Ruang Imajinasi Tanpa Beban
Mengapa
membuat pameran untuk anak-anak? Apa perlunya membuat pameran buat mereka? Apa
kekuatan karya-karya mereka sehingga perlu dipamerkan? Apakah karya anak-anak
ini memang sudah layak pamer? Demikian kira-kira beberapa pertanyaan yang
seringkali muncul ketika hendak membuat pameran untuk anak-anak? Pertanyaan-pertanyaan
ini justru lebih sering muncul dari orang tua sendiri. Orang tua justru malah
tidak percaya diri terhadap karya anak-anak mereka. Mari temukan jawaban-jawaban
pertanyaan diatas melalui pameran “Ruang Imajinasi”.
“Ruang
Imajinasi” mencoba memberi ruang bagi karya anak-anak. Memberi ruang atas
imajinasi mereka yang kadang di luar batas yang kita bayangkan – yang kadang
hanya dimengerti oleh mereka sendiri atau teman-teman sebayanya.”Ruang
Imajinasi” mempresentasikan karya dari 11 anak dengan rentang usia 4-11 tahun. Mereka
adalah Dara Ayudya Balqis, Mutiara Laut Biru, Gemintang Alam Semesta, F. Anindito
Bramantyo, Sang Badai Ulung Kembara, Masayu Sang Radjapadmi, Orlin Maritsa
Gunari, Letycia Cherysh Tupamahu, Kalyana Jaladri Median, Leonce, Bintang dan Daraswita
Jeva Dananjaya. Masing-masing anak memamerkan 1-3 karya. Bertempat di Badai Art
Studio, Tirtonirmolo, Kasihan Bantul, sebuah ruang presentasi terbilang baru di
peta seni rupa Yogyakarta. Pameran “Ruang Imajinasi” sendiri dipamerkan pada
rentang waktu 14-21 September 2019.
Anak-anak
yang mengikuti pameran ini, memiliki orang tua yang terdiri dari beragam latar
belakang profesi. Ada memang yang sangat bersinggungan dengan seni rupa – orang
tuanya memang seorang seniman misalnya, atau orang tuanya pekerja seni. Tetapi
ada juga yang tak ada latar belakang seni rupa sama sekali. Latar belakang ini
sedikit banyak akan berpengaruh pada karya anak-anak. Pengaruhnya lebih pada
kepekaan atau keberanian mereka berekspresi dalam karya. Ketika saya tanyakan,
seberapa besar peran orang tua dalam karya anak kali ini? Apakah mereka ikut
menyelesaikan gambar anak-anak ini? Ada orang tua yang menyampaikan, orang tua
tidak ikut campur karena anak sudah memiliki kemauan sendiri akan karyanya. Kemauan
mereka sangat kuat, soal pilihan warna dan bentuk. Ada juga yang komentar, tak
ada cukup waktu untuk memantau karya anak mereka karena orang tua sibuk
bekerja. Maka bisa kita rasakan dan nikmati kejujuran karya anak-anak melalui
pameran ini.
Komposisi 11
anak ini terdiri dari 5 laki-laki dan 6 perempuan. Bila kita tengok karya
mereka, apa yang mereka gambar tak jauh dari keseharian. Karya anak-anak perempuan
lebih banyak bertema tentang keluarga dan rumah. Sementara karya anak laki-laki
bertema mainan atau fantasi tentang mainan.
Apa kekuatan
karya-karya mereka sehingga perlu dipamerkan? Apakah karya anak-anak ini memang
sudah layak pamer? Membaca karya anak menurut saya sebaiknya tidak memakai
pendekatan yang sama seperti membaca karya seniman yang sudah paham teori seni
rupa. Anak-anak ini mungkin memang belum paham teori seni rupa seperti nirmana,
perspektif dan sebagainya itu. Maka membaca karya anak adalah membaca soal
kejujuran berkarya. Tidak perlu terlalu berkerut kening ketika membaca karya
anak-anak ini. Membaca karya anak adalah membaca jiwa, membaca energi mereka.
Soal kejujuran dalam berkarya ini yang mungkin akan sulit kita baca pada karya
seniman dewasa karena mereka juga terbebani bahwa karyanya harus bagus,
karyanya harus memiliki pesan kuat, atau bahkan karyanya harus bisa terjual.
Sementara ukuran membaca karya anak-anak menurut saya adalah anak-anak
sebaiknya justru tanpa beban ketika mengerjakan karya tersebut. Bila mereka
ingin menggunakan media kertas ya silakan, atau ingin memakai pensil dan tanpa
diwarnai, ya monggo. Kadang kita dibuat terkejut ketika judul karya tidak seperti
apa yang mereka gambarkan (haha). Itulah energi kejujuran yang bisa kita baca
ketika tiba-tiba ada gambar gajah bersayap atau pelangi versi corat coret
mereka. Maka memberi ruang imajinasi itu sama dengan memberi kebebasan tanpa
beban kepada anak-anak kita yang tertuang lewat karya. Kita bisa ikut merasakan
aura kebebasan imajinasi tersebut dalam karya anak-anak ini. Jadi ukuran karya anak itu justru bukan pada bagus atau tidak, tetapi dia jujur atau tidak, terbebani atau tidak ketika berkarya. Akan terbaca aura atau energinya pada setiap karya yang tampil.
