#Cerita Pertama
Mengapa saya mempunya statement seperti judul diatas? Ini
semua berawal ketika saya menjalani residensi di Darwin, Australia selama
kurang lebih 1,5 bulan tahun 2008. Ini memang akan menjadi residensi pertama
dan terlama meninggalkan keluarga. Saya sudah diinfokan dimana saya akan
tinggal, dimana saya magang bekerja dan berapa uang saku per hari selama residensi.
Semua hampir sempurna dalam pikiran saya, tinggal menjalaninya saja.
Ternyata hal itu tidak sebaik seperti yang ada dalam
bayangan. Uang saku ternyata sangat mepet untuk biaya makan. Saya harus
pintar-pintar mencari tempat makan yang sesuai dengan kantong. Tapi ternyata
tetap saja susah, saya masih merasa kelaparan, belum puas dengan porsi makanan,
menu dan harganya. Menunya cocok eh harganya ngga sesuai kantong. Sementara
itu, saya tidak memasak! Iya, saya tidak bisa memasak apapun waktu itu, tidak
ada ide, bahkan membuat nasi goreng saja tidak terpikirkan (tapi ya memang
tidak ada nasi disana, kecuali pergi ke pasar). Padahal di tempat tinggal yang
saya tempati, ada dapur kecil sederhana dimana saya bisa masak. Sementara teman
residensi saya yang lain, yang berangkat bareng dengan saya, seorang cowok, dia
sudah bekal Indomie banyak banget di kopernya, persediaan dia makan. Aaaahh!
Oke baiklah ini cerita pertama. Tentu saja saya masih hidup
selama di Darwin itu, Cuma berat badan saya turun drastis, saya lupa berapa
kilo, tapi sepulang ke Indonesia, celana celana ketat saya jadi longgar, badan
saya lebih enteng. Dari cerita ini - ajarilah anak-anak kita memasak, masak
sesederhana apapun. Konsep masak yang paling sederhana saja, dimana Anda harus
bisa bertahan hidup ketika di tempat Anda sangat minimalis. Ketika konsep
sederhana cara memasak sudah dipahami, maka kita bisa kok membuat masakan lain
yang lebih kompleks. Maka inilah kenapa muncul statemen saya, memasak bagian
dari bertahan hidup. Saya baru bisa ngeh bisa memasak 10 tahun setelah kejadian
ini.
#Cerita Kedua
Masih soal kemampuan memasak. Cerita ini efek dari pandemi Corona yang banyak dialami kita sedunia. Ketika kita diminta untuk tetap tinggal di rumah, menghindari keramaian – seperti pasar, supermarket, mall dll; maka bagaimana kita harus berpikir tentang stock kebutuhan pangan untuk keluarga di rumah. Apalagi uang dari hasil kerja sudah tak menentu, akibat pekerjaan dicancel, dirumahkan, di PHK dan sebagainya. Maka harus irit dengan kebutuhan hidup terutama pangan selama masa darurat pandemi Corona tersebut.
Masih soal kemampuan memasak. Cerita ini efek dari pandemi Corona yang banyak dialami kita sedunia. Ketika kita diminta untuk tetap tinggal di rumah, menghindari keramaian – seperti pasar, supermarket, mall dll; maka bagaimana kita harus berpikir tentang stock kebutuhan pangan untuk keluarga di rumah. Apalagi uang dari hasil kerja sudah tak menentu, akibat pekerjaan dicancel, dirumahkan, di PHK dan sebagainya. Maka harus irit dengan kebutuhan hidup terutama pangan selama masa darurat pandemi Corona tersebut.
Kemudian disinilah, memasak sendiri lebih irit pengeluaran dibanding
beli jajan di luar. Memasak sendiri lebih sehat, karena kita tahu bagaimana
bahan makanan diolah dari awal hingga masak. Memasak sendiri lebih aman dari
Covid, karena kita tidak pergi ke keramaian untuk mengantri beli sayur atau
lauk di warung pas jam makan. Pakai jasa GoFood juga masih banyak himbauan
beranakpinak untuk ini dan itu, intinya mencegah penularan Covid. Inilah
kemudian statemen, memasak adalah bagian dari bertahan hidup tersebut menurut
saya. Bagaimana kalau kita tidak bisa masak?
#Cerita Ketiga
Ketika pandemi wabah virus Corona seperti ini, jelas makanan masih laku dijual. Makanan masih dicari. Bahkan hampir banyak orang banting setir jualan makanan karena pekerjaan mereka sebelumnya harus berhenti, dirumahkan, di PHK dan sejenisnya karena efek dari Corona. Sampai-sampai ada yang komentar saking kesel dan risih, kalau dia saban hari ditawari beli makanan dari teman-temannya. Di grup-grup WA, juga ramai bersliweran promosi dari peserta grup masakan masakan mereka sendiri dan minta untuk dibeli, bahkan hingga gratis ongkir.
Disinilah, kembali statemen saya, memasak adalah bagian dari
bertahan hidup. Orang-orang mencari rejeki, uang dari jualan makanan versi
mereka sendiri. Bahkan ada yang jual jenis masakan yang sama hanya beda tipis
di harga saja. Nah, kalau kita bisa memasak, kita bisa memasak sendiri untuk
tujuan penekanan biaya hingga pemasukan tambahan keluarga.
Bagaimana? Mau nambahi cerita ke empat, ke lima dan seterusnya? Silakan yuk sharing J
No comments:
Post a Comment