JANGAN LUPA BAHAGIA J
oleh Nunuk Ambarwati
oleh Nunuk Ambarwati
Pameran HEPI, HEPI ini terdiri dari 5 perupa muda yang memiliki
latar pendidikan yang berbeda-beda dan juga berasal dari beda daerah. Setiyoko dan
Miftahul Khoir dari jurusan seni murni, Susiyo Guntur dan Lambang Hernanda dari
jurusan desain komunikasi visual, Ahmad Khoirudin Nasikin jurusan patung. Mereka
dipersatukan dalam pameran kelompok ini bukan hanya karena sama-sama dari satu
almamater, yakni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Namun tanpa mereka
sadari, cara pandang berkarya menyatukan mereka. Bahwa berkarya harus bebas
tanpa beban. Beberapa person dalam kelompok ini jelas-jelas menyatakan bahwa
mereka ingin mendobrak dari tatanan yang selama ini ada. Tak heran bila tajuk
pameran mereka pun menunjukkan semangat kebebasan, penekanan pada kata bahagia
hingga dua kali dan dengan ejaan yang kekinian, “Hepi Hepi”. Maka sifat
keanggotaan dalam kelompok ini pun masih cair, plastis, tak mengikat.
SETIYOKO (YOKO)
Setiyoko akrab disapa Yoko menghadirkan dua karya dengan tema yang berbeda. Dikerjakan di seputaran tahun 2017, dengan media oil, acrylic juga pensil di atas kanvas. Namun demikian, keduanya terinspirasi dari televisi, lebih ke dekoratif, permainan distorsi figur dan banyak ruang kosong. Karya pertama, gagasannya muncul dari televisi yang rusak. Televisi rusak hanya menyajikan gambar buram dan monoton. Angka 11 di pojok kanvas menyiratkan simbol chanel di televisi. Karya dekoratif Yoko ini mengajak penikmatnya untuk menikmati bersama apa yang seniman rasakan. Sementara karya kedua (ukuran 90 x 90 cm), terinspirasi dari tokoh kartun tayang reguler di televisi, Naruto. Tokoh lucu ini memiliki karakter gambar yang khas, dilihat dari sisi manapun wajahnya selalu digambar dari samping, sehingga mata dan mulutnya hanya nampak satu sisi. Memang saat ini Yoko sedang banyak mengolah gambar-gambar figur.
Setiyoko akrab disapa Yoko menghadirkan dua karya dengan tema yang berbeda. Dikerjakan di seputaran tahun 2017, dengan media oil, acrylic juga pensil di atas kanvas. Namun demikian, keduanya terinspirasi dari televisi, lebih ke dekoratif, permainan distorsi figur dan banyak ruang kosong. Karya pertama, gagasannya muncul dari televisi yang rusak. Televisi rusak hanya menyajikan gambar buram dan monoton. Angka 11 di pojok kanvas menyiratkan simbol chanel di televisi. Karya dekoratif Yoko ini mengajak penikmatnya untuk menikmati bersama apa yang seniman rasakan. Sementara karya kedua (ukuran 90 x 90 cm), terinspirasi dari tokoh kartun tayang reguler di televisi, Naruto. Tokoh lucu ini memiliki karakter gambar yang khas, dilihat dari sisi manapun wajahnya selalu digambar dari samping, sehingga mata dan mulutnya hanya nampak satu sisi. Memang saat ini Yoko sedang banyak mengolah gambar-gambar figur.
