Ini cerita horor yang sebenarnya membuat saya kesal, saya
tidak merasa takut, tapi kesal. Kenapa? Begini ceritanya. Pada waktu itu, butik
yang saya kelola bersama partner akan membuka cabang baru di tengah kota.
Dengan harapan pasarnya bisa lebih berkembang. Akhirnya saya mendapatkan tempat
dengan lokasi yang bagus. Gedung yang akan kami sewa itu, bekas usaha salon
yang cukup terkenal di kota ini. Sebut saja Bu Tri, pemilik gedung itu adalah
pengusaha salon tersebut. Sisa-sisa kejayaan usaha salon masih berjalan hingga
kini, hanya saja ruangannya lebih kecil. Karena Bu Tri sudah semakin berumur,
dia tidak ingin terlalu lelah memikirkan bisnis. Maka gedung itu dibagi dua,
yang sebelah dipakai usaha si ibu, yakni salon, dia ambil franchise. Kemudian
yang sebelah disewakan, dan kami menyewa disana 2 tahun, 6 bulan.
Proses renovasi dimulai, beberapa minggu beberapa tukang
bermalam disana. Tidak ada yang aneh. Tukang-tukang yang merenovasi juga tidak
cerita apapun, mereka kerja seperti biasa. Ibu pemilik rumah juga sering
mengecek proses renovasi supaya sesuai kesepakatan untuk tidak merusak
bangunan. Tetangga kanan kiri juga biasa saja. Kebetulan tetangga kanan kiri
semuanya buka bisnis, karena memang lokasi
yang kami tempati adalah lokasi bisnis. Setelah hampir sebulan, proses
renovasi selesai.
Butik sudah mulai dibuka, mulai melayani pelanggan. Dan
keanehan mulai terasa. Meskipun interior dan lokasi butik cabang baru terasa
lebih eksklusif - tapi buat saya, butik baru ini tidak terasa hommy. Anak saya
(waktu itu usianya masih sekitar 6-7th) juga tidak merasakan kenyamanan disana.
Beberapa staf yang jaga mempunyai perasaan yang hampir sama. Jadi begini, dalam
ruangan butik kami tersebut, area bagian belakang ada gudang untuk penyimpanan
stock, kemudian disampingnya ruang ganti untuk pelanggan dan sampingnya lagi
toilet. Di bagian gudang penyimpanan stock tersebut, lampu memang sengaja kami
matikan dan ada pintu tertutup, supaya pelanggan tidak masuk area tersebut. Nah
disinilah sering sekali kami merasa tidak nyaman. Padahal area ini juga lokasi
dimana kami para staf bisa bersantai, entah istirahat makan, sholat atau
sekadar rebahan.
Jadi begini, di area ini, ternyata tidak hanya saya, staf
maupun anak saya sering melihat penampakan makhluk gaib. Entah berupa
sekelebatan bayangan hitam yang wira wiri hingga bentuk sesosok wanita,
rambutanya awut-awutan, memakai baju warna putih. Ketika sedang standby di
butik yang baru ini, pertama-tama saya hanya bisa merasakan saja, belum sampai
melihat. Nah yang bikin kesel adalah ketika penampakan tersebut bolak balik
nongol, bahkan kayak godain, pengen menunjukkan bahwa dia ada disitu. Lagi
serius kerja di komputer atau bahkan sedang melayani pelanggan, tahu-tahu
seeettt lewat dia. Baiklah, kami masih diam saja. Ada salah satu staf saya
waktu itu yang kuat sense nya, sebut saja Marni, dia selalu menceritakan
tentang kehadiran si sosok ini saat dia jaga disana. Di awal-awal kami masih
diam saja, membiarkannya. Saya juga berusaha tetap kalem saja supaya staf lain juga
tidak merasa ketakutan, karena mereka harus bekerja disana.
Sampai pada suatu hari, bener-bener di siang hari, dan waktu
itu posisi saya ada pelanggan sedang lihat-lihat pakaian, jadi tidak Cuma saya
seorang – tiba-tiba prepet-prepet, seperti hanya dalam satu kedipan mata, cuma
hitungan detik saya melihat penampakan embak-embak pakai baju putih rambutnya
pendek. Setelah diperhatikan lagi, dia hilang entah kemana, sudah tak nampak.
Dia menampakkan diri di tempat yang saya lingkari dalam foto itu. Dan posisi
saya masih bersama pelanggan di butik itu. Saya berusaha tetap tenang, saya
tidak takut, hanya kaget sedikit, dan agak sebel sebenarnya. Sebel karena
kenapa dia nongol? Siang hari pula. Banyak orang pula. Gimana kalau pelanggan
saya ikut ngelihat kan. Untungnya cuma saya. Oke baiklah, hari demi hari
berlalu, tapi tetap saya kami selalu ada gangguan dan perasaan tidak nyaman.
