Petang itu, saya dan keluarga mengunjungi sebuah pameran
seni rupa di kawasan Alun-alun Utara Yogyakarta. Sebuah ruang pamer yang
tergolong besar untuk sebuah kota berjuluk seni dan budaya ini. Galeri seni
yang juga menyandang nama kota, Jogja Gallery. Tajuk pameran ini “International
ArtSwitch”. Saat menerima undangan pameran ini, yang ada dalam pikiran saya,
sebuah pameran pertukaran karya seni antar negara, sudah itu saja! Tetapi hmm… setelah
masuk ruang pamernya, ternyata kata “switch” disini artinya light switch/switch
socket/socket button atau saklar. Karya dengan media saklar. Ditegaskan dengan
instalasi welcome gate pameran yang terdiri dari susunan saklar dominan warna
merah putih. Dipercantik dengan permainan lighting sehingga berubah efek warna
seturut setting waktu. Sebelum mendapati karya seni, berbagai jenis saklar
terkini menjadi pembuka saat pengunjung membuka pintu ruang pamer. Teknologi
saklar sendiri memiliki perkembangan desain dan kecanggihan sesuai perkembangan
jaman dan kebutuhan konsumen. Sebagai misal, kunci kamar hotel atau sign system
dalam saklar yang semakin multifungsi dan memiliki desain modern, bahkan bisa
custom. Pameran ini disponsori dan dibranding utama oleh perusahaan penyedia
assesoris elektrik BOSS (www.boss.co.id).
Pameran ini juga menjadi penanda hari lahir ke 60, Bapak Hironemus, Presiden
Director perusahaan tersebut.
Sementara tajuk “International” yang menyertai karena memang
melibatkan 208 seniman yang terdiri dari 105 seniman lokal (Indonesia) dan 103
seniman internasional; dari Singapore, Malaysia, Thailand, Myanmar,
Phillippines, Laos, Japan, Taiwan, Republic of Korea, India, China, Bangladesh,
Nepal, Vietnam, USA, Canada, Russia, Polandia, Turkey, Serbia, Australia, Germany,
Sweden, Finlandia, Egypt, Northern Ireland, Moldova, France, Slovakia,
Netherlands. Apresiasi tinggi untuk penggagas pameran ini, seorang seniman juga
asal Yogyakarta, Hadi Soesanto dan timnya. Tentu bukan perkara mudah, mengorganisasi
pameran, mencari sponsor, ceremony pembukaan, negosiasi dan mengundang ratusan
seniman untuk mau terlibat dan mengirim karya mereka. Apalagi sederet perupa
senior hingga perupa muda terlibat dalam pameran tersebut. Baik perupa dua
dimensi (lukisan), pematung maupun pegrafis juga tercatat mengikuti event ini.
Ada juga beberapa perupa yang berasal dari negara-negara yang tidak
diperbincangkan di peta seni rupa dunia mengikuti ajang ini. Tentu ini akan
sangat menarik melihat dan menjadri referensi bagaimana karya-karya dari negara-negara
di luar peta tersebut.
Setelah mengisi buku tamu, saya mulai memasuki ruang pamer.
Tak terlalu banyak pengunjung, hanya ada sekelompok anak-anak muda di sisi
lain. Ah, suasana begini paling nyaman untuk menikmati karya seni. Saya mulai
menyusuri jajaran karya yang terpajang. Karyanya kecil-kecil, sangat kontras
dengan ruang galeri yang besar. Tapi karena banyaknya karya dan didukung
display yang bagus, maka display pameran tidak terkesan kosong dan datar. Untuk
mengakali display, maka beberapa blok tembok dicat warna-warna kontemporer
seperti abu-abu dan kuning untuk membuat dimensi display ruang pamer.
Ukuran masing-masing karya hanya 5 x 7 cm. Karya-karyanya
digambar di saklar. Kreatif dan unik! Saya paham sekali, banyak seniman pasti
memiliki tingkat kesulitan yang berbeda bagi yang biasa berkarya dengan ukuran
besar. Karena permukaan saklar licin, maka seniman perlu mensiasatinya agar
bisa menyatu dengan cat acrylic, cat minyak atau media lainnya. Bagi seniman
dengan basic dua dimensi, saklar mungkin perlu diamplas dulu permukaannya
sehingga cat bisa menempel. Sementara itu bagi seniman dengan basic tiga
dimensi, mereka menambahkan toys hingga bahkan mengganti komponen saklar dengan
karya patung mini berbahan kayu, resin atau perunggu.
