Tulisan pengantar pameran tunggal "Pembadutan Merah Jambu"
oleh Tina Wahyuningsih
di Miracle Prints, Yogyakarta | 18 Februari - 4 Maret 2022
PROFIL
Ini merupakan kali ketiga pameran tunggal seorang Agustina Triwahyuningsih atau lebih populer disebut Tina Wahyuningsih (lahir di Purwokerto, 11 Agustus 1977). Pameran tunggal pertama di tahun 2011 (di Via Via Cafe, Yogyakarta), disusul pameran tunggal kedua di tahun 2013 (di Tirana Art Space, Yogyakarta) dan baru kembali menggelar pameran tunggalnya di tahun ini 2022 di Miracle Prints, Yogyakarta. Namun demikian, kiprah kekaryaan Tina di dunia seni rupa tak diragukan lagi seiring aktifnya dia mengisi berbagai ruang pamer di Indonesia maupun manca negara.
Tina memang tidak menempuh studi pendidikan seni rupa, latar belakang pendidikan dia adalah Jurusan Psikologi (Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta) – tapi lingkungan, pertemanan bahkan pekerjaannya sejak dia lulus kuliah, banyak bersinggungan dengan seni rupa. Bahkan di kampus tempat dia studi, Tina berhasil menyabet penghargaan sebagai juara pertama lomba lukis (2003). Membuktikan bagaimana bakat kreatif sudah ada dalam dirinya. Kemampuan adapatasi Tina yang cepat, mudah, menyenangkan dan terbuka, membuat ia bisa menyerap berbagai teknik teknik berkarya untuk dia tuangkan dalam imajinasi dan idealismenya sendiri.
KARYA
Mari memasuki ruang
pamer, kita akan disuguhi nuansa monokrom (= gradasi tone dalam satu warna),
yaitu warna merah jambu dan putih di ruangan Miracle Prints. Totalitas nuansa merah
jambu ini tak hanya didapatkan dari detail karya tapi juga ruang pamer (akan
dicat dengan nuansa yang senada). Ia sudah menyiapkan empat karya dua dimensi,
masing masing berukuran 110 x 110 cm (ada dua karya) dan ukuran 50 x 50 cm (dua
karya).
Kemudian
masih ada juga karya berupa boneka yang ditempel di kanvas ukuran 50 x 100 cm,
berjumlah dua karya. Tina menggunakan media dari blacu, dakron, cat akrilik,
kain tile dan beberapa ornamen. Dan sebuah karya instalasi yang disetting
diatas karpet, yang merupakan karya kontemplasi. Kita bisa merasakan ada
kelembutan sekaligus kekuatan dari setiap karya yang Tina hasilkan.
Studio kerja
Tina adalah di rumah, dimana dia habiskan bersama keluarga besarnya. Maka
persinggungan perkara domestik sangat kental bagi proses berkarya Tina.
Beberapa keterbatasan mempengaruhi
proses kreatif seniman menghasilkan karya, termasuk soal ruangan. Penanda baru di pameran tunggalnya saat ini
adalah ia menampilkan karya dua dimensi yang cukup besar kali ini, dimana ia
biasa memproduksi karya dengan dimensi yang tentengable
atau mudah dibawa.
Tengok salah
satu karya lukisnya berjudul “Ngekor” (50 x 50 cm), digambarkan setengah kepala
seorang perempuan yang mendominasi separuh bidang kanvas. Dan tampak di
belakang, banyak sekali figur badut-badut seolah-olah ingin mengikuti perempuan
itu. Tina ingin menyampaikan tentang masyarakat yang cenderung suka ngekor
(mengikuti) dengan berbagai tujuan. Ada yang tujuannya meniru, mengawasi
(kepo), ingin menyamakan dirinya dengan idolanya dan seterusnya. Badut badut
itu rata rata digambarkan serupa, tak nampak beda. Dan posisinya di belakang,
ya karena mereka mengekor saja, ekor letaknya di belakang. Mau jadi siapakah
kita, si perempuan yang ada di depan, atau rombongan badut yang di belakang?
Salah satu
karya berdimensi besar, berukuran 110 x 110 cm, berjudul “Having Fun #1”.
Menggambarkan seorang yang sudah dewasa naik kuda mainan. Setidaknya ada dua
parodi yang ingin disampaikan Tina dalam satu frame ini. Pertama persoalan
gender, Tina berhasil menggambarkan sosok yang kabur identitas gendernya.
Tampaknya seperti seorang wanita, tapi dia berkumis. “Itulah parodi!”, ungkap
Tina, tampak seperti wanita atau laki laki. Kedua, persoalan usia, yang
digambarkan bermain disitu adalah seorang dewasa, bukan anak-anak. Parodi,
orang dewasa yang masih kekanak-kanakan atau hati-hati “bermain” permainan
orang dewasa. Bahwa dalam setiap orang pasti ada jiwa kanak-kanak. Hasrat ingin
bermain akan tetap ada entah bentuk permainannya seperti apa.
Bagi seorang
Tina yang lihai di perkara domestik wanita (menjahit, memasak, menata / dekor,
merangkai bunga dll), membuat boneka atau soft
toys merupakan kesukaan tersendiri, bahkan dulu dia sempat punya brand “Jahitangan”.
