Tulisan pengantar pameran seni visual 'PLUS MINUS' karya Nugroho
Oleh Nunuk Ambarwati
Pengalamannya
selama 14 tahun diranah kerajinan kayu, membuatnya mengenal betul karakter media
ini. Nugroho, seniman kelahiran Klaten (14 September 1975) memang memiliki latar
belakang sejarah keluarga yang berkutat dengan kayu, khususnya furniture. Ia
juga banyak menjadi artisan beberapa seniman ternama di republik ini, antara
lain Heri Dono, Budi Ubrux, Lugas Sylabuss, Robert Kan, Mestoria Ve dsb.
Baginya kayu merupakan nafas hidup. Pilihannya jatuh pada kayu jati karena
lebih mudah didapat, kualitas teruji dan tidak perlu banyak treatment. Meski ia
hanya menempuh 2 semester di jurusan seni patung, Insitut Seni Indonesia (ISI)
Yogyakarta (tahun 2011-2012), tak berarti menyurutkan semangatnya untuk bekerja
dan bekarya.
Dalam pameran
tunggalnya kali ini, Nugroho menampilkan karya yang menggabungkan teknik seni
grafis dan patung. Akhir tahun 2013, Nugroho banyak terlibat dalam event Jogja
Miniprint Biennale. Ia diminta membuat logo JIMPF (Jogja International
Miniprint Festival) di sebuah media kayu besar berukuran kurang lebih 1 x 2
meter. Lalu ia buat logo tersebut dengan teknik cukil dalam. Melalui event
tersebut, Nugroho memiliki pengetahuan tentang teknik cetak tinggi atau rendah
di dunia seni grafis. Maka saat mempresentasikan pameran ini, ia beri tajuk ‘Plus
Minus’. Dimana karya-karyanya memang menggambarkan bagian cekungan dan bagian
yang timbul, atau positif dan negatif pada karya master seni grafis. Maka
terciptalah karya patung relief atau patung 2 dimensi. Yang unik dari
karya-karyanya ini adalah, Nugroho mengecek apakah relief yang dihasilkan sudah
sesuai yang ia maui dengan memotretnya. Ketika hasil jepretannya sudah
menimbulkan efek 3 dimensi sesuai kriteria, maka karya sudah selesai. Bila
belum, maka ia akan membuat cekungan atau merevisinya. Pada pameran ini,
Nugroho juga tak ingin kehilangan jati dirinya kepada publik seni rupa yang
mengenalnya sebagai seorang seniman patung. Maka karya-karyanya tetap memiliki
teknik khas pengerjaan patung, seperti ukiran pada detailnya. Dan bahkan
Nugroho tetap menampilkan karya 3 dimensi, patung-patung berukuran 30 cm dengan
judul seri ‘Selembar’.
Bagi Nugroho,
mendapatkan media kayu tak sulit baginya. Sembilan karya yang rencananya akan
ditampilkan pada pameran ini, semuanya merupakan limbah kayu, eks rumah-rumah
yang dibongkar. Ia merasa miris ketika limbah-limbah kayu hanya berakhir sebagai
kayu bakar di rumahnya. Maka Ia kumpulkan, olah, cutting, assembling dan
seterusnya. Salah satu upayanya mengolah sampah menjadi karya seni yang
menakjubkan di tangannya. Semua karya-karya tersebut juga ia kerjakan dengan
mesin rakitannya sendiri. Ya mesin rakitan! Karena ia tak mampu membeli mesin
pemotong kayu standar pabrik atau made in luar negeri. Ia rakit sendiri mesin
pemotong sesuai apa yang ia kehendaki. Dan berhasil! Mesin buatan luar negeri
seharga Rp 15Juta yang hanya bisa dibeli di Singapore, mampu ia buat sendiri
sesuai kegunaannya. Meski tampilannya tak sekeren mesin seharga Rp 15 Juta, ia
berhasil membuatnya hanya dengan seharga Rp 400rb.
Meski hanya 9
karya, bagi Nugroho, semua karya yang ia tampilkan saat ini sudah mewakili
semua teknik dalam pengerjaan sebuah kayu. Antara lain seperti teknik
pemotongan kayu, pewarnaan, penyambungan (assembling) hingga finishing. Mari
simak detail keterangan Nugroho perihal teknik pada karyanya.