Tingkat kesulitan yang berbeda dengan media mini ini
terlihat pada beberapa karya yang dipamerkan. Ada yang bisa menguasai media
saklar dengan baik, sehingga bisa menyatu sesuai ukuran dan tampil apik
maksimal meskipun karyanya kecil. Tetapi ada juga yang terkesan sekadar ikut
meramaikan event ini atau mungkin terburu-buru mengerjakan, akhirnya karya
tampil kurang maksimal. Bahkan karena kurang rapi pengerjaan, ada satu karya
yang saya lihat sedikit mengelupas. Dari situ, terlihat bahwa seniman membuat
karya diatas kanvas dulu. Kemudian dipotong baru ditempelkan ke saklar.
Sementara pada caption tetap tertulis, acrylic on switch button. Nah!
Tema-tema yang menjadi obyek utama karya bervariasi, flora,
fauna, landscape kehidupan sehari-hari, figur manusia atau detail dari bagian
tubuh (mata, puting susu), obyek dan sebagainya. Karyanya pun mewakili berbagai
aliran, dari hiper realis hingga abstrak. Dari sini kita bisa lihat bahwa
ukuran bidang tidak menjadi halangan seorang seniman menuangkan gagasan
karyanya. Meskipun sedikit letih juga melihat pameran ini, karena karyanya
kecil-kecil sehingga harus mendekat untuk melihat dan cukup banyak. Sehingga
harus jeda sejenak dan atau mengulang beberapa kali putaran untuk tidak
melewatkan karya-karya yang menarik dan bagus-bagus tersebut. Saya memotret
karya-karya yang saya sukai sebagai inpirasi hati :). Pesan saya, karya aslinya jauh lebih bagus dari foto yang saya ambil.
Karya dengan ukuran kecil bukan hal baru di dunia seni rupa.
Bahkan di Yogyakarta sudah terselenggara dua kali event berskala internasional
juga dengan media karya kecil (ukuran maksimal 20 x 20 cm) yakni Jogja
Miniprint Biennale (http://jogjaminiprints.weebly.com/syarat--ketentuan-2nd-jimb-2016.html ). Pegrafis dari berbagai negara antusias mengikuti event ini,
mereka mengirimkan karya sesuai prosedur dan tema. Karena miniprint, maka karya
berbasis seni grafis. Beberapa kompetisi karya berukuran kecil juga banyak
diselenggarakan di berbagai belahan dunia. Karya ukuran kecil disatu sisi
memang memudahkan dari segi prosedur pengiriman antar negara. Disamping lebih
murah, juga tidak memerlukan dimensi packing yang besar. Bagi kolektor, karya
berukuran kecil lebih terjangkau untuk dibeli.
Di lantai kedua, seniman yang sama (meskipun tak semua)
membuat dua karya, pertama dengan media saklar dan kedua di media yang mereka
sering gunakan, kanvas. Dari lantai satu ke lantai kedua, kita sebagai penikmat
seni bisa melihat perbandingan bagaimana seniman yang sama dengan bidang yang
berbeda. Apakah mempunyai konsistensi ketrampilan yang sama atau justru
sebaliknya. Ini menjadi pembelajaran kita mengapresiasi karya seni. Pameran ini
juga menginspirasi para desainer lintas bidang untuk saling mengembangkan
kreatifitas di dunia bisnis. Desainer pembuat saklar bisa lebih mengembangkan
inovasi dengan memberikan sentuhan seni pada produk mereka, demikian
sebaliknya.
Oh ya, di luar ruang pamer, disediakan meja dengan beberapa
cat acrylic warna dasar. Ternyata pengunjung pameran juga bisa merasakan
sensasi melukis di saklar, menarik ya :) Maka, suami dan anak saya pun ambil
bagian menggambar. Kami menanyakan prosedur dan meminta saklar kepada petugas
buku tamu. Petugas terlebih dahulu mengamplas permukaan saklar supaya mudah
dilukis. Mulailah menggambar J
Tetapi ternyata hasil karya kami tidak boleh dibawa pulang, sebagai gantinya
kami dihadiahi pulpen cantik dengan branding BOSS. Konon katanya juga (menurut
petugas penjaga pameran di dalam ruang pamer), semua karya seniman dengan
saklar ini tidak dikembalikan ke masing-masing perupa, tetapi menjadi hak milik
BOSS.
Jogja Gallery
Jl Pekapalan No 7, Alun-alun Utara Yogyakarta
No comments:
Post a Comment