertama yang saya rasakan. Tapi saya tepis pikiran negatif jauh-jauh. Ya mungkin karena keluarga kecil, jadi mereka cukup pakai ruang depan saja. Begitulah kira-kira.

Setelah kami berhasil mengontrak rumah itu. kami akan renovasi sesuai konsep dari desainernya. Saat renovasi biasanya saya akan bolak balik cek kondisi dan perkembangan. Si pemilik rumah sudah wanti-wanti sama saya, tidak boleh merombak, mengubah, meruntuhkan satu bata pun di rumah tersebut. Baiklah, desainer dan para tukang sudah dibrief supaya bisa mengakali konsep desain dengan permintaan khusus si pemilik rumah.

Keganjilan berikutnya yang saya rasakan, saya cek kondisi progres renovasi rumah itu. Waktu itu sudah menjelang sore hari, tapi belum gelap. Tukang-tukang juga masih bekerja. Saya cek dari depan sampai belakang. Saya tak pernah punya pikiran apa-apa. Saat melewati transisi dari ruang depan ke ruang belakang ini, tiba-tiba saya seperti melewati balok es. Lebarnya cuma sekitar 3 lantai keramik saja, berarti kurang lebih 60 cm. Nyesss! Terasa sekali dingin. Setelah itu suhu biasa, suhu ruangan. Saya tetap tak berpikir apa-apa. Saya memang biasanya begitu, kalau lihat atau merasakan keganjilan karena mahluk gaib, kepikirannya baru kemudian, selang beberapa waktu setelahnya. Apa ya tadi itu? Kok kayak es dinginnya. Apa yang saya lewati? Hmm sampai sekarang belum ketemu jawabannya.

Saya tetap biasa saja sampai akhirnya butik cabang baru ini dibuka. Ruang bagian depan kami jadikan tempat display dan ruang belakang ada gudang stock. Nah lama-kelamaan, keganjilan berikutnya muncul. Seperti kemunculan seseorang yang mirip staf saya padahal staf saya berada di butik sebelah. Saya sampai ngotot sama dia, "Tadi kamu ada disana, ngobrol, bercakap-cakap, saya dengar suaramu!". Tapi staf saya tetep bilang kalau daritadi dia berada di butik sebelahnya. Duh! Okelah.

Sebenarnya para staf ngga kerasan jaga disitu. Mereka bolak-balik saja ke butik pertama, alasannya ada aja, mau pipis di butik yang satunya itu saja, takut pipis disitu. Ada ajalah. Sampai pernah, ada salah satu staf yang bener-bener melihat sosok wanita berpakaian putih, kepalanya menunduk dan rambutnya panjang, diam saja di pojokan ruang belakang. Dia cerita dengan emosional seperti ingin menunjukkan bahwa penglihatannya benar. Saya tetap positif thinking selalu. Ya bagaimana lagi, sudah kontrak rumah itu selama 2 tahun dan harus jalan bisnisnya.

Begitulah kami bertahan di rumah itu selama 2 periode kontrakan, yaitu 4 tahun. Selalu ada saja cerita aneh-aneh, tapi kami tetap positif thinking. Meskipun memang mengurangi intensitas jaga di butik yang satu itu. Sampai akhirnya kami harus memutuskan untuk menutup butik itu karena pertimbangan cashflow butik.


Cerita Horor lain di blog ini

https://nunukambarwati.blogspot.com/2017/08/legenda-dusun-druwo.html

https://nunukambarwati.blogspot.com/2019/10/cerita-horor-bayangan-putih-berkelebat.html

https://nunukambarwati.blogspot.com/2019/10/cerita-horor-bunyi-genderang-memekakkan.html

https://nunukambarwati.blogspot.com/2019/10/cerita-horor-dunia-lain.html

https://nunukambarwati.blogspot.com/2019/10/cerita-horor-kerajaan-di-laut-selatan.html

https://nunukambarwati.blogspot.com/2019/10/cerita-horor-hantu-yang-bikin-kesel.html

https://nunukambarwati.blogspot.com/2020/04/cerita-horor-hantu-bawaan-toko-barkas.html

https://nunukambarwati.blogspot.com/2020/04/cerita-horor-prewangan.html

https://nunukambarwati.blogspot.com/2020/04/cerita-horor-dijemput-dari-keluarga-peri.html

Friday, October 04, 2019

Cerita Horor: Bayangan Putih Berkelebat!