Judul: Seirama |
kayu jati | 46 x 38 x 3 cm | 2014
Karya ini menggambarkan sosok ballerina. Diberi judul ‘Seirama’ karena potongan
serat kayu yang menjadi backgroundnya memang seirama. Setelah kayu-kayu
dipotong sesuai seratnya, kemudian ditempel juga mengikuti alur serat kayu
tersebut. Lihat foto tampak depan dan tampak belakang berikut ini. Teknik
pewarnaannya menggunakan cat khusus untuk kayu.
|
Karya berjudul 'Seirama' tampak depan dan tampak belakang. |
Judul: Nggaya |
kayu jati | 67 x 37 x 3 cm | 2014
Melalui karya ini, Nugroho ingin sedikit ‘ngabstrak’ (karya dengan aliran
abstrak). Abstraknya ia tampilkan pada potongan-potongan kayu yang menjadi
latar belakang figur perempuan tersebut, yakni berupa potongan-potongan kubus 3
cm persegi. Kayu yang dipakai pada karya ini, semuanya kayu jati tua kecuali
bagian rambutnya. Nugroho mencari perajin kayu yang masih menggunakan teknik
manual serut untuk menghaluskan kayu. Sehingga ia bisa mendapatkan material
untuk bagian rambut figur yang ingin digambarkan dengan rambut ikal.
|
Karya berjudul 'Nggaya' tampak depan dan tampak belakang. |
Judul: Lamunan |
kayu jati | 50 x 38 x 3 cm | 2014
Karya ini merupakan hasil eksperimen pertama menggunakan teknik penciptaan plus
minus ini. Seminggu lebih Nugroho menghabiskan eksperimen untuk mendapatkan
hasil sesuai yang ia mau. Pada karya ini, teknik pemotongannya menggunakan
teknik seperti memotong mentimun. Yakni kayu diletakkan melintang dan dipotong
bulat-bulat seperti memotong mentimun. Hasilnya, aksen serat melingkar kayu
tampak terlihat. Bagi peneliti kayu, kita bisa mengidentifikasi usia kayu dari
lingkaran-lingkaran tersebut.
|
Karya berjudul 'Lamunan' tampak depan dan tampak belakang. |
Judul: Spirit |
kayu jati | 35 x 50 x 3 cm | 2014
Dari judulnya, Nugroho memang ingin membangun spirit positif. Selalu
bersemangat untuk bekerja, berkarya dan hidup. Warna pilihannya pun hijau,
menyimbolkan makna kesegaran. Hampir sama pada karya berjudul ‘Seirama’, karya
ini menggunakan teknik pemotongan yang mengikuti arah serat kayu. Hanya bila
pada karya ‘Seirama’ dipotong dan disusun mendatar, pada karya ini dipotong dan
disusun menurun.
|
Karya berjudul 'Spirit'. |
Ada karya lain
pada pameran ini yang ia susun dari potongan-potongan kayu berukuran kubus 1
cm. Wow, cukup mengejutkan ya! Teknik pemotongannya pasti rumit dan melelahkan.
Pilihan figur-figurnya memang didominasi perempuan; alasannya disamping lebih
menarik untuk dieksplorasi, Nugroho juga menyesuaikan dimana ia berpameran,
yakni di sebuah butik fashion, Tirana House. Ia pun memang lebih sering
mengeksplorasi dunia fashion dan sangat tertarik pada dunia ini. Seperti missal
mengolah drapery pada lembaran kain, membuat manekin dari susunan huruf-huruf
alpabeth.
Saat ini Nugroho
justru lebih banyak disibukkan menjadi perajin furniture dan artisan. Waktunya hampir
24 jam penuh berkutat di studio miliknya di kawasan Dongkelan, Bantul, Yogyakarta. Saat
ditanya, kenapa masih ingin pameran? Apa makna pameran untuknya? Ini jawabnya.
Pertama untuk menjawab tantangan yang pernah diberikan kepadanya, apakah bisa mencipta
karya. Kedua menambah prestasi pada curriculum vitaenya. Ketiga sebagai
medianya untuk ‘keluar’ dari rutinitas dan supaya tidak terjebak pada dunia
craftman (kerajinan kayu) dan yang keempat, yang jauh lebih penting adalah soal
kepuasan batin.
Pameran tunggal
seni visual karya Nugroho
‘PLUS MINUS’
26 Oktober – 25 November 2014
Tirana Artspace | Jl Suryodiningratan 55 Yogyakarta
ph. 0274 411615 | 081 827 7073
Buka setiap hari, pk 09.00 – 21.00 WIB
Gratis. Terbuka untuk umum.