Nindityo Adipurnomo,
"Who Wants Take Me Around",
Residency in Cardiff, England
Iwan Wijono, 11 Agustus 2005
Nindityo Adipurnomo, 11 Agustus 2005
Angki Purbandono, 5 Februari 2006
Arie Dyanto, 7 Februari 2006
Kalau iya, tolong jelaskan dimana, kapan, berapa lama?
Nindityo Adipurnomo:
Residensi artist yang pertama di RIJKSAKADEMIE VAN BEELDENDE KUNSTEN, tahun 1986-1987, Amsterdam, Belanda. Tahun 1999, residensi selama 3 bulan di Bute Town Studio, Cardiff Wales, Sponsornya The Visiting Arts dan British Art Council London, Inggris.
Tahun 2002, residensi selama 3 minggu di Fukuoka Asian Art Museum, Fukuoka. Disponsori oleh Fukuoka Triennale II, Jepang. Residensi tahun 2004 selama satu bulan di Studio Joo Chiat Road 106, Lassale College of the Arts Siangapore. Disponsori oleh Post Graduate Programme dari Lassale, Singapore. Yang terakhir adalah paket residensi dan workshop kilat di Hong Kong International Artist Workshop. Disponsori oleh Art Trust and Triangle tahun 2005 di Hong Kong.
Iwan Wijono:
Aku tidak pernah ikut program residency, pernah coba yg UNESCO dll tapi selalu ditolak, nggak tahu kenapa, mungkin karyaku kurang standard kontemporer kali buat mereka, tapi aku ampe kecapekan untuk diundang langsung festival performance internasional di luar negeri, bahkan mereka sering tidak tanya aku mau ngapain,tidak minta proposal, mungkin kencing sambil minum Coca Cola pun diterima sebagai performance art yang bagus :) Walau aku tidak pernah punya program residency, namun sering sesudah festival aku tinggal lebih lama di rumah-rumah seniman, buat project baru, bahkan terlama pernah 3 bulan di Mexico City termasuk kota-kota lain sekitarnya. Arie Dyanto: Rimbun Dahan , Malaysia November 2005 sampai Maret 2006.
Iwan Wijono:
Aku tidak pernah ikut program residency, pernah coba yg UNESCO dll tapi selalu ditolak, nggak tahu kenapa, mungkin karyaku kurang standard kontemporer kali buat mereka, tapi aku ampe kecapekan untuk diundang langsung festival performance internasional di luar negeri, bahkan mereka sering tidak tanya aku mau ngapain,tidak minta proposal, mungkin kencing sambil minum Coca Cola pun diterima sebagai performance art yang bagus :) Walau aku tidak pernah punya program residency, namun sering sesudah festival aku tinggal lebih lama di rumah-rumah seniman, buat project baru, bahkan terlama pernah 3 bulan di Mexico City termasuk kota-kota lain sekitarnya.
(2) Apa yang memotivasi kamu untuk ikut program residensi?
Nindityo Adipurnomo: Sejujurnya, sebenarnya setiap tempat dan kesempatan selalu memiliki atau akan memunculkan motivasi yang berbeda-beda. Kadang bisa berupa : semacam upaya untuk mengurung diri dengan atmosphere budaya yang berbeda, yang berharap bisa menyuntik semangat dan pola pikir baru! Terkadang juga sepele; mau mencari lawan konversasi sehari-hari secara beda, dengan bahasa dan ungkapan yang beda, semacam melatih berbahasa saja. Terkadang juga karena mau secara politis mempertahankan dan memperluas jaringan yang sudah secara pribadi maupun kelembagaan dibentuk. Yang paling sering adalah jalan-jalan rekreasi buang pikiran-pikiran sebal, pariwisata, introspeksi dan sebagainya. Tetapi juga sering menjadi semacam cara untuk mengatur diri supaya tetap pada jalur bekerja sebagai seniman dengan input-input yang jauh lebih besar dan luas, karena pertemuan dan konfrontasi dengan karya-karya seni maupun teman-teman seniman dari banyak negara selalu membantu memperjelas pemetaan saya pribadi. Pendek kata saya tidak mau seperti katak dalam tempurung saja, tapi mungkin seperti katak di atas gunung salju kalau perlu! Yang terakhir ialah yang masih menjadi bagian kepariwisataan itu adalah selalu adanya kehausan untuk memenuhi tantangan-tantangan baru (ini manusiawi sekali ya)!
