Ivan Bestari Minar Pradipta di studio kerja, Wirobrajan, Yogyakarta. |
Sunaryo saat meniup kaca labu tiga kepala. Foto diambil dari www.tempo.co |
Cerita sedikit perjalanan seni kaca di Indonesia
Dari obrolan bersama mereka ini, ternyata perkembangan teknik mengolah kaca yang ada di Indonesia sangat jauh dari negara lain seperti Amerika. Sejarah seni kaca di Indonesia pun sangat jarang ditemukan; mungkin karena di Indonesia, lebih banyak mengolah batu (candi) dan tanah liat. Membaca perkembangannya di Indonesia, seniman kaca lebih banyak sebagai media untuk melukis (2 dimensi). Perkembangan di Indonesia sementara ini masih banyak berkisar pada seni lukis kaca dengan motif cerita wayang, masjid, gereja, kaligrafi dan cerita legenda. Sebut saja seniman lukis kaca senior yang kita miliki Rastika di Cirebon, Maryono di Muntilan, Waget di Magelang dan Sulasno di Yogyakarta. Saat ini, Rina Kurniyati dikenal sebagai seniman lukis kaca bergender perempuan yang mengembangkan seni lukis kaca lebih kontemporer. Baca selengkapnya di http://nunukambarwati.blogspot.com/2013/07/cinta-aksara-pameran-tunggal-lukis-kaca.html
Ada juga perajin kaca patri untuk kebutuhan memperindah rumah
tinggal.
Kerajinan kaca asal Jombang. |
Perkembangan seni kaca kontemporer tanah air
memang terkesan jalan di tempat. Seniman-seniman kaca sangat bisa dihitung
dengan jari. Selain seniman kaca senior yang telah saya sebutkan di atas, ada
juga Ign. Hening Swasono, seorang staf pengajar di ISI, Yogyakarta. Beberapa
karya beliau dikenal mengolah kaca dengan teknik stained glass. Ada juga
seniman Budi ‘Boleng’ Santoso, asal Yogyakarta yang sekarang menetap di Bali.
Ia mengolah limbah botol kaca dengan teknik sandblasting. Bisa dibaca
artikelnya di http://nunukambarwati.blogspot.com/2014/03/magic-bottle-budi-boleng-santoso.html
Foto diambil dari http://extremecraft.typepad.com/extreme_craft/2010/01/this-is-a-pipe.html |
Nah, bila kita melihat, perkembangan seni kaca di
luar negeri, sungguh sangat mencengangkan. Mereka bisa membuat bentuk-bentuk 3
dimensi layaknya ukiran indah, sangat artistik, limited product, fungsional
maupun tidak, bisa mencampur warna dengan sangat baik dan membuatnya dengan
skala hingga 1:1. Nah barangkali kita belum memiliki infrastruktur untuk
menunjang teknik mengolah kaca sedemikian rupa di Indonesia. Padahal Indonesia
kaya akan materi bahan baku untuk membuat kaca itu sendiri. Di Amerika bahkan ada
museum khusus tentang seni kaca (glass art) yakni Corning Museum of Glass di
New York (www.cmog.org).
Museum ini menjadi salah satu inspirator terkuat bagi seorang Ivan.
Ivan saat melakukan demo mengolah kaca. |
Ini adalah karya-karya eksplorasi Ivan dengan teknik hot working. Ivan memanasi kaca yang akan dipakainya dengan suhu 800-1200 derajat. Ia jepit dengan menggunakan alat tertentu, sementara tangan satunya menarik, seperti gulali, ia mengulur kaca yang sudah lentur tersebut membentuk semacam anyaman. Untuk karya berukuran kecil, bisa ia selesaikan dalam waktu kurang lebih 1 jam saja. Karya-karya yang dihasilkan Ivan ini masih menggunakan warna asli dari kaca yang ia dapatkan sejak awal. Maka jika ingin mendapatkan warna kuning bercampur hijau, Ivan akan menggunakan dua jenis kaca tersebut. Sementara untuk warna merah, menurut Ivan masih sulit digabungkan dengan kaca warna lainnya. Sehingga hingga sekarang, Ivan selalu membuat warna merah berdiri sendiri.