Yoko, pemuda asal Solo ini memiliki pengalaman menarik
sebelum akhirnya ia masuk kuliah di ISI Yogyakarta tahun 2013. Dia pernah live sketch menggambar bersama seorang
copet! Dia juga sering live sketch
dari pasar ke pasar (sekitar tahun 2010). Menurutnya, pasar itu unik. Saat
kelas 4 SD, Yoko harus mengulang mengerjakan soal ujian bahasa Jawa dan PPKN
karena sebelumnya dia hanya menggambari kertas ujiannya (ha ha ha). Buat Yoko,
mencari pengalaman di luar sekolah formal lebih menyenangkan. Maka ia sering
magang di beberapa tempat, ikut aktifitas kesenian di beberapa event. Saat
ditanya siapa tokoh yang menginspirasi karyanya, “Basquiat!”, jawabnya. Tidak
mengherankan ketika pilihan jatuh pada tokoh tersebut, karena spirit kebebasan
berkarya Basquiat memang sealiran dengan Yoko. Bagi Yoko, mengapa gambar harus
diatur, langsung saja menggambar apa adanya, memberontak dari pakem
konvensional, lebih beda itu lebih asyik.
SUSIYO GUNTUR
Guntur berlatar pendidikan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) 11 Semarang. Guntur berasal dari Ambarawa, Jawa Tengah. Tahun 2011 baru menempuh studi di jurusan Desain Komunikasi Visual (DisKomVis) ISI, Yogyakarta. Dia pernah pengalaman kerja selama satu tahun di sebuah studio animasi kenamaan di Bogor. Saat ini Guntur telah bekerja secara professional sebagai desainer di sebuah kafe di Yogyakarta.
SUSIYO GUNTUR
Guntur berlatar pendidikan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) 11 Semarang. Guntur berasal dari Ambarawa, Jawa Tengah. Tahun 2011 baru menempuh studi di jurusan Desain Komunikasi Visual (DisKomVis) ISI, Yogyakarta. Dia pernah pengalaman kerja selama satu tahun di sebuah studio animasi kenamaan di Bogor. Saat ini Guntur telah bekerja secara professional sebagai desainer di sebuah kafe di Yogyakarta.
Mulai berkarya sekitar 2012, di tahun tersebut pula dia
mulai menggarap drawing dengan media pen dan tinta bak. Sekitar tahun 2016,
Guntur beralih dari media drawing pen ke tinta bak. Namun demikian, media ini
tidak banyak mempengaruhi karakter karyanya, garis-garis yang rapi dan tegas
tetap bisa muncul dengan kuat. Pada pameran kali ini, Guntur menghadirkan dua
karya (seri) berukuran 100 x 70 cm dengan media acrylic on canvas. Pemilihan
media kanvas bukannya tanpa alasan. Bagi Guntur, jurusan DisKomVis tidak melulu
dengan media digital atau media konvensional yang sering dipakai mahasiswa
jurusan seni grafis. Tengok karya tugas akhirnya di kampus baru-baru ini,
mengusung tema Perancangan Typhography buku Khalil Gibran, Guntur menghadirkan
quote-quote dengan berbagai gaya typography 10 kanvas penuh di ruang pajang.
Kanvas menjadi semacam “perlawanan”, dia ingin “mendobrak” kebiasaan media yang
dipakai oleh kalangan desain grafis. Dan saat ini, Guntur masih berkutat dengan
project seni pribadinya, yakni buku kumpulan karya ilustrasi terbarunya.
Nantikan!
LAMBANG HERNANDA (BENK)
Lambang, pemuda asal Purworejo. Memiliki bakat menggambar dari ayahnya yang seorang guru kesenian di sekolah dasar. Meski sempat kuliah di UNNES jurusan seni murni (kurang lebih satu semester), tetapi dari awal Lambang ingin ke jurusan DisKom ISI Yogyakarta. Lambang pernah tercatat sebagai Ketua Desain Komunikasi (DisKom) Drawing Foundation periode 2014-2015 di kampus ISI Yogyakarta. Dia memang berasal dari jurusan Desain Komunikasi Visual angkatan 2012. Diskom Drawing Foundation digagas oleh perupa muda aktif dan ternama, Oky Rey Monta (akrab dipanggil Kirey), bertujuan untuk mengumpulkan para mahasiswa ISI yang suka membuat drawing. Tak jauh-jauh dari nama Kirey, Lambang saat ini lebih sering membantu Kirey (tepatnya asisten seniman) untuk menyelesaikan karya-karyanya. Maka tak heran, karya Lambang yang dipamerkan saat ini, sedikit banyak mendapat pengaruh dari idolanya tersebut. Disampin Kirey, Lambang juga mengakui nge-fans dengan seniman Ramon dan Kim Jung Gius (di seputaran tahun 2012). Karya Lambang dalam pameran ini menggambarkan sosok monyet yang menjadi shionya. Pemilihan karakter monyet yang muncul dalam karyanya kali ini merupakan hasil pencarian tak mudah, karena Lambang ingin menampilkan karakter monyet yang memiliki wibawa.