Nindityo Adipurnomo: Sejujurnya, sebenarnya setiap tempat dan kesempatan selalu memiliki atau akan memunculkan motivasi yang berbeda-beda. Kadang bisa berupa : semacam upaya untuk mengurung diri dengan atmosphere budaya yang berbeda, yang berharap bisa menyuntik semangat dan pola pikir baru! Terkadang juga sepele; mau mencari lawan konversasi sehari-hari secara beda, dengan bahasa dan ungkapan yang beda, semacam melatih berbahasa saja. Terkadang juga karena mau secara politis mempertahankan dan memperluas jaringan yang sudah secara pribadi maupun kelembagaan dibentuk. Yang paling sering adalah jalan-jalan rekreasi buang pikiran-pikiran sebal, pariwisata, introspeksi dan sebagainya. Tetapi juga sering menjadi semacam cara untuk mengatur diri supaya tetap pada jalur bekerja sebagai seniman dengan input-input yang jauh lebih besar dan luas, karena pertemuan dan konfrontasi dengan karya-karya seni maupun teman-teman seniman dari banyak negara selalu membantu memperjelas pemetaan saya pribadi. Pendek kata saya tidak mau seperti katak dalam tempurung saja, tapi mungkin seperti katak di atas gunung salju kalau perlu! Yang terakhir ialah yang masih menjadi bagian kepariwisataan itu adalah selalu adanya kehausan untuk memenuhi tantangan-tantangan baru (ini manusiawi sekali ya)!
(3) Di negara mana kamu ingin melakukan program residensi? Dan mengapa?
Nindityo Adipurnomo: Maksudnya kalau saya sekarang dapat tawaran untuk milih gitu?
Arie Dyanto: Sebenarnya buat aku di negara mana saja tidak menjadi masalah, yang menjadi tekanan mungkin adalah persoalan fasilitas dan kesempatan dimana aku bisa mengembangkan
kerja yang aku rencanakan atau yang sudah aku kerjakan sebelumnya. Jujur program residensi tidaklah mudah ada banyak tekanan yang harus dialami karena meninggalkan tanah air misalnya berarti juga meninggalkan pekerjaan dan kesempatan jadi berhitung untung rugi aku lebih memilih kalo keluar negeri, negara-negara yang tidak menawarkan ekstra konflik diluar proses kreatif, misalnya bahasa, politik, atau fasilitas yang kurang, ini bisa diartikan bayar tiket sendiri, allowance yang mepet atau tempat-tempat yang terpencil, trus nggak ada internet. Kalo mau susah mending di negeri sendiri ajalah daripada kelihatan nggaya diluar negeri tapi
pas pulang sibuk mbayar utang sana-sini.
kerja yang aku rencanakan atau yang sudah aku kerjakan sebelumnya. Jujur program residensi tidaklah mudah ada banyak tekanan yang harus dialami karena meninggalkan tanah air misalnya berarti juga meninggalkan pekerjaan dan kesempatan jadi berhitung untung rugi aku lebih memilih kalo keluar negeri, negara-negara yang tidak menawarkan ekstra konflik diluar proses kreatif, misalnya bahasa, politik, atau fasilitas yang kurang, ini bisa diartikan bayar tiket sendiri, allowance yang mepet atau tempat-tempat yang terpencil, trus nggak ada internet. Kalo mau susah mending di negeri sendiri ajalah daripada kelihatan nggaya diluar negeri tapi
pas pulang sibuk mbayar utang sana-sini.
(3) Apa yang kamu bayangkan ketika kamu akan melakukan program residensi di negara yang kamu maksud tersebut?
Nindityo Adipurnomo: Yang saya bayangkan adalah kejutan-kejuatan macam apa, surprise yang bagaimana dan konfrontasi seperti apalagi yang nanti akan saya hadapi? lantas betulkah saya nanti bisa membuat kompromi, adaptasi dan atau malah sebaliknya saya akan pulang dengan penuh kekecewaan, kekalahan atau ekstase seperti apalagi?. Sebenarnya memang benar untuk kasus saya pribadi; kadang yang namanya harapan-harapan itu, niatan dan rencana itu selalu lebih besar dari pada realitas setelah menjalani residensi. Jadi periode-periode untuk merenung, mengevaluasi dan menilai kembali pengalaman-pengalaman itu yang justru bagi saya penting, dan seakan-akan panjang sekali habisnya, berkesan terus deh! Hampir dipastikan membuahkan beberapa konsep menarik untuk bikin karya. Secara tidak langsung, pemikiran-pemikiran yang bermunculan saat itu, sering menjadi bekal inspirasi buat model-model penyelenggaraan pameran dan atau penyelenggaraan proyek seni rupa di galeri, maupun buat saya sendiri.
