Badannya tegap, terkesan sangar. Asep
Maulana Hakim, pria kelahiran Garut, 4 Juni 1983 ini ternyata seorang yang apa
adanya dan suka bercerita. Ayah dari dua orang anak (Satria dan Pelangi) ini memiliki keahliannya
sebagai tukang pijat. Meskipun terapi pijatannya tak lebih dari 5 menit per
pasien, Asep dikenal banyak orang sebagai tukang pijat handal. Mulai bayi,
balita, pasien salah urat hingga stroke mampu ia sembuhkan. Sudah lebih dari 15
tahun ia tekuni sebagai tukang pijat hingga sekarang. Pasiennya mulai dari
tetangga, teman hingga selebriti. Bahkan ia sering diminta ke luar kota hanya
untuk menyembuhkan pasien dengan pijatannya. Uang bayar sekolah menengah hingga
kuliah juga ia dapatkan dari memijat.
Keahliannya ini membawanya hingga ke
Yogya. Tahun 2006, Asep sudah bolak balik Yogya-Garut untuk urusan terapi pijat
seorang kliennya yang bergelar profesor. Bahkan ia pernah menjadi relawan bagi
korban gempa Yogya saat itu. Ia bercerita, waktu itu ingin sekali kuliah di
Insitut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta. Tahun 2007 ia jajal ikut ujian masuk
Jurusan Kriya Keramik dan baru di gelombang kedua ia berhasil lolos. Berkat
pinjaman uang dari sang profesor yang notabene pasiennya itu, Asep girang
karena berhasil membayar uang masuk kuliah pertamanya.
Demikianlah, Asep yang memiliki banyak nama panggilan, Asep Lebay, Asep Pilin, Asep Goler, Asep Pijat, akhirnya bertekun
di jurusan kriya keramik yang menjadi cita-citanya. Di jurusan ini beberapa
teknik diajarkan seperti teknik cetak, teknik bubut, teknik pijat, teknik
puter, teknik cor dan teknik pilin. Sejak semester 3 kuliah di ISI, Asep
mengaku menemukan teknik baru, yakni teknik anyam. Teknik anyam yang ia temukan
memiliki teknik yang sama seperti halnya merangkai serat hingga membentuk benda
yang kaku. Anyaman pada umumnya kita lihat menggunakan serat bambu, daun kelapa
atau daun nanas dan sejenisnya yang bersifat lunak, lentur dan mudah dibentuk.
Namun disini Asep menggunakan tanah liat yang ia pilin kecil-kecil untuk
merangkainya. Bisa dibayangkan bukan perkara mudah ketika bahan yang dipakai
adalah tanah liat basah untuk mengayam. Ia harus mengelola waktu dan rasa
supaya tumpukan pilinan tanah basah ini bisa segera dibentuk menjadi benda yang
ia kreasikan sebelum mengering atau putus ketika dirangkai. Inilah bedanya
kriya keramik dan kriya patung. Jika kriya patung bersifat mereduksi bahan,
sementara kriya keramik bersifat menambah. Asep menggunakan tanah asal Pacitan
dan Sukabumi untuk bahan dasarnya. Tanah asal kedua wilayah ini memang diakui
memiliki standar mutu stoneware yang diakui kualitasnya di dunia keramik.
Foto diambil dari https://www.facebook.com/pages/Anyam-Tanah/906932149334959?fref=ts |
Teknik anyam yang dikerjakan Asep
jelas ia kerjakan manual. Satu demi satu ia susun sedemikian rupa membentuk
pola dan bentuk yang ia inginkan sesuai sketsa yang dibuatnya. Ia juga tidak
menggunakan artisan. Menurutnya, belum ada yang bisa tahan dan tekun
mengerjakan pilinan dengan standar sepertinya. Asep mengaku bisa membuat
pilinan paling kecil 2 milli saja, sehari ia bisa menghasilkan 300 hingga 400
pilinan dengan bentuk seragam. Seragam dalam arti tebal dan panjang yang sama.