Ini adalah salah satu alat yang dimodifikasi oleh Ivan untuk membantunya bekerja secara portable. Dengan alat ini, Ivan bisa melakukan demo atau bekerja di luar studio. Menurut Ivan, satu tabung gas habis dalam waktu kurang lebih 1 jam saat ia membuat karya dengan kaca. Dengan alat ini pun, Ivan bisa melelehkan batangan-batangan kaca dengan suhu 800-1200 derajat celcius.
Sementara ketika di studio, Ivan menggunakan tabung oksigen ini untuk mempercepat pengapian.
Regenerasi
Regenerasi perajin kaca atau seniman kaca memang menjadi perhatian tersendiri para pelaku saat ini. Misalnnya seperti Bapak Sunaryo, si glass blower, anak-anaknya bahkan tak ada yang berminat meneruskan usahanya. Padahal hasil karya Sunaryo sudah dikenal hingga manca negara. Sama halnya dengan sentra kerajinan kaca di Jombang. Menurut Ivan, saat ini para perajin sudah berkurang separuhnya, dikarenakan penerusnya lebih menyukai bekerja di bidang lain. Pelukis kaca dengan tema-tema tradisional seperti Sulasno dan Rastika juga dikhawatirkan tidak ada penerus. Sementara itu Ivan dan Sigit juga mengeluhkan hal yang sama. Ivan dan Sigit kesulitan menjadi sumber daya manusia yang memiliki passion yang sama dan mau berkarya bersama. Bahkan di sekolah setingkat SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) dan Insitut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta pun, seni mengolah kaca seperti yang dilakukan Ivan dan Sigit tidak diajarkan. Meskipun kita memiliki keterbatasan infrastruktur dan peralatan canggih, tetapi sumber daya alam kita sangat memadai untuk karya kaca ini. Pasar pun sebenarnya cukup menjanjikan bila kita terus bereksplorasi dengan media kaca yang langka ini.
Interview Nunuk Ambarwati di Studio Otak Atik Creative, Yogyakarta, tanggal 8 April 2015.
Sementara ketika di studio, Ivan menggunakan tabung oksigen ini untuk mempercepat pengapian.
Regenerasi
Regenerasi perajin kaca atau seniman kaca memang menjadi perhatian tersendiri para pelaku saat ini. Misalnnya seperti Bapak Sunaryo, si glass blower, anak-anaknya bahkan tak ada yang berminat meneruskan usahanya. Padahal hasil karya Sunaryo sudah dikenal hingga manca negara. Sama halnya dengan sentra kerajinan kaca di Jombang. Menurut Ivan, saat ini para perajin sudah berkurang separuhnya, dikarenakan penerusnya lebih menyukai bekerja di bidang lain. Pelukis kaca dengan tema-tema tradisional seperti Sulasno dan Rastika juga dikhawatirkan tidak ada penerus. Sementara itu Ivan dan Sigit juga mengeluhkan hal yang sama. Ivan dan Sigit kesulitan menjadi sumber daya manusia yang memiliki passion yang sama dan mau berkarya bersama. Bahkan di sekolah setingkat SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) dan Insitut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta pun, seni mengolah kaca seperti yang dilakukan Ivan dan Sigit tidak diajarkan. Meskipun kita memiliki keterbatasan infrastruktur dan peralatan canggih, tetapi sumber daya alam kita sangat memadai untuk karya kaca ini. Pasar pun sebenarnya cukup menjanjikan bila kita terus bereksplorasi dengan media kaca yang langka ini.
Interview Nunuk Ambarwati di Studio Otak Atik Creative, Yogyakarta, tanggal 8 April 2015.
No comments:
Post a Comment