Nindityo Adipurnomo: Yang saya bayangkan adalah kejutan-kejuatan macam apa, surprise yang bagaimana dan konfrontasi seperti apalagi yang nanti akan saya hadapi? lantas betulkah saya nanti bisa membuat kompromi, adaptasi dan atau malah sebaliknya saya akan pulang dengan penuh kekecewaan, kekalahan atau ekstase seperti apalagi?. Sebenarnya memang benar untuk kasus saya pribadi; kadang yang namanya harapan-harapan itu, niatan dan rencana itu selalu lebih besar dari pada realitas setelah menjalani residensi. Jadi periode-periode untuk merenung, mengevaluasi dan menilai kembali pengalaman-pengalaman itu yang justru bagi saya penting, dan seakan-akan panjang sekali habisnya, berkesan terus deh! Hampir dipastikan membuahkan beberapa konsep menarik untuk bikin karya. Secara tidak langsung, pemikiran-pemikiran yang bermunculan saat itu, sering menjadi bekal inspirasi buat model-model penyelenggaraan pameran dan atau penyelenggaraan proyek seni rupa di galeri, maupun buat saya sendiri.
Angki Purbandono: Program residensi dengan beasiswa penuh itu saja. Fasilitas dan waktu aku pikir menyesuaikan dengan konsep residensi itu sendiri.
(5) Pengalaman menarik apa yang kamu alami selama menjalankan program residensi?
Nindityo Adipurnomo: Saya kira jawaban saya untuk pertanyaan no. 4 itu juga sudah cukup mencakup untuk menjawab pertanyaan no.5 ya? Satu tempat keramaian yang selalu tidak bisa saya lupakan untuk saya kunjungi adalah pasar. Pasar yang dibicarakan banyak orang, yang menjadi kebanggaan daerah setempat, baik itu kota, provinsi, prefecture atau apalah.
Nindityo Adipurnomo: Saya kira jawaban saya untuk pertanyaan no. 4 itu juga sudah cukup mencakup untuk menjawab pertanyaan no.5 ya? Satu tempat keramaian yang selalu tidak bisa saya lupakan untuk saya kunjungi adalah pasar. Pasar yang dibicarakan banyak orang, yang menjadi kebanggaan daerah setempat, baik itu kota, provinsi, prefecture atau apalah.
Kalau di Singapore, susah situasinya, capek, akhirnya kolaborasi dgn Kai Lam ditangkap polisi di jalan dan interograsi 4 jam. Di Thailand mending lah, di Jepang susah, kita terlalu tergantung dg orang Jepang/organisernya(karena bahasa dan mahal).
(6) Untuk di Indonesia, kamu lebih memilih seniman Indonesia yang keluar menjalankan program residensi atau seniman asing yang ke Indonesia? Mengapa?
Nindityo Adipurnomo: Kalau saya jelas memilih dua-duanya kan? Sederhana uraiannya, pengalaman menjadi tamu dan menjadi penerima tamu harus sama-sama kita lakukan!
Nindityo Adipurnomo: Kalau saya jelas memilih dua-duanya kan? Sederhana uraiannya, pengalaman menjadi tamu dan menjadi penerima tamu harus sama-sama kita lakukan!
Iwan Wijono: Di Indonesia tentu keduanya penting untuk residency dari Indo ke luar maupun sebaliknya, namun targetnya apa dulu, kan tiap program punya view beda-beda kali, kalau aku sendiri pasti suka untuk datang dan eksplore situasi lokal dan bergerak di situ, yang jelas aku tidak suka residency yg terlalu instant, hanya bekerja di studi terus target pameran udah...,ini yang banyak dilakukan ! Go to hell ! he... eh !
Angki Purbandono: Seniman Indonesia ke luar negeri... karena kita bisa mendapatkan 'action' langsung. Dan bisa melihat peta aktivitas seni kita dari negara orang menurutku bisa memperkuat intensitas personal dari seniman tersebut.
Arie Dyanto: Jujur lebih enak didengar kalo seniman kita yang keluar, kenapa? Buat aku mungkin ini salah satu jalan untuk bisa keluar negeri sebelum mampu bayar sendiri, terus seniman di negara kita yang kebanyakan masih kayak aku perlu untuk bisa keluar melihat diri sendiri dan dunia luar ketika berada diluar, karena sering kita merasa tahu banyak tentang seni di negeri sendiri atau dunia luar pas disana kok semua meleset, bisa jadi tambah nasionalis atau malah kecewa dengan Negara sendiri, disini bonusnya. Kalo seniman asing ke Indonesia menarik juga tapi kita masih sering apriori ya, kalo menarik oke tapi kalo nggakpun tetap oke pokoknya cuek yang penting mereka datang buat karya kita tonton, diskusikan trus setelah itu hari-hari jalan seperti nggak terjadi apa-apa, yang nglukis ya nglukis yang matung-matung . tapi kalo ada di kita yang keluar pasti yang lain pada panas pengen keluar juga. Atau barangkali cuma aku yang mikir gitu ya?