THE VIRTUAL SECOND WORLD
Introduction to Isa Panic Monsta’s Solo Drawing Exhibition
Tirana Artspace, Yogyakarta | 15 September - 10 October 2012
Tirana
Artspace, Yogyakarta has invited again a young talented artist Mohammad Isa
Indra Permana to exhibit his best works. Among his friends he is better known
as Isa Panic Monsta. He was born in Surakarta in March 14th, 1989.
In 2010 he finished his study in Visual Communication Design Department,
University of Sebelas Maret, Surakarta. At present he works an illustrator,
bringing the name Isa Panic Monsta as his personal brand identity. For him, it
is his first exhibition because previously he focused more on working in the
field of graphic design. In the field of illustration, he has made good
reputation both for his individual and collaborative works, including for the
works he makes for sale. He has made collaborations with, among others, Sleep
Party People, Sarasvati, Letter of Memories, Nudist Island,
BRANDNA Magazine, Artmedium Concept Store, The Continuing
Enigma, TOMCAT Playmate, and Zeec Lable.
Enjoying Isa Indra Permana’s works is like going into a children book of
fairy tale, a book that is not wordy but rich of illustrations on each
page. The tales told through his works
are so symbolic, classic and surrealistic pop in style. They show his perfectionism;
the details of the lines are made precisely.
Based on three drawing exhibitions held in Tirana Artspace from April to
September, actually we can take some unique things. Through the works exhibited
we can find out the character or personality or even style of certain artist.
Just observe these twelve works of Isa, they show that he is an artist who
matters so much with details, mechanism and discipline. He was indeed raised in
a family with such character. Despite his calmness, he is a very strong-willed
and creative person. He is interested on
fashion world, novel and music. These
three things are very influential to his creativity and working. In addition, he learns in depth psychological
terms and things related to symbols.
His
twelve drawing works are able to tell much about the theme of “2nd
World of Pandemonium” exhibition. He indeed belongs to the global era, as other
young people who are so familiar with many types of gadget, social networking
and virtual world. He calls virtual world as a second world. The first one is
the real world we go through every day, where we really live and socialize. His
works represent this global modern phenomenon. He tries to visualize and
discuss the hustle and bustle of the virtual world-based social networking onto
his works. For him, this life is becoming more and more complex with too many
complaints, twitters, and confusions as seen in the virtual world. We can feel
the complexity as seeing his drawings with mechanic pencil on papers.
Let
us take a look at the work titled “My Mind is A Cage”; it describes a
person with a symptom of “fear-drive”. According to psychology, “fear-drive”
is a psychological symptom in which a person creates his/her own fear and tries
to keep away from the fear. A person with this symptom is afraid of being
cheated in the real world, so that he/she opts to live in virtual world. It is
symbolized with the drawing of a golden cage, a safe place for one who is
afraid of going to die if he/she steps out of it.
While
the work titled “Don’t Trust Anyone” describes a person who becomes
skeptical due to his/her distrust in his/her surrounding neighborhood. It is
symbolized in the drawing with a body language of crossing arms. It shows an
attitude of dismissal or introversion. The skeptical attitude especially is due
to news from electronic media (symbolized by a mouth-headed bird) that often
obscure the facts. Individual with
skeptical mind may become subject to brainwashing and propaganda other people
make using media. Hence, he/she determines not to trust anyone in virtual world
but God.
The
visualization of the work titled “Sign Out” more or less tells about the
fury of person who has been tired and bored of the hustle and bustle of the
virtual world and he is trying to get out of the situation. For him, virtual
world is just a world that looks so real with rooms full of artificial pleasure
only.
When
asked what the difference between manual drawing and digital drawing/painting
is, Isa explained that drawing manually is a way of training sensibility to and
mastery of the media being used. It is considered the basic technique. Manual
drawing also has bigger challenge compared to digital drawing that makes
possible repetitions following mistakes.
In digital painting, it is easier to visualize ideas, because there are
many supporting tools provided for us.
Drawing as mother of arts in his works is able to appear and prove
itself as an essential and independent form of art. Accordingly, the works
being exhibited have successfully expressed the wholeness of the artist’s
statements.
Nunuk
Ambarwati
DUNIA KEDUA YANG MAYA
Tulisan Pengantar Pameran Tunggal Drawing karya Isa Panic Monsta
Tirana Artspace, Yogyakarta | 15 September – 10 Oktober 2012
Tirana Artspace, Yogyakarta kembali
mengundang seorang yang muda dan bertalenta, Mohammad Isa Indra Permana untuk
menggelar karya-karya terbaiknya. Bagi teman-temannya M. Isa Indra Permana
lebih dikenal dengan panggilan Isa Panic Monsta. Laki-laki kelahiran Surakarta tepatnya 14
Maret 1989. Tahun 2010, Isa menyelesaikan studi Diplomanya di jurusan Desain
Komunikasi Visual, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Saat ini Isa lebih
dikenal sebagai seorang illustrator; Isa Panic Monsta pun menjadi brand identity untuk karya-karya
ilustrasinya selama ini. Bagi Isa, pameran kali ini merupakan pameran
perdananya, karena selama ini Isa lebih banyak malang melintang di dunia desain
grafis. Di ranah ilustrasi, Isa cukup banyak menorehkan catatan baik karya
komersial, individual maupun kolaborasinya dengan beberapa rekan seperti Sleep Party People, Sarasvati, Letter of Memories, Nudist
Island, BRANDNA Magazine, Artmedium Concept Store, The Continuing Enigma,
TOMCAT Playmate, & Zeec Lable.
