Dia adalah Cahaya Novan, lelaki bujang kelahiran 21 November
1987. Lahir dan besar di Sumberan Ngestiharjo Yogyakarta, sebuah kampung yang
padat penduduk dan kental dengan kekerabatan. Novan tentu saja tidak bisa meninggalkan
perannya sebagai pemuda kampung. Ia sangat supel bergaul dengan warga.
Sementara dalam berkesenian, Novan adalah seorang otodidak. Lulusan SMA Taman
Madya Yogyakarta ini terjun di bidang seni karena panggilan jiwanya. Mengawali
pameran pertamanya di tahun 2012. Tercatat sudah 3 kali pameran tunggal
digelarnya, dan tahun 2017 ini menjadi kali ke empat. Genap 5 tahun
berkesenian, Novan tentu saja masih mengolah berbagai media, ia tidak melulu
menggunakan media dua dimensi. Maka tak heran, kita akan menemukan artefak
karya-karyanya melalui performance art, video, seni grafis dan instalasi. Benang
merah dari semuanya itu adalah tema tentang hidup, kehidupan dan kematian yang
masih konsisten hingga kini. Di pikirannya berkecamuk pemahaman dan filosofi
tentang hidup dan kematian. Tentu saja topik ini akan terus menerus menjadi hal
yang misterius dan menarik untuk dibahas dengan versi dan sudut pandang
beragam.
Bila Anda lihat foto pencitraan dirinya, akan terasa berbeda
ketika bertemu langsung dengannya. Dari sisi penampilan ia terkesan garang,
memakai baju hitam, terkesan misterius, rambut disemir di bagian tertentu dan
dicukur tipis (skin head) di sisi kanan kiri. Novan juga mengakui penampilannya
sangat rock n roll. Namun demikian, ingat kata pepatah, “don’t judge the book by its cover”. Nah demikian juga dengan
Novan, dibalik penampilannya yang demikian, Novan ini sangatlah religius. Novan
cukup aktif menginovasi kegiatan positif dengan para pemuda di kampungnya.
Seturut pengakuannya, Novan juga sering melakukan ritual menyepi untuk
menenangkan pikiran. Bahkan, akunya, dia lebih sering mendapat ide berkarya
usai menyepi tersebut. Sebagai orang Jawa, unsur-unsur ilmu kejawen juga
mewarnai nafas kesehariannya. Tokoh wayang, Togog (Batara Antaga) sering
menginspirasi menjadi figur utama dalam karya-karyanya.
Semua latar belakang yang saya sebutkan diatas, sadar atau
tidak akan terpapar dalam setiap karya-karyanya. Lihat dalam catatan ke empat
pameran tunggal Novan sebelumnya, semuanya mengacu pada filosofi tentang
kehidupan: Owah (2016), Roh Kesepian (2015), Ojo Dumeh & Sumsuman (2013).
Demikian juga untuk pameran tunggalnya kali ini, yang ia beri tajuk “Rumongso
Rumangsanono Rumangsani” (Merasa, Rasakanlah, Merasakan). Sesuai perjalanan
usianya yang menginjak kepala tiga, Novan ingin mengingatkan akan sejatinya
kita sebagai manusia. Manusia hidup karena apa dan bagaimana dengan hidup kita.
Janganlah menjadi manusia yang merugi, hanya mengejar urusan gemerlap duniawi. Ingat
bahwa setiap manusia akan sampai pada titik kematian.
Ikon
Bila kita amati detail ikon-ikon yang digunakan Novan, ada dua hal utama yang bisa diperhatikan. Pertama penggunaan huruf T (dengan ekor/bagian bawah menyamping). T disini diartikan sebagai Togog (Batara Antaga). Seperti yang saya sampaikan pada paragraf diatas, tokoh ini memang sangat menginspirasi Novan dalam karyanya. Berikut sedikit cerita tentang tokoh Togog. Batara Antaga (Togog) bersama Batara Sarawita (Bilung) dan Batara Ismaya (Semar) diutus turun ke marcapada (dunia manusia) untuk menjadi penasihat, dan pamong pembisik makna sejati kehidupan dan kebajikan pada manusia. Pada akhirnya Semar dipilih sebagai pamong untuk para satria berwatak baik (Pandawa) dan Togog dan Bilung diutus sebagai pamong untuk para satria dengan watak buruk (sumber: Wikipedia). Masih di huruf T, di bagian tengah digambarkan satu mata. Mata sebagai pesan bahwa kita harus melihat pada satu tujuan. Tujuan tersebut adalah hidup kita sebenarnya.
Bila kita amati detail ikon-ikon yang digunakan Novan, ada dua hal utama yang bisa diperhatikan. Pertama penggunaan huruf T (dengan ekor/bagian bawah menyamping). T disini diartikan sebagai Togog (Batara Antaga). Seperti yang saya sampaikan pada paragraf diatas, tokoh ini memang sangat menginspirasi Novan dalam karyanya. Berikut sedikit cerita tentang tokoh Togog. Batara Antaga (Togog) bersama Batara Sarawita (Bilung) dan Batara Ismaya (Semar) diutus turun ke marcapada (dunia manusia) untuk menjadi penasihat, dan pamong pembisik makna sejati kehidupan dan kebajikan pada manusia. Pada akhirnya Semar dipilih sebagai pamong untuk para satria berwatak baik (Pandawa) dan Togog dan Bilung diutus sebagai pamong untuk para satria dengan watak buruk (sumber: Wikipedia). Masih di huruf T, di bagian tengah digambarkan satu mata. Mata sebagai pesan bahwa kita harus melihat pada satu tujuan. Tujuan tersebut adalah hidup kita sebenarnya.