LAMBANG HERNANDA (BENK)
Lambang, pemuda asal Purworejo. Memiliki bakat menggambar dari ayahnya yang seorang guru kesenian di sekolah dasar. Meski sempat kuliah di UNNES jurusan seni murni (kurang lebih satu semester), tetapi dari awal Lambang ingin ke jurusan DisKom ISI Yogyakarta. Lambang pernah tercatat sebagai Ketua Desain Komunikasi (DisKom) Drawing Foundation periode 2014-2015 di kampus ISI Yogyakarta. Dia memang berasal dari jurusan Desain Komunikasi Visual angkatan 2012. Diskom Drawing Foundation digagas oleh perupa muda aktif dan ternama, Oky Rey Monta (akrab dipanggil Kirey), bertujuan untuk mengumpulkan para mahasiswa ISI yang suka membuat drawing. Tak jauh-jauh dari nama Kirey, Lambang saat ini lebih sering membantu Kirey (tepatnya asisten seniman) untuk menyelesaikan karya-karyanya. Maka tak heran, karya Lambang yang dipamerkan saat ini, sedikit banyak mendapat pengaruh dari idolanya tersebut. Disampin Kirey, Lambang juga mengakui nge-fans dengan seniman Ramon dan Kim Jung Gius (di seputaran tahun 2012). Karya Lambang dalam pameran ini menggambarkan sosok monyet yang menjadi shionya. Pemilihan karakter monyet yang muncul dalam karyanya kali ini merupakan hasil pencarian tak mudah, karena Lambang ingin menampilkan karakter monyet yang memiliki wibawa.
MIFTAHUL KHOIR
Khoir ini arek Surabaya banget. Menempuh studi di SMSR Surabaya. Meskipun fisiknya ada di Yogya, kuliah di jurusan lukis ISI Yogyakarta tetapi jiwa, hati dan pikiran ada di komunitasnya di Surabaya. Sejak 2009, Khoir aktif berorganisasi dengan komunitasnya tersebut, berkegiatan seperti membuka kelas workshop, membuka peluang tempat kerja paruh waktu dan membantu korban bencana alam. Dalam kelompok ini, Khoir memang paling produktif berkarya, dalam satu bulan dia bisa menghasilkan 12 karya. Latar belakang kehidupan pribadinya turut andil besar mempengaruhi gaya lukisannya. Sejak kurun waktu 2016, karya-karyanya beralih ke aliran abstrak. Meskipun abstrak, baginya karya-karya tersebut bercerita sungguh dalam. Misal ada satu karya abstrak yang bercerita tentang bunga perdamaian. Bunga tersebut simbolisasi dari seorang ibu dalam sebuah keluarga, ibu yang menenangkan ketika rumah tangganya terkacaukan oleh problematika urusan domestik.
Khoir ini arek Surabaya banget. Menempuh studi di SMSR Surabaya. Meskipun fisiknya ada di Yogya, kuliah di jurusan lukis ISI Yogyakarta tetapi jiwa, hati dan pikiran ada di komunitasnya di Surabaya. Sejak 2009, Khoir aktif berorganisasi dengan komunitasnya tersebut, berkegiatan seperti membuka kelas workshop, membuka peluang tempat kerja paruh waktu dan membantu korban bencana alam. Dalam kelompok ini, Khoir memang paling produktif berkarya, dalam satu bulan dia bisa menghasilkan 12 karya. Latar belakang kehidupan pribadinya turut andil besar mempengaruhi gaya lukisannya. Sejak kurun waktu 2016, karya-karyanya beralih ke aliran abstrak. Meskipun abstrak, baginya karya-karya tersebut bercerita sungguh dalam. Misal ada satu karya abstrak yang bercerita tentang bunga perdamaian. Bunga tersebut simbolisasi dari seorang ibu dalam sebuah keluarga, ibu yang menenangkan ketika rumah tangganya terkacaukan oleh problematika urusan domestik.