Mengapa
membuat pameran untuk anak-anak? Memberi ruang presentasi atau memamerkan karya
anak, menurut saya adalah salah satu bentuk terapi psikologis terhadap anak.
Dengan memamerkan karyanya, anak menjadi lebih percaya diri, anak bisa lebih
semangat dalam kehidupan bersosialiasi. Bahkan ketika anak sedang berproses
menyiapkan pameran saja, mereka sudah terkatrol semangatnya. Mereka tahu karya
mereka akan dipamerkan, kadar bahagianya bisa naik hingga 80% mungkin. Inilah
salah satu jawaban apa pentingnya memberi ruang imajinasi terhadap anak.
Menurut saya, pameran ini
tidak hanya diperuntukkan diapresiasi oleh anak-anak; justru orang tua bisa banyak belajar dari pameran ini. Apa saja edukasi yang bisa kita peroleh dari
penyelenggaraan pameran ini:
* Inspirasi karya anak-anak yang orisinil. Para orang tua disini benar-benar membebaskan anak berkarya dengan tema yang mereka sukai, tema yang dekat dengan mereka dan media yang mereka inginkan.
* Menghargai anak. Bagaimana antara orang tua dan anak menemukan sepakat karya mana yang akan dipamerkan. Pilihan orang tua kadang tidak sama dengan anak. Orang tua menghargai proses dan hasil karya anak yang mereka hasilkan. Bahkan hingga keputusan apakah karyanya akan dijual atau tidak, bila dijual dengan harga berapa, semuanya hasil kesepakatan dengan anak itu sendiri.
* Lingkungan tumbuh kembang anak. Bisa kita lihat bagaimana anak dengan latar belakang seni yang kuat, atau anak yang sudah sering mengikuti kompetisi menggambar hingga anak yang bahkan baru saja mulai menggambar karena mengikuti pameran ini.
* Kemasan pameran. Pameran ini dibuat layaknya pameran yang mengedepankan apresiasi terhadap karya-karya mereka. Karena kesadaran akan berpameran, beberapa orang tua menyiapkan media gambar seperti kanvas komplit beserta catnya. Meskipun sebenarnya anak bisa bebas mau menggambar lewat media apa saja.
* Inspirasi karya anak-anak yang orisinil. Para orang tua disini benar-benar membebaskan anak berkarya dengan tema yang mereka sukai, tema yang dekat dengan mereka dan media yang mereka inginkan.
* Menghargai anak. Bagaimana antara orang tua dan anak menemukan sepakat karya mana yang akan dipamerkan. Pilihan orang tua kadang tidak sama dengan anak. Orang tua menghargai proses dan hasil karya anak yang mereka hasilkan. Bahkan hingga keputusan apakah karyanya akan dijual atau tidak, bila dijual dengan harga berapa, semuanya hasil kesepakatan dengan anak itu sendiri.
* Lingkungan tumbuh kembang anak. Bisa kita lihat bagaimana anak dengan latar belakang seni yang kuat, atau anak yang sudah sering mengikuti kompetisi menggambar hingga anak yang bahkan baru saja mulai menggambar karena mengikuti pameran ini.
* Kemasan pameran. Pameran ini dibuat layaknya pameran yang mengedepankan apresiasi terhadap karya-karya mereka. Karena kesadaran akan berpameran, beberapa orang tua menyiapkan media gambar seperti kanvas komplit beserta catnya. Meskipun sebenarnya anak bisa bebas mau menggambar lewat media apa saja.
Maka saran saya bagi para orang tua, hilangkan beban khawatir
atau ragu-ragu mempresentasikan karya anak-anak; karena pembacaan karya anak
adalah karya tanpa beban.
Yogyakarta, 10 September 2019
Nunuk Ambarwati
SALAM SENI // Perupa kenamaan HERI DONO datang dan akan membuka program untuk keluarga. Perupa muda BINTANG TANATIMUR (14 th) juga bakal menampilkan karya-karyanya bersama parabelia lainnya dalam Pameran Seni Rupa Anak "RUANG IMAJINASIKU" di Badai Art Studio, Jl. Tegal Kenongo, Tirtonirmolo Kasihan Bantul, Yogyakarta, 14-21 September 2019.
Dalam pameran ini Bintang Tanatimur sebagai tamu spesial, penggerak inspirasi parabelia yang lebih muda. Jika anak Anda sering berlomba mencari juara, kini saatnya berlomba tampil di muka bersama-sama. Menggalang apresiasi masyarakat tentang baiknya karya seni untuk dinikmati bersama-sama.
Sampai jumpa di BADAI Yogyakarta. SALAM SENI
No comments:
Post a Comment