Keahlian ini memerlukan ketekunan, kesabaran dan kekuatan jari tangan.
Menurutnya, secara fisik seorang seniman keramik hanya mampu bekerja memilin
2-3 jam saja per hari. Sementara ia bisa 10 jam. Keahlian dan bakat ini tak ia
dapatkan cuma-cuma. Kerja kerasnya sebagai tukang pijat selama 15 tahun lebih
dan latar belakang keluarganya sangat membentuk kekuatan jari tangannya. Karakter
karyanya ini mengukuhkan ciri khas kesenimanannya dalam dunia kriya keramik. Leluhurnya,
kakek dari garis ibu seorang ahli anyam sementara kakek garis ayah seorang ahli
pijat. Asep sekarang memiliki dua keahlian tersebut. Dua keahlian ini pula yang
mengisi hari-hari bersama keluarga kecilnya. Saat jenuh memijat, iya beralih
berkarya, demikian sebaliknya.
Di tahun 2012 ia berhasil lulus dan
bergelar sarjana. Beberapa kali mengikuti pameran bersama. Karyanya baru-baru
ini dipamerkan di sebuah biennale kelas internasional, Jakarta Contemporary
Ceramics Biennale (JCCB) #3 di Galeri Nasional, Jakarta (23 September – 13
Oktober 2014). Asep bersama 3 rekan seniman lain asal Yogyakarta berhasil
melalui seleksi sekitar 300 seniman yang ingin mengikuti ajang ini. Ia bisa
berbangga karena bersanding dengan 60 karya seniman yang terdiri dari 25 asal
Indonesia dan 35 orang dari luar negeri (14 negara). Karya Asep berjudul “Memories
of Childhood”, media stoneware & glasir, pinch, pilin, slab, ukuran
variable, 2014. Menggambarkan ingatannya semasa kecil di Garut, bermain di
sawah, ada cangkul, bakul (keranjang nasi), caping (topi khas petani), kendil
minuman, keranjang, kipas, kursi dan meja bambu lengkap dengan makanan ala
desa. Semuanya terbuat dari keramik dan kental teknik pilin dan warna natural.
Foto diambil dari https://www.facebook.com/pages/Anyam-Tanah/906932149334959?fref=ts |
Asep sengaja memilih tema kearifan lokal
ini karena ia ingin keramik yang dikenal dari Indonesia ya nilai-nilai lokal
ini. Sama halnya ketika bicara tentang keramik asal Cina, yang terkenal ya
guci-gucinya, bicara keramik Eropa ya porselennya. Ia juga masih ingin mengeksplorasi
tema ini hingga tuntas, mungkin 2-3 tahun ke depan. Menurutnya, ketrampilan
teknik pilin yang membentuk benda-benda realis ini menjadi masih menjadi tantangan
bagi proses berkarya pribadinya. Baginya, seniman harus bisa membuat karya realis,
itu seniman yang sebenarnya. Saat ditanya bagaimana perkembangan karya-karya
keramik Indonesia terkini, menurutnya perkembangannya bagus, karya-karya
keramik bereksplorasi sedemikian rupa dan mencampur berbagai media (mix media).
Tapi ia ingin ingatkan untuk tidak terlena dengan finishing yang terkesan elok
tapi mengesampingkan teknik. Saat ini Asep sedang merencanakan sebuah pameran
tunggal perdananya, juga sebuah tempat kerja yang sangat mewakili karakter
dirinya, yakni studio keramik sekaligus tempat terapi pijat para penderita
stroke. Terapi untuk para penderita stroke ini berupa membuat karya dengan
teknik pilin dari tanah liat.
26 Maret 2015 di Sewon, Yogyakarta
Fanpage: https://www.facebook.com/pages/Anyam-Tanah/906932149334959
Tulisan ini dimuat di SKH Tribun Jogja, Minggu, 6 April 2015
Tulisan ini dimuat di SKH Tribun Jogja, Minggu, 6 April 2015