Sesuai passion-nya, Tina masih
menghadirkan karya berbahan boneka yang ditempel di kanvas bertajuk “Being
Happy Clown” #1 dan #2. Bercerita tentang dedikasi. Bagaimana seseorang
menjalankan profesinya dengan maksimal, idealisme dan sukacita. Kurang lebih
menggambarkan dirinya sendiri yang menjalani totalitas dalam berkesenian dengan
bahagia selama ini.
BADUT & MERAH JAMBU
Pameran tunggal kali
ini mengangkat judul “Pembadutan Merah Jambu”. Hmm... terkesan agak politis ya.
Sementara, jika kita kembali menelisik judul pameran tunggal sebelum-sebelumnya,
Tina mengalir ringan saja dan menampilkan imajinasi bahkan hiburan. Tampaknya,
pemberian judul ini juga penanda seiring kematangan proses berkarya ibu satu
anak ini, disamping matang secara usia. Lalu apa yang ingin disampaikan dari “Pembadutan
Merah Jambu”?
Pertama, Tina banyak menampilkan figur badut pada presentasinya kali ini. Menarik benang merah kekaryaan seorang Tina Wahyuningsih – ia masih konsisten menyukai dunia sirkus mau pun karnaval ala Eropa. Bahkan Tina sempat berkunjung ke Eropa (tepatnya Rusia) dalam konteks pekerjaan saat itu, dan membawa pengalaman estetis tersendiri bagi kekaryaan dia. Dunia sirkus itu banyak menampilkan warna yang terang, menarik fokus, menghibur, imajinasi diliarkan, ada unsur hiburan tapi juga kadang adrenalin kita dipermainkan. Kali ini, Tina memfokuskan diri mengambil satu ikon sirkus, yaitu badut.
Badut merupakan representasi sosok yang menghibur, periang, terkesan lugu atau bodoh, tolol tapi dia lucu dan apa adanya. Bagi Tina, sosok badut disamping lucu, dia juga misterius bahkan intimidatif. Seiring perkembangan jaman dan dunia hiburan - sosok badut bisa menjadi dua sisi penggambaran yang ambigu yakni lucu atau menakutkan. Maka Tina menyebutnya bahwa badut sebagai simbol kamuflase kehidupan. Untuk itu, karya Tina kali ini banyak menyoroti persoalan parodi kehidupan dan hubungan antar manusia.
Kedua, warna merah jambu itu sendiri.
Warna merah jambu sering disebut warna pink. “Pembadutan Merah Jambu”, karena
Tina sengaja menampilkan warna monokrom, pink dan putih sebagai nuansa
utamanya. Menurut saya sebagai penulis, ini juga adalah proses kematangan Tina
dalam berkarya. Dalam beberapa kesempatan, Tina mungkin sudah katam menampilkan
warna warna cerah, terang dan menarik sesuai kesukaan dunia sirkus dan karnaval
tadi. Maka kesempatan kali ini, dia gemas, dia ingin menantang diri sendiri
untuk mengolah rasa dalam satu nuansa monokrom, pink dan putih saja. Toh dia
tetap berproses menemukan warna pink yang dia inginkan, tidak melulu menerima
warna cat pabrikan dalam koleksi cat akriliknya. Secara psikologis, warna pink
diasosiasikan sebagai sesuatu yang menyenangkan, kreatif, feminim,
kekanak-kanakan, menyegarkan, eforia dan menenangkan. Dimana ini sangat
menggambarkan karakter personal seorang Tina Wahyuningsih jika Anda sudah
mengenalnya.
Ketiga, perihal ambigu, kamuflase, dua sisi. Penulis melihat bagaimana Tina ingin menampilkan dua sisi dalam kehidupan. Si ikon badut yang memiliki sisi – menggemaskan tapi bisa jadi sosok menyeramkan. Kemudian, perihal warna pink itu sendiri. Dimana warna pink merupakan pencampuran warna merah dan putih, warna antara, antara merah dan putih. Melalui pameran dan karya karyanya, Tina menyampaikan pesan bahwa tidak semua yang tampak secara visual akan sama maknanya. Seorang badut yang selalu ceria, belum tentu hatinya sama seperti senyum lebar yang dilukis di bibirnya. Jangan pula mudah menilai seseorang semata dari penampakan dirinya. Sosok yang menenangkan, bisa jadi dia seorang pembunuh yang sangat keji. Sebaliknya, seseorang yang bertampang seram bisa jadi dia lembut hatinya. Sama halnya seorang Tina Wahyuningsih, seorang perempuan Jawa yang kalem dengan senyum manisnya, tapi didalam dirinya, di pikirannya selalu berputar dengan ide-ide karya yang tak berhenti.
Merah jambu
tak melulu berarti rindu.
Merah jambu bisa ambigu.
Selamat atas pameran tunggalnya yang ketiga untuk seorang Ibu, seniman, pekerja seni, sahabat kesayangan – Tina Wahyuningsih.
Dan ternyata saya selalu menulis pengantar untuk pameran tunggal dia, terima kasih buat kesempatannya ini ya Tina. Berikut link tulisan saya untuk pameran Tina Wahyuningsih
Pameran tunggal pertama, 2011
http://nunukambarwati.blogspot.com/2012/06/mimpi-dunia-empuk-dream-of-pillowy.html
Pameran tunggal kedua, 2013
http://nunukambarwati.blogspot.com/2013/04/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html