Karena saya tidak setiap hari ini butik tersebut, saya
sering dapat laporan dari staf saya Marni. Dia bilang bahwa ada juga pelanggan
butik yang sempat lihat sosok-sosok berkelebat di dalam butik. Wah saya mulai
agak senewen nih. Marni tetap kepo, berusaha mencari tahu ada apa atau kenapa
sosok-sosok ghaib itu menampakkan diri mereka. Karena katanya, mereka
menampakkan diri karena ingin menyampaikan pesan tertentu. Marni sampai
bertanya ke para pegawai salon, sebut saja Mbak Sri, di sebelah butik kami.
Karena mbak Sri kadang malah tanya balik ke Marni,”Kamu kok berani jaga
sendirian disini? Emang ngga ada apa-apa?”. Seolah-olah memang Mbak Sri sudah
tahu keberadaan sosok-sosok ghaib di tempat kami. “Lha emang ada apa e”, Marni
balik tanya. Lalu Mbak Sri langsung agak gagap menjawab, “Ngga papa, ngga papa
kok” sambil cengengesan.
Setelah kami beberapa saat di butik baru ini, beradaptasi
dan mencoba akrab dengan semua kebiasaan dan perasaan aneh, tak nyaman dan
perasaan berkecamuk tiap berada di sana. Saking keselnya kami, Marni bilang
sama saya setengah mengiba, “Buk, mbok ibuk nanya yang Bu Tri (yang punya
rumah), itu dulu ruangan gudang atau gedung ini dipakai buat apa sih? Apa buat
nyimpen sesuatu atau gimana?”. Sebagai gambaran, Bu Tri ini seorang Tionghoa,
beliau sudah berumur sekali tapi masih terlihat kuat bekerja, super aktif dan
cerewet sekali. Kami memang penasaran,
kenapa si embak baju putih atau sosok-sosok itu berkelebat senenaknya saja.
“Soalnya saya udah nanyain Buk ke Embaknya (baju putih), tapi dia diem aja”,
sahut Marni. Marni memang kadang sering membantu saya dalam soal beginian,
karena dia juga peka penglihatan dan penciumannya soal sosok ghaib itu. Marni
bahkan bisa mencium bau anyir atau bau lain dari sosok ghaib, sementara saya
hanya melihat tidak detail atau Cuma merasakan
saja. “Ya udah aku nanya ke Bu Tri”, jawab saya. Ketika ada kesempatan bicara
dengan Bu Tri, ya saya sampaikan seperti keinginan Marni. Jawab Bu Tri,”Ah yang
bener to mbak Nunuk? Emang ada (mahkluk halus) to ?”. Laaahhh ternyata Bu Tri
malah ngga ngerti. Entah ngga ngerti atau dia menyembunyikan sesuatu ke kami. “Terus
saya harus gimana Mbak Nunuk?”, kata Bu Tri. “Hmm ya sudah Bu, terserah Ibu
saja, mau dibersihkan atau tidak”, saya sih menjawab dengan agak kesel.
Ya sudah, waktu berlalu begitu saja, durasi kontrak kami
disana sudah habis, sudah 2 tahun. Ketika partner saya bertanya apakah
kontraknya mau diperpanjang, saya rekomendasikan tidak usah. Karena disana
sepi, entah kenapa. Saya merasa sudah berusaha mencoba strategi marketing ini
itu, tetep saja ngga mengangkat sales atau penjualan. Malah cenderung
tombok/rugi. Lagian banyak sekali gangguan, ada aja, baik gangguan dari manusia
atau dari makhluk halus. Jadi bawaannya ngga enak aja. Akhirnya partner saya
menyetujui untuk tidak meneruskan usaha di sana. Dan kami bisa menutup butik di
lokasi tersebut. Lega saya. Lega sekali... Ini cerita horor saya yang agak
kesel, kesel karena digodain terus sama sosok-sosok itu. Kesel karena ibu
pemilik rumah yang seperti tidak tahu apa-apa soal keberadaan mereka, padahal
saya, staf, anak saya bahkan pelanggan, beberapa kali menerima gangguan dari
mahkluk halus itu. Kesel karena harus mengalami kejadian ngga jelas ini dalam
hidup saya.
Cerita Horor lain di blog ini
https://nunukambarwati.blogspot.com/2019/10/cerita-horor-kerajaan-di-laut-selatan.html
https://nunukambarwati.blogspot.com/2019/10/cerita-horor-dunia-lain.html
https://nunukambarwati.blogspot.com/2020/04/cerita-horor-hantu-bawaan-toko-barkas.html
https://nunukambarwati.blogspot.com/2020/04/cerita-horor-prewangan.html
https://nunukambarwati.blogspot.com/2020/04/cerita-horor-dijemput-dari-keluarga-peri.html
https://nunukambarwati.blogspot.com/2019/10/cerita-horor-dunia-lain.html
https://nunukambarwati.blogspot.com/2020/04/cerita-horor-hantu-bawaan-toko-barkas.html
https://nunukambarwati.blogspot.com/2020/04/cerita-horor-prewangan.html
https://nunukambarwati.blogspot.com/2020/04/cerita-horor-dijemput-dari-keluarga-peri.html