Ini cerita horor pertama yang saya share dalam tulisan di blog. Mengapa pertama? Ya karena ada beberapa cerita atau pengalaman tentang dunia mistis ini. Beberapa kali mengalami atau bertemu dengan mahluk gaib. Jadi ini cerita nyata ya, memang saya alami sendiri. Mengapa pingin sharing cerita horor? Hmm ya pingin berbagi saja. Sepertinya beberapa orang pasti juga pernah merasakan pengalaman menakutkan atau bertemu mahluk gaib dalam hidupnya. Nah, daripada saya simpan sendiri, pingin saya share saja ya, biar seru :) Oh ya, saya akan sembunyikan atau samarkan beberapa nama atau tempat kejadian peristiwa ya hehe.

Cerita ini ketika saat saya masih pacaran sama Noris (yang akhirnya menjadi suamiku sekarang), sekitar tahun 2008-2009. Kami berdua bekerja dalam satu perusahaan. Noris biasanya membantu kami menjadi driver, karena tidak ada driver khusus di perusahaan. Dia siap mengantar kami kemana saja dan jam berapa saja, ya karena pekerjaan kami di bidang kreatif. Pekerjaan seperti kami kadang tak mengenal hari libur atau jam kerja. Kami sudah biasa bekerja hingga larut bahkan dini hari. Pulang rumah pk 01.00 dini hari pun bukan satu dua kali buat saya. Tak masalah buat kami yang bekerja di perusahaan tersebut karena sudah menjadi passion.

Pada suatu hari, saya harus mengantarkan tamu berkeliling tempat. Tamu tersebut berprofesi sebagai seorang kurator. Kami mulai bergerak saat matahari masih terik. Berkeliling dan mengantar ke sana kemari untuk urusan pekerjaan. Sampai pada akhirnya sekitar pk 23.30 WIB, kami mengantarkan si kurator ini kembali ke rumahnya di daerah Godean. Saya sudah terbiasa bolak balik ke rumah kurator ini, sudah paham gang-gang kecil yang menjadi jalan tembus menuju ke rumah beliau. Sebelum masuk ke rumah beliau, kami akan melewati areal pemakaman yang cukup luas di daerah tersebut. Itu juga tidak ada masalah, beberapa kali melewatinya, kami tetap berusaha bersikap sopan. Beberapa kali melewatinya pun kami tidak bertemu apapun atau satu bulu kuduk yang merinding pun tidak. Sampai pada malam tersebut hmm...

Mendekati pk 24.00 WIB
Kurator: "Terima kasih ya sudah diantar sampai rumah. Hati-hati nanti pulangnya lewat kuburan hahaha" (candanya).
Saya :"Ah ngga papa haha".

Saya dan Noris beranjak pergi dengan kendaraan perusahan, mau balik kandang. Saya duduk di depan bersama Noris untuk menemaninya ngobrol, biar tidak ngantuk sepanjang jalan pulang. Dan kami melewati dekat kuburan. Gangnya sempit, hanya cukup satu mobil, jadi Noris pelan nyetirnya, apalagi di dalam kampung dan sudah larut, ngga enak juga kalau ngebut. Suasana agak gelap, ya lampu penerangan jalan kampung biasa. Daaaan seeettt cepat sekali cuma hitungan detik! Sekelebat bayangan putih yang sedikit memancarkan cahaya lewat di depan kami, posisi agak diatas kaca mobil. Tapi kami berdua nyata-nyata melihat dan spontan teriak "apaan tuh!". Dia lewat, sosok gaib itu lewat di depan kami. Hanya terlihat ujung kain bagian bawahnya saja, dia terbang. Uh uh, agak kaget sih, tapi kami berusaha tetap tenang dan ingin buru-buru meninggalkan jalan itu menuju jalan raya yang lebih riuh dan terang. Kami masih bertanya-tanya dalam hati, itu tadi apaaaaa?

Akhirnya kami sampai di kantor. Menyimpan cerita itu untuk kami berdua sendiri.

Cerita Horor lain di blog ini

https://nunukambarwati.blogspot.com/2019/10/cerita-horor-bunyi-genderang-memekakkan.html

https://nunukambarwati.blogspot.com/2017/08/legenda-dusun-druwo.html

https://nunukambarwati.blogspot.com/2019/10/cerita-horor-dingin-seperti-melewati.html

https://nunukambarwati.blogspot.com/2019/10/cerita-horor-dunia-lain.html

https://nunukambarwati.blogspot.com/2019/10/cerita-horor-kerajaan-di-laut-selatan.html

https://nunukambarwati.blogspot.com/2019/10/cerita-horor-hantu-yang-bikin-kesel.html

https://nunukambarwati.blogspot.com/2020/04/cerita-horor-hantu-bawaan-toko-barkas.html

https://nunukambarwati.blogspot.com/2020/04/cerita-horor-prewangan.html

https://nunukambarwati.blogspot.com/2020/04/cerita-horor-dijemput-dari-keluarga-peri.html