"Akustik Asyik" - Business Project Bintang Tanatimur
Tirana Kitchen | 20.10.2018
Aksi Bintang Tanatimur (13th) seperti ini patut dicontoh, meskipun karena tugas sekolah; Bintang memilih berniaga dengan menggelar aksi musik & menggalang dukungan dana untuk korban bencana di Palu. Teman sekelas Bintang yang lain ada yang memilih berjualan makanan, menjual jasa cuci motor dan cuci piring. Bintang, seperti halnya teman sekelasnya, mendapatkan modal Rp 10rb dari sekolah, dengan modal tersebut ia harus berniaga untuk mendapatkan laba halal Rp 100rb dalam kurun waktu 2 bulan. Uang tersebut digunakan untuk keperluan sekolah. Tugas sekolah ini upaya agar anak mengembangkan jiwa kewirausahaannya.
Begini Bintang membuat aksinya, Bintang menyiapkan lagu yang akan dinyanyikannya sendiri dengan bermain gitar. Bintang juga mengundang sepupunya dan ayahnya menjadi bintang tamu di acara tersebut dengan memainkan beberapa lagu. Selama berlangsungnya acara, sepupu Bintang yang lain membagikan amplop kosong. Setelah acara selesai, amplop dikembalikan. Acara berlangsung sekitar 2 jam, diselingi antara menyanyi dengan sambutan, testimoni dan harapan untuk Bintang. Dihadiri sekitar 50 kolega Bintang dan keluarganya. Ada pula beberapa undangan yang tidak hadir saat acara tersebut dan mengirim uang melalui transfer langsung ke rekening Bintang. Bintang sendiri yang membuka amplop dan cek berapa jumlah uang yang ia terima.
Bagi saya, ini tidak semata-mata tugas sekolah. Kita bisa melihat bagaimana peran orang tua dan keluarga sangat bersinergi agar anak bisa menyelesaikan tugasnya. Orang tua dan keluarga Bintang mendukung penuh upaya niaga ini, menghubungkan ke saya (Tirana) untuk menyediakan ruang, mengundang kolega, menemani latihan, membantu menjadi bagian dari acara tersebut. Terlihat sangat didukung penuh.
Alhamdulillah Bintang mendapat jauh melebihi dari target, yaitu lebih dari Rp 3 Juta. Kelebihan tersebut ia sumbangkan untuk membantu temannya di Palu (lihat posting IG @nemu.buku). Sebuah perpustakaan, penggerak literasi di Palu yang ikut sebagai korban bencana gempa dan tsunami beberapa waktu lalu. Kebetulan penggerak Nemu Buku sudah dikenal oleh keluarga Bintang, sehingga sumbangan kepadanya benar-benar diberikan kepada pihak yang tepat sasaran.
Saya yakin beberapa sekolah sudah menerapkan hal ini kepada anak didiknya. Membuat upaya-upaya kreatif dan asyik agar anak didiknya memiliki kepekaan entrepreneurship sejak dini.
Aksi Bintang tersebut membuat saya miris ketika beberapa hari setelahnya, saya mendengar cerita ada sebuah organisasi (beranggotakan orang dewasa dan produktif kerja) yang hendak menyelenggarakan acara, kemudian mereka mencari sumbangan dari kafe ke kafe. Cara mereka mencari sumbangan dengan "menjual nama" seseorang (sebut saja Pak X) yang mereka anggap bisa membuat pemilik kafe mengucurkan donasinya. Dari sekian kafe yang disasar, ada beberapa yang belum bisa memberikan donasinya. Dengar kabar, Pak X meminta laporan kafe mana saja yang tidak memberikan donasi. Kemudian kata Pak X, lihat saja nanti kita "mainkan" (artinya: akan kita kasih pelajaran). Trenyuh saya mendengar cerita ini. Sementara Bintang, notabene masih anak usia 13 tahun, dia melakukan upaya sedemikian rupa agar bisa mendapatkan uang Rp 100rb dan kelebihannya disumbangkan. Sementara organisasi yang saya ceritakan diatas melakukan aksi pengumpulan donasi dengan cara yang kurang etis. Semoga generasi-generasi Bintang dan seterusnya bisa mencari laba dengan kerja benar, kerja keras, kerja halal dan bermanfaat bagi banyak orang.