AHMAD KHOIRUDIN
NASIKIN
Nasikin sempat menempuh studi di jurusan seni lukis selama 4 semester (2012). Hingga ia terancam drop out dan akhirnya pindah jalur studi ke jurusan seni patung tahun 2015 hingga sekarang. Dari ke 5 person dalam kelompok ini, karya Nasikinlah yang menampilkan karya 3 dimensi. Pemuda asal Tulungagung ini membiayai sendiri biaya kuliah dan produksi dalam berkarya. Karena orang tua tidak mendukung dirinya kuliah di jurusan seni dan menjadi seniman. Bagi keluarganya di Tulungagung dengan latar belakang agrikultur, pekerjaan sebagai TKI (tenaga kerja Indonesia) ke luar negeri lebih menjanjikan. Maka sejak lulus dari SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) jurusan otomotif, Nasikin sudah hijrah ke Yogya.
Nasikin sempat menempuh studi di jurusan seni lukis selama 4 semester (2012). Hingga ia terancam drop out dan akhirnya pindah jalur studi ke jurusan seni patung tahun 2015 hingga sekarang. Dari ke 5 person dalam kelompok ini, karya Nasikinlah yang menampilkan karya 3 dimensi. Pemuda asal Tulungagung ini membiayai sendiri biaya kuliah dan produksi dalam berkarya. Karena orang tua tidak mendukung dirinya kuliah di jurusan seni dan menjadi seniman. Bagi keluarganya di Tulungagung dengan latar belakang agrikultur, pekerjaan sebagai TKI (tenaga kerja Indonesia) ke luar negeri lebih menjanjikan. Maka sejak lulus dari SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) jurusan otomotif, Nasikin sudah hijrah ke Yogya.
Nasikin menghidupi dirinya sebagai artisan seniman yang
membutuhkan jasanya. Membantu mengerjakan karya, membuatnya bisa mendapat
penghasilan dan juga pengalaman. Karya-karya patung Nasikin lebih banyak
bermediakan resin dan menggambarkan figur (tubuh). Ia lebih menyukai karya
patung yang polos dan sederhana dalam tampilan. Karyanya ingin bercerita
tentang waktu dan tubuh. Figur yang ia gambarkan berupa sosok laki-laki, karena
merasa tubuh laki-laki yang paling dekat dengan dirinya sendiri. Ia tetap
membuat sketsa patung-patungnya terlebih dahulu, meskipun pada eksekusinya ia
biarkan posisi tubuh figur mengalir mengikuti kata hati. Pada sebuah wejangan
dari orang tua yang diingatnya hingga kini, Nasikin memperhatikan berapa jumlah
figur patung yang dipajang. Jumlahnya disesuaikan dengan angka hoki, sesuai
angka-angka yang ada di kitab suci Al Quran seperti angka 99. Pilihan angka
bagus lainnya seperti angka 8, 7 atau 11 (bila ingin jumlah lebih banyak
tinggal dikali atau ditambah).
----------------------------------------------------------------------------------
Tirana Art
House and Kitchen
Jl Suryodiningratan 55 Yogyakarta 55141
Ph 0274 411615 | WA 081-827-7073
IG @TiranaKitchen | @TiranaArtManagement | @TiranaHouse
Buka setiap hari, pk 09.00-24.00 WIB
Jl Suryodiningratan 55 Yogyakarta 55141
Ph 0274 411615 | WA 081-827-7073
IG @TiranaKitchen | @TiranaArtManagement | @TiranaHouse
Buka setiap hari, pk 09.00-24.00 WIB
No comments:
Post a Comment