Kedua, ikon
berikutnya adalah detail motif batik mega mendung ala Cirebon. Kekhasan
motif mega mendung tidak saja pada motifnya yang berupa gambar menyerupai awan
dengan warna-warna tegas, tetapi juga nilai-nilai filosofi yang terkandung dan sejarah munculnya motif
tersebut sebagai hasil akulturasi budaya China dan Cirebon (sumber: Wikipedia).
Setelah ditelusuri saat obrolan ringan bersama Novan, orang tua Novan ternyata
seorang pembatik. Saat saya bertandang ke studionya, sisa-sisa kejayaan toko
batik motif Cirebon-an ini masih bisa kita jumpai di sekitar kampung tempat
Novan tinggal. Maka tanpa disadari, Novan sering corat-coret, menggambar sketsa
diatas kertas motif khas dan bersejarah ini.
Manequin
Pada pameran bersama sebelumnya, “Hastag Kazet’El” (2017, Bentara Budaya Yogyakarta) Novan telah menggunakan manekin. Maka di pameran ini, Novan mengolah media ini sebagai fokus utama di ruang pamer dan mengeksplorasi lebih kuat. Pemilihan penggunaan manekin ini juga merupakan respon terhadap ruang pamer yang Novan gunakan dalam pameran tunggalnya kali ini. Novan memilih Tirana House sebagai ruang presentasinya (diajukan sekitar bulan Mei 2017), dimana Tirana House dikenal sebagai butik fashion dengan beberapa brand label didalamnya. Manekin memang sangat dekat dengan kosakata fashion. Manekin juga sering kita jumpai sebagai alat peraga pakaian yang sedang ditawarkan. Meskipun saat ini ruang pamer di Tirana House mengalami diversifikasi konsep menjadi art house & kitchen (mulai November 2017), namun demikian brand image Tirana House sebagai butik branded stocklot masih lekat di publik. Pameran tunggal Cahaya Novan akan menjadi penanda perdana dimana store Tirana House sebagai butik, ditambah art house & kitchen mulai menyapa publik Yogyakarta.
Pada pameran bersama sebelumnya, “Hastag Kazet’El” (2017, Bentara Budaya Yogyakarta) Novan telah menggunakan manekin. Maka di pameran ini, Novan mengolah media ini sebagai fokus utama di ruang pamer dan mengeksplorasi lebih kuat. Pemilihan penggunaan manekin ini juga merupakan respon terhadap ruang pamer yang Novan gunakan dalam pameran tunggalnya kali ini. Novan memilih Tirana House sebagai ruang presentasinya (diajukan sekitar bulan Mei 2017), dimana Tirana House dikenal sebagai butik fashion dengan beberapa brand label didalamnya. Manekin memang sangat dekat dengan kosakata fashion. Manekin juga sering kita jumpai sebagai alat peraga pakaian yang sedang ditawarkan. Meskipun saat ini ruang pamer di Tirana House mengalami diversifikasi konsep menjadi art house & kitchen (mulai November 2017), namun demikian brand image Tirana House sebagai butik branded stocklot masih lekat di publik. Pameran tunggal Cahaya Novan akan menjadi penanda perdana dimana store Tirana House sebagai butik, ditambah art house & kitchen mulai menyapa publik Yogyakarta.
Novan menyiapkan 7 buah manekin setengah badan. Pemilihan
media ini lebih sebagai simbol, tidakkah
tubuh kita (manusia) hanyalah seperti manekin di mata Sang Pencipta? Tubuh kita
hanyalah alat peraga, sejatinya kita itu roh. Ketujuh manekin ini merupakan
representasi dari manusia sejak lahir hingga mati. Kita bisa melihat bagaimana
pemilihan warna dan distorsi atas manekin tersebut menggambarkan siklus hidup
manusia di dunia. Saat kanak-kanak dan remaja, Novan memilih warna cerah
menyergap mata, sesuai semangat dan jiwa kemudaan. Sementara menjelang menua, ditandai
distorsi pada bagian tubuh manekin dan warna yang memudar. Dari ketujuh manekin
tersebut, hanya ada satu manekin berkarakter laki-laki. Menurut Novan,
dimunculkannya manekin laki-laki disini sebagai penyeimbang. Karena hidup ada
laki-laki dan perempuan, suka dan duka, senang dan susah. Mengapa hanya satu
diantara tujuh? Karena realitas saat ini populasi laki-laki lebih sedikit
daripada perempuan. Apakah Novan juga sedang mengkritisi perihal poligami? Entahlah.
Selamat menikmati karya-karya Cahaya Novan. Selamat datang
di Tirana House dengan konsep art house & kitchen. Semoga saling
menginspirasi.
Nunuk Ambarwati
No comments:
Post a Comment