Menikmati
karya Isa Indra Permana seperti masuk ke sebuah buku dongeng. Buku dongeng yang
minim kata tapi kaya dengan ilustrasi fantasi lembar demi lembarnya. Dongeng
yang penuh simbol, vintage dan beraliran pop surelias. Hasil karyanya rapi, tebal tipisnya garis ia
perhatikan dengan detail. Dari ketiga pameran drawing yang pernah dipamerkan di
Tirana Artspace sepanjang April-September ini, sebenarnya kita bisa mengambil
hal unik dari sana. Melalui karya-karya mereka tersebut, kita bisa mengetahui
karakter atau kepribadian bahkan relevan dengan style atau penampilan seseorang. Perhatikan saja kedua belas karya
Isa ini, menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang memperhatikan hal-hal yang
rinci, mekanisme dan disiplin. Demikianlah Isa dilahirkan dalam sebuah latar belakang lingkungan keluarga yang
demikian. Meski terkesan sebagai pribadi yang kalem, namun dibalik itu, Isa
juga seorang yang sangat bergejolak dan kreatif . Ia sangat tertarik dengan
dunia fashion, buku atau novel dan juga musik. Ketiga hal ini sangat
mempengaruhi dalam proses kreatif mau pun proses berkaryanya. Disamping itu,
Isa juga menekuni kosakata psikologi dan hal-hal yang berkaitan dengan
pembacaan simbol-simbol.
Keduabelas
karya drawingnya mampu bercerita banyak tentang tema pameran ‘2nd
World of Pandemonium’. Isa memang dilahirkan pada era global, sebagaimana
anak-anak muda sekarang sangat familiar dengan
gadget, jejaring sosial dan perilaku di dunia maya. Isa
menyebutkan dunia maya itu sebagai dunia kedua. Dunia pertama adalah dunia
nyata yang kita alami bersama sehari-hari, dimana kita sebenarnya hidup dan
bersosialiasi. Melalui karya-karyanya ini, Isa
mencermati hal tersebut. Baginya, hiruk pikuk dan berbagai gesekan di jejaring
sosial sangat banyak pembahasan untuk dia visualisasikan dalam karya-karyanya
ini. Terlalu banyak keluhan, kicauan, kekacauan yang sesak; menurut Isa, bukannya
menjadi lebih baik tapi semakin kompleks. Kompleksitas itu bisa kita rasakan
dengan apik pada goresan-goresan pensil mekanik Isa di atas kertas.
Mari kita cermati karya yang bertajuk 'My Mind is A Cage', yang
menggambarkan seseorang dengan gejala 'fear-drive'
. Dalam istilah psikologi, ‘fear drive’ adalah
gejala psikis dimana individu menciptakan ketakutannya sendiri di dalam
pikirannya dan berusaha menjaga diri dari rasa takut tersebut. Bentuknya bisa bermacam-macam,
mungkin dia takut dibohongi atau takut dicurangi ketika dia berada di dunia
nyata, kemudian dunia maya adalah pilihan sebagai tempat tinggalnya. Hal ini
disimbolkan dengan gambar sangkar emas pada karya Isa. Sangkar emas itu dia
ciptakan sebagai ruang aman bagi dirinya dan sebaik mungkin jangan pernah
berpikir untuk sekali-sekali melangkah keluar dari zona aman itu atau dia akan
mati oleh rasa takutnya.
Sementara pada karya 'Don’t Trust
Anyone' menggambarkan tentang individu yang memiliki sikap skeptis yang
terbentuk karena rasa ketidakpercayaan akan lingkungan sekitar. Sikap ini digambarkan
dengan bahasa tubuh seperti menyilangkan tangan dan memasukan tangan lainnya ke
dalam. Hal ini memiliki kesan sebuah penolakan atau kesan tertutup. Sikap
skeptis terutama oleh berita dari media elektronik (disimbolkan burung dengan
mulut sebagai kepalanya) yang kini kadang mengaburkan fakta sebenarnya. Di
dalam pikiran skeptik si sosok tersebut "mungkin segolongan tertentu bisa
saja menggunakan media untuk mencuci otak ribuan publik dengan propaganda dan
kata-kata mereka" . Dia lebih mengambil sikap untuk tidak percaya siapapun
di dunia maya terkecuali Tuhan.
Visualisasi karya yang berjudul '
Sign Out' kurang lebih menceritakan gejolak seorang individu yang sudah penat dan bosan dengan hiruk pikuk
dunia maya dan ia mencoba keluar dari situasi tersebut. Baginya dunia maya
hanyalah tempat semu yang tampak begitu nyata dan deretan ruang sebagai tempat
untuk mencari kesenangan fana saja.
Ketika ditanya apa yang membuat berbeda ketika menggambar media manual
dengan media digital, Isa menjelaskan ketika menggambar manual sama halnya
melatih kepekaan dan penguasaan terhadap media yang sedang digambar sebagai
teknik dasar. Menggambar media manual juga memiliki tantangan yang lebih besar
dibanding digital painting yang
memungkinkan pengulangan bila terjadi kesalahan sewaktu eksekusi karya. Di samping
itu digital
painting dengan berbagai macam piranti bantu yang tersedia lebih memudahkan
untuk memvisualkan gagasan. Drawing
sebagai mother of arts (dasar bagi segala hal dalam seni rupa) pada
karya-karya Isa mampu hadir dan membuktikan dirinya sebagai karya seni yang
utuh dan berdiri sendiri. Pada fungsi ini karya-karya Isa Panic Monsta ini
telah memperlihatkan kelengkapan pernyataan seniman.
Nunuk Ambarwati
No comments:
Post a Comment