Abad to Outerspace
Abad
Tristan Sihgit, saya biasa memanggil anak laki-laki ini dengan nama Abad.
Usianya baru 14 tahun. Menurut ayahnya, anak pertamanya ini sudah lancar
membaca sejak usianya 4 tahun. Sejak itu, ia mulai dibelikan komik, cergam dan
juga puzzle. Orang tuanya sangat memperhatikan perkembangan anak pertamanya
ini. Seiring waktu, Abad semakin menyukai mainan puzzle, sehingga ayahnya
bertambah sering membelikannya. Abad sangat sering bersentuhan dengan komik,
cergam, dan juga puzzle, lalu menuangkan ekspresinya kedalam gambar. Ia
kemudian mulai menggambar komik, bahkan lengkap dengan pengenalan karakter-karakternya.
Figur-figur karakter imajinatif pun mulai muncul dari buah pikirannya.
Figur-figur yang menyerupai hewan maupun manusia makin muncul dalam
coretan-coretannya. Lama kelamaan, figur-figur tersebut ia isi dengan macam-macam
bentuk bidang geometris. Ayahnya terus saja membiarkan anaknya ini untuk
meng-eksplorasi gagasan-gagasannya selama beberapa tahun. Pada usia 13 tahun,
Abad mulai berkarya di kanvas menggunakan cat akrilik dan karya-karyanya
dipamerkan di Jogja Contemporary (pameran tunggal). Sejak saat itu, Abad
semakin sering mengajak maupun diajak orang tuanya melihat acara-acara pameran
seni di Yogyakarta, tujuannya adalah agar dapat terus mengembangkan gagasan dan
karyanya.
Di
pertengahan tahun 2018 ini, Abad kembali berpameran tunggal dengan karya-karya
kanvasnya. Akhir-akhir ini, Abad sangat menyukai film-film bertemakan luar
angkasa. Pada pameran kali ini, Abad ingin menuangkan ketertarikannya dengan
benda/makhluk luar angkasa. Abad memilih OUTERSPACE
sebagai judul pameran tunggalnya ini. Istilah outerspace ini tidak muncul begitu saja, awalnya secara tidak sengaja,
ia menonton salah satu video musik beatbox
di channel youtube, ia melihat judul beatbox itu, disana tertulis “beatbox to outerspace” (https://www.youtube.com/watch?v=TIwdANwJY28). Maka diputuskanlah istilah ini
menjadi judul pamerannya. Tirana Arthouse and Kitchen menjadi tempat pilihan
diselenggarakannya pameran ini.
Outerspace dirasakan Abad bisa mewakili
imaji-imajinya tentang luar angkasa tanpa adanya kepentingan lain yang
mempengaruhinya. Dengan lugu (khas anak-anak pada umumnya) , ia mengolah gagasan-gagasannya,
misalnya saja ketika ia sedang keramas, ia melihat brand shampo yang ia pakai.
Dengan polosnya, dituangkanlah nama brand tersebut kedalam karyanya. Atau
ketika ia mendapatkan kata plankton dalam pelajaran IPA di sekolah, lalu
menuangkan gagasanya kedalam visual karya.
Abad
punya pandangan sendiri terhadap sebuah benda maupun makhluk hidup. Menyusun
dan menggabungkan (sifat dari permainan puzzle) juga dilakukan dalam proses
berkaryanya. Ia menggabungkan beberapa visual objek menjadi satu, dan
penggabungan itu pun berlanjut menjadi judul karya. Dalam pemilihan judul, ia
punya istilah-istilah sendiri yang berasal dari penggabungan tersebut. Dapat
dilihat pada karya yang berjudul “foctacle
30” karya ini berukuran 60x60cm, Abad mengimajinasikan sebuah pesawat ufo
dan tentakel dari gurita. Pesawat ufo menghadap ke kanan dan kaki-kakinya
merupakan tentakel, ufo itu dilukiskannya sedang terbang menjauh dari sebuah
planet. Karya selanjutnya ia beri Judul “splankto
8” (ship dan plankton), sebuah pesawat yang menghadap keatas. Ketika Abad
membuat visual pesawat ini, serta merta ia teringat akan pesawat besar (eng : ship) milik S.H.I.E.L.D yang ada di film
The Avenger. Kata “plankton” ia
dapatkan di sekolahnya, ketika guru IPA sedang menjelaskan salah satu mata
pelajarannya tersebut, sontak Abad tertarik dengan kata itu kemudian mencari
referensinya di internet. Ia memutuskan untuk menggabungkannya dengan pesawat. Selain
dua gabungan kata, ada juga karya yang menggunakan tiga kata sekaligus, seperti
pada karya yang di imajinasikan Abad adalah sebuah roket berbentuk dasar
segilima yang menghadap keatas dengan dorongan pengapian dari bawah dan
mempunyai sistem kendali ditengah. Menurut Abad, bentuk roket tersebut
terinspirasi dari bentuk bintang (eng: star)
yang selama ini kita kenal, lalu jilatan api yang keluar dianggapnya menyerupai
kaki kodok (eng: toad), sistem
kendali berbentuk antena menyerupai mata kodok. Dari ketiga hal (eng: rocket-star-toad) tersebut, akhirnya
Abad menggabungkannya menjadi “Rockstoad”
sebagai judul karya ini. Ketiga hal ini sangatlah berbeda jika disandingkan
menjadi satu, namun Abad dapat menggabungkan beberapa hal tersebut menjadi satu
objek, satu frame, dan satu judul.
Bagi
saya, metode yang dipakai oleh Abad ini sangatlah menarik, berawal dari
kesukaannya terhadap komik, cergam, dan puzzle di masa kanak-kanaknya, hingga
sekarang ia mempunyai metode tersendiri untuk menuangkan ide-ide khasnya dalam
usia saat ini. Dari menggabungkan puzzle hingga mem-puzzle-kan gagasan, visual,
dan istilah dalam judul-judul karyanya. Dalam pameran ini, Abad
mempresentasikan 10 karya baru yang sangat menarik untuk dilihat, dinikmati,
dan juga dicermati/diulik. Selamat berpameran kembali teruntuk Abad. Selamat
datang bagi masyarakat, pemerhati, maupun pecinta seni. Mari bermain “puzzle”
bersama seniman muda kita, Abad Tristan Sihgit.
Yogyakarta, Agustus 2018
Arif Hanung TS